PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3

 
<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3">

PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3  

Taufan Al-Aqsha telah mengguncang tembok benteng mereka. Sekarang, giliran kita mengguncang tembok-tembok penjajahan yang masih bercokol di negeri-negeri Muslim.
<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3">


  FORTUNA MEDIA -- 
BAGAIMANA MINDSET SESAT ITU MENYEBAR DI TUBUH UMAT?

  Pertanyaan besar lainnya yang selama ini menghantui saya adalah:

 Bagaimana mungkin mindset sesat bahwa Pālësṭīne, hanya memerlukan donasi/derma” hinggaa begitu menjamur/merebak di tubuh Umat Islam?

 Kita tentu tidak menutup mata--bahwa serangan pemikiran dalam perang ideologi yang dilancarkan oleh Barat terhadap umat Islam sangatlah masif, terstruktur, dan sistematik. Dari kurikulum pendidikan, tayangan media, sampai naratif politik — semuanya diarahkan untuk melemahkan ikatan umat terhadap identitinya sendiri, termasuk terhadap isu Baitul Maqdis.

 Dan memang-- itu pekerjaan besar. Pekerjaan jangka panjang. Homework berat yang tidak bisa diselesaikan dalam satu malam.

  Namun ada satu jalur penyebaran mindset keliru ini yang justru lebih dekat -- lebih sederhana, dan — mohon maaf — melibatkan kita sendiri.

  Ketika Konsep Kajian Palestina Terjebak dalam Propaganda Zionis

  Salah satu alasan kenapa pola fikir bahwa “kita adalah donatur dan mereka adalah penerima manfaat” begitu mengakar. Adalah kerana — sadar atau tidak — itulah pesan yang selama ini dibentuk oleh sebagian besar kajian-kajian tentang Pālësṭīne--di tanah air-Indonesia. Dan ini adalah otokritik/self-criticism keras untuk kami-- para aktivis LSM dan pegiat isu Pālësṭīne di Indonesia.

  Saya tidak sedang membicarakan siapa yang benar atau salah. Saya hanya mengajak kita semua bercermin.

  Selama ini, konsep kajian Pālësṭīne — khususnya di Masjid-Masjid — lebih banyak dibentuk dengan orientasi materialistik berbanding education/pendidikan. Fokus utama para penyelenggara sering kali adalah pengumpulan donasi. Sementara porsi education sangat minim -- bahkan seringkali jauh dari kata “mendalam”

  Niat Baik Tidak Cukup -- Harus Disertai Perbuatan Baik

  Kajian yang berformat “money oriented” inilah yang secara tidak sadar membentuk stigma bahwa hubungan kita dengan Pālësṭīne adalah relasi donatur/hubungan penderma dan penerima manfaat.

  Saya (penulis-red) tahu ini kerana saya pernah menjadi “talent” dari berbagai LSM/NGO dalam acara-acara kajian seperti itu.

  Mohon maaf-- tapi kenyataannya banyak dari penyelenggara tidak benar-benar memikirkan:
  Mindset apa yang akan tertanam di 
benak/otak jamaah saat mereka pulang dari kajian?

  Apakah mereka pulang dengan ilmu yang menggugah? Dengan semangat perjuangan? Dengan pemahaman mendalam bahwa mereka adalah bagian dari barisan perlawanan global? Atau justru hanya merasa lega kerana telah menyumbang, dan menganggap tugasnya terhadap Pālësṭīne telah selesai?  Inilah keresahan saya!

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3">

 EDUCATION, BUKAN SEKADAR FUNDRAISING

  Sejak saya dievakuasi dari Gāzā - Pālësṭīne oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia pada November 2023, saya bertekad untuk mengubah pola ini.

  Setiap kali saya menerima undangan menjadi pemateri-- speaker di acara bertema
Pālësṭīne — khususnya di Masjid —saya tegas memberikan syarat kepada panitia:
“Saya tidak akan hadir di acara yang di sepanduknya tertulis: ‘Siapkan InfaqTerbaik’, atau ‘Ayo Berdonasi untuk Pālësṭīne’ ”
  Bukan kerana saya antidonasi-anti derma. Tapi kerana saya ingin mengembalikan fokus kajian kepada intipatinya/esensinya: PENDIDIKAN/EDUCATION.

  Biasanya, saya sampaikan bahwa transparansi/ketelusan dan informasi donasi/derma akan tetap saya bahas di 5–10 minit terakhir.

  Tetapi inti dari kajian ini haruslah membentuk kesadaran — bukan hanya menggugah emosi. Apalagi jika acara dilakukan di Masjid — rumah Allah Ta'ala. Saya pribadi merasa kurang sesuai/patut jika sesi pendidikan justru dipenuhi dengan format lelong atau seruan donasi berulang-ulang.

  Saya Khawatir...
 Saya khawatir, kalau konsep kajian Pālësṭīne terus dibiarkan berada dalam template “fundraising-oriented”. Maka umat akan terus pulang dari kajian dengan perasaan palsu bahwa mereka telah menunaikan kewajiban.

 Cukup menyumbang lima puluh ribu -- seratus ribu rupiah, lalu berkata dalam hati:
“Alhamdulillah, sudah gugur kewajiban saya untuk Pālësṭīne.” Padahal belum!.

Jauh dari selesai. Kerana mereka Pālësṭīne tidak memerlukan hanya donasi kita — mereka perlukan kesadaran kita. Mereka perlu kita sadar bahwa kita ini satu tubuh.
Bahwa kita ini korban yang sama. Dan bahwa perjuangan ini bukan soal harta — tapi soal harga diri umat. [HSZ]

To be Continued.....

Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor:  Helmy El-Syamza


Follow me at;
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz

 TAGS :  BAITUL MAQDIS  Pālësṭīne  Gāzā  

 RELATED POST

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-3">


No comments