Tarikh 3 September 1260: Tentang Ain Jalut, dan Cara Kita Melihat Krisis Sebagai Peluang
Tarikh 3 September 1260: Tentang Ain Jalut, dan Cara Kita Melihat Krisis Sebagai Peluang
🌿 CAKRAWALA NEWS -- Bayangkan satu zaman dahulu -- ketika umat Islam berada di persimpangan jalan: 'antara kehidupan dan kehancuran'.
Mongol Warriors menyerang daratan Asia -- yang saat itu tuan rumahnya adalah Umat Islam. Mereka membawa api dan darah -- menjajah dan menjarah/merompak (to colonize and plunder), merusak--menghancurkan dan menaklukkan.
Krisis eksistensi/kewujudan ini membuat Umat Islam pada trauma panjang, kehilangan arah. Dan perasaan tak berdaya. Anda bisa menilainya dari sebuah pemandangan: Saat lelaki Muslimin tunduk duduk tanpa perlawanan ketika menghadapi perempuan Mongol yang hanya membawa pis4u.
🌿Serangan Penj4jah ke Qatar, Global Sumud Action dan Tadabbur Sejarah Menggetarkan
Satu - Persatu Negeri Muslim Hancur
Tahun 1219, Negeri Bukhara dan Samarkand luluh lantak.
Tahun 1220, Merv dan Nishapur -- Negerinya Imam Muslim hancur.
Makin lama mereka makin ke barat. Hingga akhirnya mencapai gerbang Baghdad tahun 1258.
Apa yang terjadi kemudian membuat Muslimin di zaman itu benar-benar risau: Kekhalifahan Abbasiyah runtuh setelah berdiri 508 tahun lamanya! Dan khalifahnya wafat!
Coba dibayangkan; Apa mungkin kalau kita hidup di zaman itu -- kita akan benar-benar terguncang?
Namun lihatlah, sebagaimana Ibnu Qayyim pernah mengatakan, "masa sulit itu pasti berlalu -- tidak akan abadi -- meski ia berlangsung lama".
Ibnu Qayyim sendiri hidup saat Kaum Muslimin masih menghadapi Mongol (1292-1350), namun beliau hidup dan menulis kutipan itu, sebab ia adalah generasi yang hidup setelah krisis.
Beliau hidup ketika Kaum Muslimin akhirnya bangkit melawan Mongol -- bahkan kembali menjadi pemimpin dunia.
Dan ada satu peristiwa yang menjadi gong kebangkitan itu-- become the gong of awakening : Pertempuran Ain Jalut, 3 September 1260.
3 September 1260 -- di tengah krisis yang berat itu. Ada segelintir kecil manusia yang memilih harapan.
Mereka adalah Muslimin Mesir -- yang menghadapi pasukan Mongol yang isunya tidak terkalahkan.
Bayangkan, 20 ribu tentara Muslimin Mesir, menghadapi sebuah kekuatan bernama Mongol Warriors yang sudah menaklukkan kekuatan besar di tiga kawasan: Asia Timur (China Utara & Tangut), Asia Tengah dan Barat (Khwarizm -- Abbasiyah -- Ayyubiyah), serta Eropah Timur (Rusia, Poland, Hungary, Balkan). Total, sudah 13 negara yang Mongol libas.
Namun, "Al masha'ib qad tajlibul aja'ib", krisis bisa mendatangkan keajaiban-keajaiban.
Di Lembah Ain Jalut — Pālësṭīne—Bumi Syam -- pada 3 September 1260, bertemulah dua pasukan tentara. Antara Mongol Warriors, dan Mesir yang dipimpin Dinasti Mamalik. Antara Kitbuqa Noyen, yang dihadapi oleh Saifudin Quthuz.
Bertepatan dengan 25 hb Ramadhan 658 H, Allah Azza Wa Jalla mengubah krisis panjang itu menjadi momentum, lewat tangan orang-orang yang beriman, kokoh/kuat -- optimistik. Dan memiliki persiapan terbaik menghadapi tantangan.
Krisis adalah sesuatu yang senantiasa ada dalam hidup -- baik hidup manusia -- sesebuah negara atau pun tamadun/peradaban.
Namun, menariknya krisis tidak selalu berakhir dengan kehancuran.
Ia justru seperti sebuah persimpangan; bisa membuat sebuah negeri hilang, tapi juga bisa membuatnya melesat -- melambung.
Dalam bahasa Mandarin, krisis dibahasakan dengan diksi weiji (危机).
Diksi itu tersusun dari dua kata, 危 (wei) "bahaya", dan 机 (ji) "kesempatan."
Jadi bisa dikatakan, “krisis adalah kesempatan” memang sejalan dengan filosofi dalam pepatah Arab, "musibah bisa mendatangkan keajaiban."
Jika invasi Mongol Warriors adalah krisis yang dihadapi dengan baik oleh Muslimin Mamalik. Maka di era moden Jepun juga menyulap krisis kekalahan 1945 (conjuring up the crisis of the 1945 defeat) menjadi peluang kebangkitan sebagai raksasa teknologi.
Amerika Syarikat (AS) menghadapi The Great Depression (1929–1939) ketika jutaan orang menganggur -- bank bankrap -- industri runtuh. Namun kemudian mereka bangkit lebih kuat lewat reformasi ekonomi -- jaminan sosial-- regulasi/peraturan perbankan yang jadi fondasi kesejahteraan moden di AS.
Kita juga merasakan sendiri bagaimana krisis C0v!d-19 bisa menjadi peluang bagi banyak hal: saat pembatasan fisik justru mempercepat transformasi digital (work from home, e-commerce, telemedicine) dan banyak perusahaan teknologi justru tumbuh pesat.
Maka, jika kini negeri nusantara kita pun di ambang krisis. Kita ada di sebuah persimpangan.
Keadaan yang tak baik-baik saja, adalah justru peluang kita menyibak kabus-- menata langkah dan memilih untuk optimis.
Bisa jadi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala sedang mentakdirkan sesuatu yang besar dari negeri ini. Dan hari-hari ini sebagai mukadimahnya!
Mari berbaik sangka pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala -- jadilah mesin perubahan yang menjaga sesama -- menyuarakan perbaikan dan terbuka pada peluang.
Hari-hari duka ini -- bukan berarti akhir. Ia bahkan mungkin seperti seorang Ibu hamil yang sedang sakit menanti buah hatinya lahir. Ada banyak peluh. Ada banyak penat. Tetapi, kelak akhirnya seorang bayi lahir dan menyuguhkan bahagia bagi setiap orang.
Jangan kehilangan enthusiasm/semangat -- jaga sesama -- bela warga. Dan tolong menolonglah dalam perbaikan bangsa!
📌 Catatan Editor: Artikel ini di adaptasi dan dengan izin di publish untuk website ini--dari gensaberilmu.com• Media Berteraskan Islam untuk Dakwah Sejarah Islamiyah dan Ke-Pālësṭīnean• "Learn History, Repeat Victory"• [HSZ] ✨🌵
👉 CTA (Call To Action):
💬 Bagaimana menurut Anda, apakah artikel ini bagus dan bermanfaat? Sampaikan pandangan Anda di kolom komentar dan jangan lupa bagikan/share artikel ini agar semakin banyak orang peduli dengan Sejarah Islamiyah dan kisah-kisah para Nabi-Nabi عَلَيْهِ السَلاَمُ Radhiallahu 'Anhum 🤲🤲 InsyaAllah 😘 Aamiin Ya Rabbal 'Alamin🤲🤲🤲
Editor: Helmy El-Syamza
Follow me at;⭐
facebook.com/helmyzainuddin
CAKRAWALA NEWS:
https://t.me/cakranews
www.tiktok.com/@romymantovani
twitter.com/romymantovani
TAGS : Kisah Rasulullah Jazirah Arab Makkah Al-Mukarramah Featured, Islamic History
No comments
Post a Comment