20250602

Semangat Mempertahankan Pālësṭīne Bukan Emosi Kosong#3

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Semangat Mempertahankan Pālësṭīne Bukan Emosi Kosong#3">

Semangat Mempertahankan Pālësṭīne
Bukan Emosi Kosong#3

FORTUNA MEDIA -  Hā∆mā§ – FATAH DAN SOLUSI SATU NEGARA

  • Gerakan Hā∆mā§Gerakan Perlawanan Islam (Hā∆mā§) mengutuk dengan sekeras-kerasnya pernyataan yang dikeluarkan oleh United States Ambassador to Israel, Mike Huckabee, yang mengusulkan pendirian negara Pālësṭīne di sebagian wilayah Negara Perancis sebagai tanggapan atas sikap Presiden Perancis, Emanuel Macron yang menyerukan pengakuan kemerdekaan terhadap negara Pālësṭīne.

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Semangat Mempertahankan Pālësṭīne Bukan Emosi Kosong#3">
Image by google

  • Gerakan Perlawanan Islam (Hā∆mā§) ini menganggap pernyataan tersebut sebagai bentuk penghinaan terang-terangan terhadap Hak-Hak Kebangsaan sah rakyat kami, serta sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan resolusi-resolusi Pertubuhan Bangsa-Bangsa (UN). Hā∆mā§ juga menegaskan kembali keberpihakan penuh Amerika Syarikat terhadap penjajah Z10N1S Isrāhell Laknatullahi 'Alaihim dan pendekatan kolonial-ekspansionisnya (colonial-expansionist).

  • Pernyataan memalukan ini mencerminkan adopsi terang-terangan terhadap naratif p3njajah F4sis Z10N1S yang mengingkari hak-hak rakyat kami atas tanah air dan tempat suci mereka, serta menjadi penutup politik atas kejahatan-kejahatan pemerintah regime t3ror1s Netanyahu dalam upayanya memaksakan realiti genocide brutal dan pengusiran paksa rakyat Pālësṭīne  (Ahad 01 June 2025 M // 05 Zulhijjah 1446H)

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Semangat Mempertahankan Pālësṭīne Bukan Emosi Kosong#3">

Artikel ini lanjutan dari postingan sebelumnya:

Hā∆mā§ – FATAH DAN SOLUSI SATU NEGARA

Meski kini aku (penulis-red) sudah mulai legowo (menerima)  dengan istilah “two state solution”, ada bagian dalam dada ini yang tetap gelisah.

Benarkah mereka rela membagi tanah air yang seharusnya milik penuh mereka? Penjelasan dari Hā∆mā§ sudah sering kudengar langsung. Tetapi aku ingin mendengar dari sisi gerakan Fatah—dari orang-orang yang berada di Tebing Barat (West Bank ).

Masalahnya: Aku tinggal di GāzāRamallah ada di Tebing Barat hanya 70 km dari sini. Tetapi seperti dunia yang terputus kerana blokade. Aku tidak bisa menyeberang ke sana.

Namun Qadarullah, pada tahun 2014 aku pulang sebentar ke Indonesia. Saat itu bertepatan dengan kunjungan resmi Perdana Menteri PālësṭīneRami Hamdallah.

Rami Hamdallah, ke Jakarta. Dalam sebuah konferensi pers, aku hadir bersama para wartawan lainnya

Kesempatan itu tak kusia-siakan. Aku langsung sampaikan pertanyaanku di depan umum:

“Tuan Rami, kenapa gerakan Fatah dan Palestinian Authority (PA) menyetujui solusi dua negara? Apa kalian tidak ingin merdeka sepenuhnya?”

   Beliau menjawab, tenang namun jelas:

“Sebagai sebuah masyarakat, kami tentu ingin merdeka sepenuhnya. Tapi saat ini, yang kami miliki hanyalah dukungan internasional untuk solusi dua negara. Maka itu yang kami tempuh. Intinya, solusi dua negara bagi kami adalah temporary goal (matlamat sementara), bukan ultimate goal (bukan matlamat akhir).” 

Jawaban itu menutup semua keraguan

Hā∆mā§ dan Fatah—meski jalan perjuangan mereka berbeza—tetapi, sama-sama ingin satu hal: Kemerdekaan penuh.

Tapi keduanya juga tahu: Dalam dunia yang dikendalikan oleh kekuatan luar -- idealisme saja tidak cukup. Harus ada strategi. Harus ada pijakan realiti.

Dan kerana itulah, perjuangan mereka patut kita fahami—bukan dihakimi.

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Semangat Mempertahankan Pālësṭīne Bukan Emosi Kosong#3">

PERNYATAAN PRESIDEN  PRABOWO:SUBIANTO  SAATNYA KITA BERFIKIR TENANG.

Kalau kita sudah membaca sejauh ini, menyelami lapis demi lapisan realiti politik Pālësṭīne, maka kita harusnya mulai faham: Naratif pemerintah Indonesia selama ini bukanlah naratif asing bagi rakyat PālësṭīneBahkan -- itu adalah naratif yang mereka sendiri suarakan.

Jujur saja, saya bukan pemilih Pak Prabowo dalam pemilu/p-raya kemarin. Tetapi kali ini, saya ingin kita berfikir lebih tenang dan jernih. Jangan sampai keharmonisan langkah antara kita dan pemerintah dalam menyuarakan kemerdekaan Pālësṭīne malah dirusak— atau bahkan sengaja dibenturkan /dipertikaikan—oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan minimnya literasi politik (kekurangan celik politik) umat tentang peta konflik ini.

Saya yakin, Pak Prabowo dan jajaran pemerintahannya juga tidak ingin genocide ini terus berlanjut.

Tetapi pertanyaannya:
Apa yang bisa beliau bawa ke meja internasional untuk menekan Isrāhell Laknatullahi "Alaihim agar menghentikan genocidenya?

Salah satunya adalah: mengangkat naratif kemerdekaan Pālësṭīne di tengah wacana normalisasi.

Agar suara Indonesia lebih didengar. Agar kita punya bargaining position (kedudukan tawar-menawar) yang nyata. Tetapi tetap: yang diutamakan adalah "kemerdekaan Pālësṭīne". Bukan "normalisasi hubungan dengan Isrāhell"

Inilah yang membezakan Indonesia dengan negara-negara “pengkhianat” lainnya. Negara-negara yang dengan mudahnya menormalisasi hubungan, tanpa memberikan sikap tegas dan jelas tentang keberpihakan mereka terhadap Pālësṭīne.

Indonesia tidak boleh ikut masuk ke gerbong pengkhianatan itu.

Sekarang, sebagai warga negara yang sadar dan peduli, tugas kita adalah mengawal. Memantau. Menekan dengan cara konstitusional (berperlembagaan).

Bukan dengan caci maki tanpa dasar. Tetapi dengan pemahaman mendalam:
Bahwa two state solution memang bukan cita-cita akhir. Tetapi temporary goal yang bisa jadi batu loncatan diplomatik.

     Maka -- mari kita kawal:
  • “Jangan dulu bahas kedutaan besar Isrāhell di Jakarta!”

    Tetapi bahas bagaimana menghentikan genocide di Gāzā.

    Bahas bagaimana memaksa Isrāhell menandatangani pengakuan terhadap Pālësṭīne sebagai negara merdeka — dengan segala konsekuensinya.
Kemudian -- tahukah Anda apakah akibat besar (konsekuensi besar ) yang harus ditanggung oleh Isrāhell jika mereka benar-benar mengiktiraf /mengakui Pālësṭīne sebagai sebuah negara?

  • Mereka tidak boleh lagi sewenang-wenangnya membina tembok sekatan/blokade di mana-mana kawasan/wilayah Pālësṭīne.
  • Mereka mesti menerima bahawa Pālësṭīne mempunyai hak ke atas sempadannya sendiri - sama ada darat - laut -- atau udara.
  • Mereka mesti membebaskan beribu-ribu tahanan Pālësṭīne yang dipenjarakan sewenang-wenangnya.
  • Mereka mesti membenarkan Pālësṭīne mempunyai pasukan polis dan tentera yang bebas (militer yang independen)—berdaulat sepenuhnya untuk menjaga tanah airnya sendiri.
  • Dan perkara yang paling sukar -- Inilah perkara yang paling mereka takuti:
Isrāhell harus membongkar puluhan ribu unit rumah pemukim ilegal / haram yang mereka bangun di atas tanah Pālësṭīne sejak 1967.
Itulah kenapa two state solution hari ini—jika dijalankan dengan benar dan penuh justru adalah kekalahan besar bagi Isrāhell.

Kekalahan diplomatik yang menghancurkan, sebelum mereka menghadapi kehancuran total kelak.  [HSZ]


Kuala Lumpur, Isnin 02 June -2025 M //
                                    06 - Zulhijjah 1446 H

Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor:  Helmy El-Syamza


Follow me at;
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz


   RELATED POST



No comments:

Post a Comment