PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-2
PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-2
FORTUNA MEDIA --DUA PESAN SYAHID ISMAIL HANIYA
- Ada dua pesan penting yang disampaikan langsung oleh syahid Ismail Haniyah dalam pertemuan terakhir kami di Istanbul tahun 2021 silam.
- Pertama, bahwa masalah di Pālësṭīne bukanlah masalah teritorial/wilayah, perebutan tanah, atau konflik antara dua negara. Dan kedua, bahwa kita — Umat Islam — adalah korban/mangsa, dan korban tidak meneriakkan naratif 'kepedulian dan solidariti'
- Inilah dua pesan fundamental yang seharusnya mengguncang cara pandang kita selama ini.
Artikel ini lanjutan dari: PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-1
Salah satu alasan paling mendasar mengapa berbagai diskusi dan pertemuan internasional tentang masa depan Pālësṭīne selalu berujung buntu. Adalah kerana pemahaman keliru yang masih diyakini oleh sebagian besar umat Islam: bahwa konflik Pālësṭīne hanyalah perselisihan batas wilayah atau penjajahan biasa antara dua negara.
Padahal, kalau kita mahu jujur, kalau kita benar-benar membuka mata dan membaca ulang sejarah geopolitik moden-- kita akan sadar bahwa konflik di Pālësṭīne bukan soal dua bendera-- dua presiden--atau dua wilayah.
Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Abdul Fattah Al-Uwaisi dalam bukunya "Langkah Strategis Pembebasan Masjid Al-Aqsa", beliau menegaskan:
"Isr@hell bukanlah sebuah negara. Isr@ell adalah projek strategik kolonial Salibis Barat." Pernyataan ini didukung oleh analisis Samuel P. Huntington dalam Clash of Civilizations, yang menyebut:
"Isr@hell adalah frontier state," sebuah pos terdepan dari peradaban Barat yang sengaja ditanam di jantung dunia Islam, untuk satu tujuan besar: 'Menghalangi kebangkitan peradaban Islam'.
Dan fakta ini membawa kita pada pesan kedua Ismail Haniyah: "Kalian, umat Islam, bukan penonton di luar ring. Kalian adalah korban langsung dari rencana jahat Barat ini".
Sayangnya, majoriti umat hari ini masih mengira posisi mereka adalah orang luar yang sekadar peduli. Mereka masih mengangkat naratif solidariti dan donasi, seolah-olah yang terjadi di Pālësṭīne hanyalah tragedi kemanusiaan jauh di Negeri antah berantah.
Padahal kitalah korban yang sebenarnya. Kita berada di ring yang sama-- di parit yang sama-- di arena yang sama, hanya saja kita sudah KO lebih dulu sebelum sempat melawan, sementara Gāzā - Pālësṭīne masih bertahan dengan sisa-sisa nafas terakhirnya.
Isr@hell dan para pemimpin Barat sebenarnya tidak pernah menyembunyikan tujuan mereka.
Isr@hell dan para pemimpin Barat sebenarnya tidak pernah menyembunyikan tujuan mereka.
Mereka terbuka, gamblang (clear/jelas) bahkan sangat terang-terangan dalam menyatakan mengapa mereka perlu mempertahankan Isr@hell, dan apa fungsinya dalam skim besar projek peradaban mereka.
José María Aznar, mantan Perdana Menteri Sepanyol, secara eksplisit/tegas menyatakan pada tahun 2010: “Kalau Isr@hell runtuh, maka kita semua akan runtuh.
Joe Biden, mantan Presiden Amerika Syarikat, bahkan dua kali berkata: “If there were not an Israel, the United States would have to invent one.” (Jika Isr@hell tidak ada, maka Amerika harus menciptakannya.)
Pernyataan pertama disampaikan Joe Biden pada 22 April 2008, di hadapan AIPAC- (Organisasi Jewish Amerika)
Dan ia mengulanginya lagi pada 30 April 2015, dalam acara perayaan Hari Kemerdekaan Isr@hell.
Mereka tidak pernah malu-malu mengungkapkan posisi strategik Isr@hell sebagai benteng utama peradaban Barat. Mereka tidak menutup-nutupi bahwa kekuatan mereka berdiri di atas projek ini.
Justru kita-lah yang selama ini terlalu lalai. Terlalu lengah. Terlalu lambat membaca gelagat. Dan terlalu sibuk menenangkan hati dengan naratif-naratif “kemanusiaan” yang justru semakin menjauhkan kita dari akar persoalan yang sebenarnya.
Jika kita telah sepakat bahwa Isr@hell adalah projek strategik kolonial Salibis Barat. Maka kita juga harus mengakui bahwa target utama mereka bukan hanya rakyat Pālësṭīne — tapi seluruh umat Islam di dunia.
Mereka yang membombardir Gāzā - Pālësṭīne, adalah juga mereka yang menghancurkan moral--iman. Dan masa depan generasi Muslim di Indonesia dan Negeri-negeri Muslim lainnya.
Musuh Gāzā dan musuh kita adalah kekuatan yang sama. Yang membezakan hanyalah cara mereka menyerang.
Di Gāzā - Pālësṭīne, mereka datang dengan jet tempur-- artileri-- dan embargo.
Di Indonesia dan Negeri-Negeri Islam lainnya, mereka menyerang lewat sistem pendidikan -- industri hiburan -- gaya hidup -- finansial -- farmasi -- politik, dan makanan.
Kalau kita mahu jujur, dan menganalisa lebih dalam problem yang melilit umat Islam di Indonesia serta Negeri-Negeri Muslim lainnya. Maka kita akan menemukan bahwa di balik itu semua-- ada jejak lobi Z10n1s F4sis yang merusak pilar-pilar bangsa ini dari dalam.

TAUFAN AL-AQSHA: ALARM KEBANGKITAN
Inilah mengapa serangan balasan 7 Oktober 2023 — Operasi Taufan Al-Aqsha — harus menjadi momen penting bagi kita. Bukan hanya membangunkan dunia, tapi membangunkan kita semua.
Kalau umat Islam sadar bahwa mereka adalah korban-- bukan sekadarpenonton. Maka mereka akan mulai melawan — bukan lagi hanya“membantu.”
Kita harus melawan:
- Di bidang pendidikan -- dengan membangun kurikulum Islam yang membentuk kepribadian Qurani.
- Di bidang ekonomi -- dengan meninggalkan sistem riba dan membangun ekonomi berbasis syariah.
- Di media -- dengan naratif yang membela kebenaran dan mengangkat suara Umat.
- Di bidang politik -- dengan memilih dan mendukung pemimpin yang tunduk kepada Allah Azza Wa Jalla, bukan kepada global corporation.
- Di gaya hidup -- dengan menolak seluruh nilai yang bertentangan dengan iman — dari pakaian -- tontonan -- hingga cita-cita.
Taufan Al-Aqsa telah mengguncang tembok benteng mereka. Sekarang, giliran kita mengguncang tembok-tembok penjajahan yang masih bercokol di negeri-negeri Muslim. [HSZ]
To be Continued.....
Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz
TAUFAN AL-AQSHA: ALARM KEBANGKITAN
Inilah mengapa serangan balasan 7 Oktober 2023 — Operasi Taufan Al-Aqsha — harus menjadi momen penting bagi kita. Bukan hanya membangunkan dunia, tapi membangunkan kita semua.
Inilah mengapa serangan balasan 7 Oktober 2023 — Operasi Taufan Al-Aqsha — harus menjadi momen penting bagi kita. Bukan hanya membangunkan dunia, tapi membangunkan kita semua.
Kalau umat Islam sadar bahwa mereka adalah korban-- bukan sekadar
penonton. Maka mereka akan mulai melawan — bukan lagi hanya
“membantu.”
Kita harus melawan:
- Di bidang pendidikan -- dengan membangun kurikulum Islam yang membentuk kepribadian Qurani.
- Di bidang ekonomi -- dengan meninggalkan sistem riba dan membangun ekonomi berbasis syariah.
- Di media -- dengan naratif yang membela kebenaran dan mengangkat suara Umat.
- Di bidang politik -- dengan memilih dan mendukung pemimpin yang tunduk kepada Allah Azza Wa Jalla, bukan kepada global corporation.
- Di gaya hidup -- dengan menolak seluruh nilai yang bertentangan dengan iman — dari pakaian -- tontonan -- hingga cita-cita.
Taufan Al-Aqsa telah mengguncang tembok benteng mereka. Sekarang, giliran kita mengguncang tembok-tembok penjajahan yang masih bercokol di negeri-negeri Muslim. [HSZ]
To be Continued.....
Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz
No comments
Post a Comment