KISAH SUFI, SANG KYAI [21]
KISAH SUFI, SANG KYAI [21]
- Pada siri yang ke-20 Sang Kyai dikatakan mendapat jemputan spesial makan siang oleh Mbak Lina di Toko Butiknya. Mbak Lina, wanita cantik lagi menawan tersebut.
- “Aku kembali dulu ke tempat kerjaku ya… dan
terimakasih atas belanja makan siangnya.” kata Sang Kyai sambil
bangkit dari kursi.
- Mbak Lina mencium tangan Sang Kyai biarkan saja dan Mbak Lina menempelkan tangan ke pipinya. Sang Kyai segera beranjak kembali ke tempatnya bekerja.
FORTUNA MEDIA - Setelah pulang kerja, Aku dan kedua temanku mampir di warung bubur kacang hijau,
“Aku besok jadi pulang.” kataku.
“Pulang? Lha, terus kerjaanmu di Toko Sepatu Bata bagaimana?” tanya Edy.
“Aku sudah keluar, tadi waktu tutup toko.” jelasku.
“Wah, jadi besok pulang betul? Sudah pasti?” yakin Ikram.
“Ya sudah pasti.” jelasku.
“Terus Mbak Lina bagaimana?” tanya Edy.
“Bagaimana apanya?” tanyaku balik.
“Apa kamu sudah pamit dengannya?” tanya Edy lagi.
“Ya, nanti kan kamu yang pamitkan kan bisa, ya, itu juga kalau dia tanya, kalau tidak nanya ya, tidak usah, kan Aku tidak ada hubungan apa-apa sama dia.” kataku menjelaskan.
“Ya, sudah nanti aku yang omong.” sela Ikram.
“Aku minta maaf, jika Aku menyulitkan kalian selama ini. Juga terima kasih atas kebaikan kalian berdua padaku, Aku amat berhutang budi pada kalian berdua.” kataku ketika kami sudah masuk ke gang menuju tempat kami berdua tinggal. Tiba-tiba kedua temanku itu memelukku dan menangis,
“Tidak Yan.. kami yang merasa berhutang budi amat banyak, selama ini kami telah kamu bimbing tanpa kamu pernah memerintahkan kami melakukan suatu ibadah apapun, tapi kamu mencontohkan, bagaimana berbudi pekerti, sehingga kami melihat hasil, bukan sekedar bicara omong kosong, kami selama hidup belum pernah menemui teman sebaik dirimu, Aku yang biasanya malas sholat, sekarang sudah tak pernah ku tinggalkan, kami berterima kasih sekali Ian.” kata Edy.
“Iya benar, kamu telah memberi contoh, bagaimana kami harus berbuat, sehingga manusia disayangi manusia lain.” tambah Ikram sambil sekali-kali menyedot ingusnya yang mbeler (meleleh).
“Sudah-sudah, pemuda gagah macam kalian masak menangis, tuh tidak enak dilihat orang yang lewat.” kataku segera berjalan duluan melepas pelukan mereka berdua.
RELATED POST
PUISI ; Nyanyian Gugur Bunga Bunga Flamboyan
PUISI; Dalam Epilog Cinta Terlarang
Esoknya setelah Sholat Subuh, Aku naik bus jurusan Surabaya-Gresik, turun di Terminal Osowilangun, dari terminal Osowilangun ganti bus jurusan Bojonegoro, sampai rumah sudah hampir Maghrib. Pagi esoknya, Karim mencariku, Karim adalah pegawainya Pak Abdullah.
“Sudah seminggu aku mencarimu Yan…, semalam tahu khabar kamu pulang, jadi aku langsung ke sini.” jelas Karim.
“Wah, sampai seminggu, memangnya ada apa, kayak penting banget?” tanyaku heran.
“Aku disuruh Pak Abdullah, ini ku telpon kan,” kata Karim menyerahkan phone nya kepadaku.
“Assalamu'alaikum, bagaimana kabarnya nih?” suara Pak Abdullah di handphone.
“Wa'alaikum salam Pak, Alhamdulillah baik.” jawabku.
“Ku dengar baru pulang dari Surabaya? Sedang apa di sana?” tanya Pak Abdullah.
“Ah, biasa mencari-cari yang belum dapat.” jawabku sekenanya.
“Kenapa masih cari-cari juga, Itu Adikku mbok dinikahi”
“Hm gimana ya…”
“Kok gimana- gimana, wah jangan-jangan tak bisa bangun.” kata Pak Abdullah, memang kalau bercanda suka omong apa adanya.
“Weh, kata siapa tidak bisa bangun?” celetukku.
“Ya, siapa tahu, nyatanya tidak berani nikahi Adikku.”
“Siapa yang bilang tidak berani?”
“Lha, buktinya..” Wah, kayaknya Aku mahu dipojokkan.
“Jangan-jangan sudah jadi ikan asin, mengering, hahaha…"😁
“Sudah-sudah… mana adiknya biar ku nikahin.” kataku terpancing dengan pancingannya.
“Ya, datang saja ke Jakarta.”
“Ya kapan?”
“Besok biar diantar Karim.”
“Baik, siapa takut?”
“ Ya sudah, kasihkan Handphone nya ke Karim biar aku omongi dia.” Handphone ku kasihkan Karim, dan sebentar dia bicara.
“Besok disuruh mengantarmu ke tempat Pak Abdullah.”
“Iya.. Aku siap.” jawabku.
Esoknya Aku berangkat dengan Karim ke Jakarta, naik mobilnya Karim, sampai di Jakarta menginap di kontrakannya Karim, di Daerah Cipinang Indah, malamnya Pak Abdullah menjemputku untuk sowan dan minta izin ke Kyai, sampai di Pesantren jam 3 dini hari, hanya sebentar ketemu Kyai, meminta do’a kelancaran pernikahan, dan setelah Sholat Subuh, Aku dan Pak Abdullah, yang saat itu disopiri Macan, kembali ke Jakarta. Sampai di Jakarta rasanya penat sekali, Aku tidur, sampai waktu Asar. Ada kakak perempuannya Karim main ke kontrakan.
“Dengar-dengar kamu mahu nikah sama Adiknya Pak Abdullah ya Yan?” tanya Mbak Ainun, nama kakaknya Karim.
“Belum pasti Mbak, Aku juga belum pernah lihat orangnya.” jawabku santai. Kakaknya Karim mengeluarkan sesuatu dari tas tangannya, lalu meletakkan di meja depanku.
“Apa ini Mbak?” tanyaku hairan melihat bungkusan kecil.
“Itu dua cincin emas, ku hadiahkan padamu..” kata Mbak Ainun menjelaskan.
“Wah, apa tidak salah Mbak?” tanyaku hairan.
“Salah bagaimana? Lha, kamu kan mahu nikah? Kan bisa kamu jadikan mas kawin.”
“Nikahnya belum pasti kok Mbak, lha, ketemu dan melihat orang yang mahu ku nikahi saja belum.”
“Ya, tidak apa-apa, ini sudah ku berikan padamu, siapa tahu nanti ada gunanya.” paksa Mbak Ainun
“Aku yang seharusnya berterimakasih, Adikku Karim sejak berteman denganmu, Sholatnya jadi rajin.”
“Itu kan hidayah dari Allah Mbak, tak ada hubungannya denganku,” elakku.
“Tapi kan semua ada sababiahnya toh, sudah, itu cincin diterima.”
“Terimakasih sekali Mbak, semoga Allah membalasnya, dengan balasan beribu kali lipat.”
“Aamiin.., sudah aku pamit dulu, moga pernikahannya lancar.” kata Mbak Ainun beranjak dari tempat duduk.
Malamnya, malam Rabu, kami berlima, Aku, Pak Abdullah, Macan sebagai sopirnya, dan Karim, berangkat ke Pekalongan, dalam mobilnya Pak Abdullah sudah ada perempuan, katanya dia kakak dari perempuan yang akan ku nikahi, ku lirik perempuan yang ada di sampingku, mencari gambaran gadis yang akan kunikahi, tapi mobil lampunya tak dinyalakan sehingga gambaran tak ku dapat.
Ah, sudahlah pasrah saja, dari pada mencari gambaran yang tak jelas, Aku sudah dari awal pasrah, bahkan wang 1 perak pun tak ada di sakuku. Segala kebendaan malah menakutkanku. Membuat hatiku bercabang dari ketawaqalanku pada Allah, Tetapi yang jelas Aku memang tak gableg duwit. Jika dibilang nekad, Maka Aku lebih pantas dibilang nekad. Tapi dalam hatiku, Aku hanya ingin membuktikan gerak -gerik kehendak dan perbuatan Allah mengarahkan dan menempatkanku. Jika harus gagal. Maka biarlah gagal. Berarti Aku harus belajar bertawaqal lagi, Tawaqalku, kepasrahanku berarti hanya omong kosong belaka. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Editor; Helmy Network
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
READ MORE
PUISI | Portrait Rohingya, Terhanyut Jelajah Samudera Benua Impian
PUISI, Portrait Rohingya Dibalik Tangisan, Tertindas dan Terasing
ETNIK ROHINGYA BANGSA YANG SELFISH DAN TIDAK TAHU BERSYUKUR
No comments
Post a Comment