Gaya Negosiasi Emirate of Islamic Afghanistan Melawan Negara Superpower
![]() |
| Gaya/Style Negosiasi Mujahideen Afghanistan Melawan Negara Superpower |
Gaya Negosiasi Emirate of Islamic Afghanistan Melawan Negara Superpower
بسم الله الرحمن الرحيم- Synopsis -- Make Islam great again! -- Presiden AS, Donald Trump akhirnya mengirimkan sebuah delegasi Amerika ke Kabul-Afghanistan.
- Delegasi itu tampak jelas dengan tanda-tanda kehinaan dan kerendahan, duduk berhadapan dengan para pemimpin Emiriah Islam Afghanistan (Islamic Emirate of Afghanistan), dengan tujuan meminta pembebasan seorang tawanan Amerika.
Delegasi itu mewakili Amerika yang konon “super power”. Namun telah dipermalukan oleh para pejuang Allah Azza Wa Jalla di Emirate of Islamic Afghanistan.
- Mereka datang tunduk kepada syarat-syarat yang ditetapkan oleh pimpinan Emiriah Islam Afghanistan yang menang. Sesuai dengan prinsip dan adab mereka dalam memperlakukan penjajah yang kalah. Tidak ada bendera yang boleh berkibar kecuali bendera Emiriah Islam Afghanistan, dan tidak ada kata yang berlaku kecuali kalimat tauhid.
- Inilah kemuliaan Islam -- keagungan kerana agama. Dan kebanggaan terhadap Aqidah. Di negeri itu, orang Amerika tidak boleh mengucapkan sepatah kata pun kecuali dengan izin dan cara yang dikehendaki oleh para pemimpin jihad Emiriah Islam Afghanistan.
- Semoga Allah senantiasa menjaga kemuliaanmu, Wahai Emiriah Islam Afghanistan (Islamic Emirate of Afghanistan) ❤️
CAKRAWALA NEWS -- Salah satu hal/perkara paling mengagumkan yang kita baca tentang juru-runding pemerintah Emirate of Islamic Afghanistan dengan Negara Superpower Amerika Syarikat adalah bahwa delegasi Mujahideen Afghanistan memiliki syarat dan tradisi sebelum dan selama perundingan.
Misalnya, delegasi Mujahideen Afghanistan mensyaratkan kepada perunding dari kekuatan adidaya/superpower dunia tersebut agar saat masuk shalat lima waktu, rundingan dihentikan sepenuhnya agar delegasi Emirate of Islamic Afghanistan dapat menunaikan shalat.
Hal ini dikuatkan oleh diplomat Negara Qatar, Dr. Abdul Aziz Al-Hurr, yang mengatakan bahwa point pertama dalam agenda perundingan antara delegasi Emirate of Islamic Afghanistan dan Amerika adalah waktu shalat.
Dr. Abdul Aziz Al-Hurr mengatakan bahwa ketika delegasi Emirate of Islamic Afghanistan mendengar suara adzan, ia akan menutup berkas atau telefon di hadapannya, dan segera bangkit untuk shalat, tanpa mempertimbangkan kedudukan, tekanan, atau situasi politik apa pun.
Begitu tingginya kemuliaan Islam dalam diri mereka, delegasi Emirate of Islamic Afghanistan menolak untuk masuk ke ruang perundingan dari pintu yang sama dengan pintu masuk perunding Amerika. Mereka menolak ruangan yang hanya memiliki satu pintu, kerana hal itu akan memaksa mereka masuk melalui pintu yang sama dengan musuh mereka.
Delegasi Emirate of Islamic Afghanistan tidak pernah memasuki ruangan yang hanya memiliki satu pintu sepanjang sejarah konflik mereka, baik dengan penjajah British, Soviet-Rusia, mahupun Amerika, mengingat bahwa detail ini bukan masalah protokol formal, melainkan simbol kesetaraan dan penolakan untuk menerima dominasi atau kesetaraan moral dengan penjajah.
Adapun Mullah Muhammad Umar Rahimahullah, ketika bertemu dengan musuh non-Muslim, beliau menolak untuk menjabat tangan mereka sebagai bentuk kehormatan dan harga diri.
Mustahil bagi non-Muslim untuk memulai salam atau mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
Beliau tidak memberikan salam apa pun kepada musuh non-Muslim, tidak berbasa-basi, dan tidak melakukan apa pun yang akan memberikan mereka harga diri di hadapan kaum Muslimin.
BACA JUGA:
🔹 Mengenang Kemenangan: Emiriah Islam Afghanistan sebagai Contoh Perjuangan Islam
🔹 Media Sebagai Alat Konflik Intelektual antara Emiriah Islam dan Barat
Beliau tidak pernah menjadikan tempat duduk non-Muslim lebih tinggi daripada tempat duduk kaum Muslimin. Bahkan, jika beliau mampu menjadikannya di posisi terendah dalam majelis, beliau akan melakukannya, berdasarkan pandangan konflik beliau yang tidak mengizinkan meninggikan kedudukan musuh di atas kedudukan orang-orang yang beragama dan penduduk negeri Emirate of Islamic Afghanistan.
Beliau memperlakukan musuh secara setimpal sebagaimana musuh memperlakukan rakyat Emirate of Islamic Afghanistan.→ Para musuh yang tidak menghormati jiwa mereka, wanita mereka, tidak mengasihi anak-anak mereka, mahupun orang tua/IbuBapa mereka, kerana beliau memandang orang ini sebagai pembvnoh keluarga, rakan-taulan, dan bangsanya, dan melihatnya sebagai bagian dari mesin pembvnohan dan penjajahan, bukan sebagai individu netral di luar pertempuran.
Kisah-kisah ini, baik kita setuju atau tidak setuju dengan detail dan ketegasannya, mengungkapkan model perundingan yang berbeza secara radikal dari model yang tunduk dan patah semangat yang biasa terjadi di dunia Arab dan Islam dalam banyak pengalaman moden mereka.
Model yang memandang bahwa negosiasi/rundingan bukanlah pintu untuk mengalah → dalam martabat, melainkan arena lain untuk membuktikannya.
Dan bahwa konflik, ketika bersifat eksistensial → tidak dijalankan dengan mentaliti basa-basi dan protokol, melainkan dengan logika kemuliaan, kesetaraan, dan keteguhan pada identiti hingga tingkat akhir pergesekan/pergeseran politik.
📌 Catatan Editor: Artikel ini di adaptasi dan dengan izin di publish untuk website ini--dari http://ya-aqsha.blogspot.com • Media Berteraskan Islam untuk Dakwah Sejarah Islamiyah dan Ke-Pālësṭīnean• "Learn History, Repeat Victory"• [HSZ] ✨🌵
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
facebook.com/helmyzainuddin
CAKRAWALA NEWS:
https://t.me/cakranews
www.tiktok.com/@romymantovani
twitter.com/romymantovani


.jpg)
No comments
Post a Comment