PEMETAAN MASALAH DAN SOLUSI UNTUK BAITUL MAQDIS-4
FORTUNA MEDIA -- DUA DAMPAK BURUK DARI KONSEP KAJIAN MATERIALIST
Selain ikut menyumbang pada kerosakan mindset umat dalam mentafsirkan hakikat hubungan antara kita dengan saudara-saudara kita di Pālësṭīne, konsep kajian ke-Pālësṭīnean yang materialistik juga menimbulkan dua dampak/kesan negatif lainnya yang sangat merugikan:
1. Menjamurnya bak cendawan tumbuh bisnis bertopeng donasi, dan
2. Munculnya gerakan pragmatik dalam tubuh umat Islam.
Untuk poin pertama, “bisnis donasi”, saya tidak akan mengupasnya lebih jauh.
Saya yakin, sebagian besar dari kita sudah mulai menyadari fenomena ini.
Namun untuk poin kedua, harus saya bahas secara mendalam, kerana dampaknya sangat luas dan menyentuh akar cara berpikir umat hari ini.
MENTALITI PRAGMATIK — BAHAYA SENYAP DI BALIK KEPEDULIAN

DARI MARTABAT/MARUAH MENOLAK, MENJADI TERPAKSA MENERIMA


Ketika umat Islam diajarkan — secara sadar maupun tidak — bahwa hubungan mereka dengan Pālësṭīne hanyalah hubungan donatur/penderma dan penerima manfaat (benefisiari), tangan di atas dan tangan di bawah, penonton dan tontonan. Maka wajar jika jalan keluar yang mereka fikirkan pun menjadi sempit dan pragmatik.
“Kalau ingin bantu Pālësṭīne ya, cukup kirim donasi/derma. Sembako/Keperluan asas, obat-obatan, dan bahan bangunan.”
Itu saja. Seolah tidak ada opsi/pilihan lain.!
Masyarakat penyumbang derma pun merasa cukup jika bisa melihat warga Gāzā tersenyum sambil mengangkat kardus/kotak bantuan.
Syukur-syukur bila sambil berkata, “Terima kasih kepada para donatur...”
Padahal cara berfikir seperti ini sangat dangkal, dan dalam jangka panjang, berbahaya — bukan hanya untuk efektif/keberkesanan perjuangan, tetapi juga bagi mentaliti rakyat Gāzā itu sendiri.
DARI MARTABAT/MARUAH MENOLAK, MENJADI TERPAKSA MENERIMA
Saya ( penulis-'red ) masih ingat betul, awal tahun 2011, saat pertama kali menjejakkan kaki di Gāzā .
Saya ( penulis-'red ) masih ingat betul, awal tahun 2011, saat pertama kali menjejakkan kaki di Gāzā .
Penduduk tempatan tidak mudah menerima sembako/keperluan asas yang kami
bagikan. Mereka punya martabat/maruah. Mereka punya kehormatan.
Tidak jarang mereka berkata: “Bantuan ini lebih layak diberikan ke rumah sebelah. Kami masih bisa bertahan.”
Itulah Gāzā yang saya kenal. Gāzā yang berwibawa. Gāzā yang tidak menjadikan musibah sebagai alasan untuk merendahkan harga dirinya.
Namun waktu berjalan. Blokade/Sekatan semakin kejam. Umat Islam tertidur semakin lelap. Dan bantuan yang datang selalu dalam format yang sama — sembako/keperluan asas dan lebih banyak keperluan asas.
Tanpa disadari, ini menggerus/menghakis daya tahan mental warga Gāzā . Satu dekade berlalu, mereka mulai terbiasa. Bahkan sebagian mulai terlihat meminta.
Bukan kerana mereka kehilangan martabat/maruah, tapi kerana kita yang membiasakan mereka pada sistem bantuan yang dangkal.
Kita berkontribusi/sumbangan besar dalam menurunkan daya/semangat juang mereka — tanpa kita sadari.
Kita berkontribusi/sumbangan besar dalam menurunkan daya/semangat juang mereka — tanpa kita sadari.
Gāzā Bukan Lokasi Bencana Alam
Masalah di Gāzā bukan gempa bumi. Bukan banjir. Bukan longsor/tanah runtuh.
Tapi penjajahan militer terstruktur dan genociea sistematik. Selama umat
memperlakukan Gāzā seperti wilayah bencana alam. Selama itu pula tidak akan lahir strategi jangka panjang.
“Kalau bantu Gāzā ya cukup kirim sembako/keperluan asas saja.”
Cara berfikir ini harus kita tolak. Kita luruskan!.
Gāzā tidak kekurangan logistik —andai saja Amerika dan Isr@hell tidak mempermainkan jalur kemanusiaan dan opini publik dunia.
Namun kerana umat Islam hanya berfikir pragmatik, dan kerana kajian-kajian/wacana-wacana ke-Pālësṭīnean selalu berujung pada kotak donasi/derma. Strategi Barat pun menjadi sangat mudah: 'Cukup tutup perbatasan'.
Namun kerana umat Islam hanya berfikir pragmatik, dan kerana kajian-kajian/wacana-wacana ke-Pālësṭīnean selalu berujung pada kotak donasi/derma. Strategi Barat pun menjadi sangat mudah: 'Cukup tutup perbatasan'.
Dan benar, ribuan kontainer bantuan akan terjebak/terperangkap di luar Rafah. Makanan akan rosak. Obat kadaluarsa/tamat tempoh (Medicine will expire). Dan misi bantuan gagal total. [HSZ]
To be Continued.....
Author: Muhammad Hussein Gāzā
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz

No comments:
Post a Comment