Semangat Mempertahankan Pālësṭīne
Bukan Emosi Kosong#1
FORTUNA MEDIA - Prabowo, solusi dua negara dan ujung perjuangan Pālësṭīne
- Kita kembali ramai memperdebatkan wacana pemerintah Indonesia kini disuarakan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mengakui/ikhtiraf Isrāhell — dengan syarat: "Berikan Pālësṭīne Kemerdekaannya."
- Tetapi pertanyaannya: kenapa banyak dari kita baru kaget sekarang -- seolah ini perkara baru? Bukankah sejak dulu, sejak era para pendiri bangsa -- Indonesia memang menganut two-state solution dengan syarat utama: Kemerdekaan penuh bagi Pālësṭīne?
- Para juru bicara presiden dan para menteri luar negeri pun secara konsisten menyampaikan bahwa Indonesia mendorong solusi dua negara -- Bukan sebagai bentuk kompromi dengan penjajah. Tetapi sebagai bentuk diplomasi strategik demi membuka ruang kemerdekaan bagi Pālësṭīne.
- Namun, apa sebenarnya makna "kemerdekaan Pālësṭīne"?
- Apakah itu berarti 10 juta pemukim haram Yahudi harus angkat kaki dari tanah jajahan itu?
Apakah itu realistik?
Bagaimana sikap warga Pālësṭīne sendiri terhadap realiti ini? - Dan sebagai rakyat Indonesia yang punya sejarah panjang dijajah. Bagaimana seharusnya kita menyikapi naratif ini dengan jernih/jelas dan strategik?
- Dalam konten kali ini, saya (penulis-red) akan membahas semuanya — lengkap, tajam, dengan sudut pandang geopolitik dan pengalaman pribadi saya hidup di jantung penjajahan: Bumi Gāzā.
Aku (penulis-red) hijrah ke Bumi Gāzā bukan kerana ikut-ikutan. Bukan kerana bujukan media.
Tetapi kerana prinsip hidup—yang sejak kecil ditanamkan oleh keluargaku dan guru-guru di pondok pesantren: Setiap manusia, terutama Muslim, wajib membela/ mempertahankan Pālësṭīne. Wajib memperjuangkan kemerdekaannya.
Total. Seutuhnya. Tanpa kompromi.
Siapa pun yang berfikir jernih akan sepakat: Penjajahan itu mutlak salah. Tidak bisa dinegosiasikan (Ia tidak boleh dirunding).
Tidak ada sejengkal pun tanah yang boleh diambil paksa dan dianggap halal hanya kerana peta atau kekuatan. Israel menjajah tanah Pālësṭīne, dan kita semua tahu itu.
Sebagai bangsa yang pernah dijajah Belanda selama ratusan tahun -- Kita tentu lebih dari siapa pun memahami: Kemerdekaan itu harus utuh, tidak setengah-setengah (Kemerdekaan mesti lengkap, bukan separuh hati).
Isrāhell vs Pālësṭīne bukan begitu. Bukan G to G. Ini bukan konflik dua negara.
لتخطيط االستراتيجي للتحرير القادم للمسجد"
"األقصى المبارك
(Projek Penjajahan Tentera Salib/Salibis Strategik Barat)
- Gold (kekayaan/emas)
- Glory (kejayaan politik)
- Gospel (misi dakyah agama)
Bagi mereka, yang ada hanya satu negara:
Milik mereka. Tanpa sisa. Tanpa rakyat lain. [HSZ]
Kuala Lumpur, Sabtu, 31 Mei -2025 M //
4 -Zulhijjah 1446 H
Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz
VIDEO:
No comments:
Post a Comment