PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-1
PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-1
FORTUNA MEDIA -- INCONSISTENCY UMAT DALAM PERJUANGAN BAITUL MAQDIS
- Muqaddimah: Kita akan memulai diskusi ini dari sebuah titik temu yang kita sepakati bersama: "Inconsistency --tidak konsistennya Umat dalam perjuangan mengembalikan Baitul Maqdis".
- Inilah masalah utama yang-- pada akhirnya, menjadi akar dari bencana kemanusiaan terbesar yang tengah melanda dunia hari ini. Tanah-Bumi Baitul Maqdis adalah pusat keberkahan alam semesta. Ia bukan sekadar wilayah geografik. Melainkan titik poros spiritual dan historis yang semestinya berada di bawah kontrol Umat Islam.
Sejarah mencatat-- bahwa kekuatan dan soliditi Umat Islam dalam menguasai Baitul Maqdis selalu menjadi parameter dan barometer kekuatan Umat Islam dalam mengontrol dunia. Bahkan bukan hanya Umat Islam — seluruh peradaban dan imperium/empayar besar pun membuktikan hal yang sama: Siapa yang menguasai tanah-bumi itu. Maka ia menguasai dunia.
Dan bukan hanya itu.
Ketika tanah-bumi itu berada dalam keadaan stabil-- aman- dan tentram — Maka seluruh alam akan merasakan pantulan keberkahannya. Stabilitinya menjadi kestabilan dunia. Keamanannya menjadi keamanan umat. Ketenangannya menyebar menjadi ketenangan peradaban.
Sebaliknya -- jika tanah bumi itu dikotori oleh najis ideologi dan dikuasai oleh tirani yang zalim. Maka kehancurannya akan menjalar ke segala penjuru. Dunia akan diselimuti oleh sistem-sistem busuk yang mengabdi pada kebatilan. Tokoh- tokoh jahat akan naik ke permukaan. Dan seluruh umat akan hidup di bawah bayang-bayang kegelapan global
Baitul Maqdis bukan hanya cermin kekuatan umat — ia adalah barometer kesihatan dunia. Dan hari ini -- dunia sedang demam tinggi kerana tanah-bumi itu sedang diracuni oleh penjajahan z10nis--f4sis terkutuk Laknatullahi 'Alaihim.
Kerana selama kita masih terjajah dari segi pemikiran. Maka kita akan terus gagal memahami akar persoalan. Dan selama akar persoalan tidak difahami, semua yang kita lakukan hanya akan jadi reaksi sesaat bukan langkah strategik menuju pembebasan
Dalam risetnya, Dr. Ahmad Naufal — seorang ahli tafsir kontemporer asal Pālësṭīne yang kini berdomisili di Jordan — menemukan bahwa sepertiga isi Al-Qur’an berkaitan dengan Baitul Maqdis. Artinya, lebih dari 2.000 ayat dalam Al-Qur’an membahas langsung atau tidak langsung tentang tanah-bumi suci ini.
Dan ini yang paling mencengangkan: Majoriti ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat Makkiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah.
Apa artinya? Ini adalah signal Ilahi dari Allah Ta‘ala kepada para hamba-Nya bahwa pentingnya tanah-bumi ini bukan hanya menyangkut wilayah-- geopolitik, atau strategi militer — Tetapi menyangkut inti dari risalah Islam itu sendiri: 'Aqidah'.
Sebagaimana kita ketahui-- tema besar ayat-ayat Makkiyah adalah Aqidah: Tauhid-- Hari akhir, Risalah. Maka ketika ayat-ayat tentang Baitul Maqdis diturunkan di fase Makkah, ini bukan kebetulan. Ini adalah pesan tegas:
Perjuangan membebaskan Baitul Maqdis adalah bagian dari Aqidah.
Memperjuangkan tanah-bumi Syam ini bukan urusan opsional/pilihan. Ini adalah perkara prinsip--sebesar keyakinan kita pada ke-Esaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Hari Kebangkitan. Dan ke-Rasulan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Semakin dalam umat ini memahami nilai dan makna (value) dari tanah-bumi suci tersebut. Maka akan semakin besar usaha (effort) yang siap mereka curahkan untuk menjaganya.
Sebaliknya-- ketika pemahaman ini berhasil dicabut dari benak-fikiran umat, Maka hilanglah sensitiviti--semangat. Dan gairah dalam memperjuangkannya.
Inilah sebabnya mengapa langkah pertama yang dilakukan musuh-musuh kita untuk melemahkan ikatan antara Penjajahan pemikiran — yang dilakukan oleh para orientalis Barat terhadap kaum Muslimin — menjadi prasyarat utama sebelum penjajahan fisik dan tanah-bumi Syam.
MENGAPA UMAT ISLAM TIDAK KONSISTEN MEMBELA BAITUL MAQDIS?
Ini adalah pertanyaan saya selama lebih dari satu dekade hidup di Gāzā--Pālësṭīne. Saya (penulis-red) yakin-- ini juga menjadi pertanyaan banyak Kaum Muslimin di luar sana.
Namun-- ada perbezaan besar antara bertanya dari jauh—dan bertanya sambil dihujani b0m dari langit-- oleh jet-jet tempur Z10n1s. Dan diserang tank-tank dari darat. Dan menyaksikan anak-anak syahid di depan mata.
Ini bukan pertanyaan retorik-- Ini jeritan kami. Saya, dan lebih dari dua juta penduduk Gāzā-- telah menanyakan hal ini berulang kali dalam sepi yang berdarah.
Dan baru setelah saya mulai kembali menyusuri Masjid-Masjid, Kampus-kampus, Sekolah. Dan forum-forum diskusi di Negeri Muslim terbesar di dunia — barulah saya memahami akar dari jawaban yang selama ini saya cari.
Ternyata-- inkonsistensi/tidak konsisten umat ini lahir dari kesalahan mendasar dalam cara pandang (mindset). Mindset yang keliru dalam melihat hubungan mereka dengan isu Baitul Maqdis.
Majoriti umat Islam- terutama di Indonesia. Masih memandang hubungan mereka dengan Pālësṭīne seperti relasi antara donatur dan penerima manfaat.
Bagi mereka, Pālësṭīne adalah tempat untuk menyalurkan bantuan. Sebatas ladang sedekah. Sebatas tempat mengirim logistik dan infak-- lalu selesai.
Ini adalah kesalahan besar yang nyaris menjadi kesefahaman umum.
Umat Islam memperlakukan krisis di Pālësṭīne layaknya bencana alam —seperti banjir-- gempa-- atau longsor. Mereka simpati-- mereka bantu, Tetapi hanya sementara. Begitu media tidak lagi meliput-- atau isu baru bermunculan-- maka perhatian pun menguap
Padahal, bencana di Baitul Maqdis bukan bencana musiman. Ini adalah bencana harian. Bulanan. Tahunan. Bahkan ber-abad. Sudah lebih dari 80 tahun lamanya.
Zionisme adalah bencana yang paling konsisten di zaman moden ini. Dan Umat Islam justru menjadi pihak yang paling tidak konsisten dalam meresponsnya.
Input informasi yang keliru tentang akar masalah berakibat pada cara pandang yang keliru terhadap hubungan kita dengan tanah-bumi suci ini. Dan cara pandang yang keliru pasti akan berujung pada sikap--naratif.. Hingga solusi/penyelesaian yang keliru pula.
Selama umat masih merasa diri mereka sebagai “pemberi bantuan”. Dan warga Baitul Maqdis sebagai “penerima manfaat”. Maka jangan pernah berharap akan lahir perjuangan yang konsisten
Selama umat mengira bahwa masalah di Pālësṭīne hanyalah konflik/teritorial wilayah biasa -- sekadar penjajahan atas sebidang tanah. Maka jangan pernah berharap kita akan mampu melahirkan solusi yang benar.
Kerana ini bukan semata soal tanah. Ini bukan sekadar soal konflik dua bangsa.
Ini adalah soal identiti umat. Soal aqidah. Soal warisan Nubuwah. Dan selama umat tidak menyadari hal ini —perjuangan kita akan selalu terombang-ambing oleh musim-- oleh emosi-- oleh trending topic. [HSZ]
To be Continued.....
Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz TAGS : BAITUL MAQDIS Pālësṭīne Gāzā
No comments
Post a Comment