Novel - Menantu Dari Desa Part 6

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Novel - Menantu Dari Desa  Part 6">

Novel - Menantu Dari Desa 

Part 6-Cinta Mengubah Segalanya

FORTUNA MEDIA - Kerana Ibuku pingsan kami gagal atau lebih jelasnya tertunda pergi beli mobil, Aku ambil minyak kayu putih, oleskan ke hidung ibu. Akhirnya Ibuku siuman juga. 

"Aduh, Ayu, Ayu, yang kau fikirnya beli mobil itu kayak beli sepatu,"  kata Ibu seraya memegang kepalanya. 

"Bang Torkis yang mahu beli mobil, Aku cuma menemani, Mak,"  jawabku. 

"Ya, sudah, pergilah, hati-hati,"  kata Ibuku kemudian, Aku tahu apa kira-kira yang Ibu fikirkan, mungkin dia mengira kami hanya bercanda atau apa.

   BACA JUGA
Novel - Menantu Dari Desa Part 1
Novel - Menantu Dari Desa Part 2
Novel - Menantu Dari Desa Part 3
Novel - Menantu Dari Desa Part 4
Novel - Menantu Dari Desa Part 5

Becak motor (betor) pun dipanggil, kami naik berdua, Bang Torkis tidak mahu duduk di sampingku, dia justru duduk di belakang Abang betor. Tempat duduk becak memang sempit, jika duduk berdua akan dempet/sempit. Apakah Bang Torkis sesopan itu, tidak mahu duduk berdampingan sebelum sah? 

Becak bukannya ke pasar, akan tetapi ke sebuah rumah yang agak jauh di pinggir kota. Rumah yang cukup besar. 

"Kita mahu mengapa kemari?"  tanyaku curiga. 

"Mahu mengambil duitnya,"  jawab Bang Torkis seraya membayar ongkos becak. 

"Mengambil duit di rumah kosong begini,"  tanyaku makin curiga kerana rumah tersebut sepertinya kosong, halaman depan rumah ditumbuhi ilalang. 

"Aku simpan wangnya di sini, ini rumah Ayah angkatku, mereka tinggal di Desa, makanya kosong."  jelas Bang Torkis. 

"Tidak takut hilang?"

"Tidak, kata guruku rumah ini sudah dipagari, jadi tidak bisa maling masuk,"

"Yang namanya maling panjat pagar pun bisa,"  kataku seraya mengikutinya dari belakang. 

"Bukan pagar secara kasat mata, tapi pagar ghaib," 

"Ah, pagar ghaib, aneh aja Bang Torkis ini."

"Sebaiknya tunggu di sini saja, tidak usah ikut masuk, berduaan di rumah kosong itu yang ketiga nanti iblis,"  kata Bang Torkis lagi. 

Aku memang ragu untuk ikut masuk, takut juga, sepertinya Bang Torkis ini tahu yang kufikirkan, akan tetapi Aku penasaran dengan wangnya, ingin juga kulihat sebanyak apa wang tersebut. 

"Jangan ikut masuk, tunggu di sini, nanti kita tergoda iblis,"  katanya lagi. 

"Ya, sudah,"  kataku seraya mempersilahkan dia masuk sendiri. 

Beberapa saat kemudian, dia keluar lagi seraya menjijing beg kresek hitam yang cukup besar. 

"Mana wangnya?" tanyaku. 

Bang Torkis lalu menunjukkan isi beg kresek tersebut. Ya, Allah, ternyata isinya wang semua, wang merah pula. Wah, orang seperti apa yang membawa wang pakai beg kresek, kayak bawa sampah saja.

"Di mana beli mobilnya?"  tanya Bang Torkis. 

"Hei, Ayu, beli mobil di mana,"  tanya Bang Torkis lagi, sementara Aku masih terpana dengan wang satu kresek besar. 

"Di-di sana, Bang, kita naik teksi-online saja," kataku seraya mengambil handphone dan memesan taksi online. 

Dadaku justru berdebar-debar, seumur hidup baru kali ini Aku melihat wang sebanyak itu, kalau kami jadi menikah, wang itu jadi milik kami semua. 

"Bang, jujur saja dulu, Abang kerja apa?" tanyaku ketika kami menunggu taksi datang. 

"Pengangguran, Dek,"

"Masa pengangguran punya wang sebanyak itu?" 

Bang Torkis justru diam, Aku jadi makin curiga, dia kerja apa sampai harus dirahasiakan, Jangan-jangan Abangku benar, dia bertani g4nja, atau baru menjual warisan, atau jangan-jangan ....? Ah, fikiranku jadi tak macam-macam. 

"Bang, apa sih susahnya bilang pekerjaan Abang apa, segitu berbahaya kah sampai harus dirahasiakan dari calon Istri," tanyaku lagi. 

"Sudah, nanti kita bicarakan," kata Bang Torkis. 

"Tidak mahu, entah mafia pula yang Abang, biar pun kaya, tak sudi jadi Istri mafia," kataku lagi. Bertepatan dengan itu taksi pesanan kami datang. 

Aku masuk mobil, kami berdua duduk di jok belakang. Bang Torkis sangat menjaga jarak, dia bahkan tak mahu bersentuhan denganku. 

"Bang, ini berapa banyak?" tanyaku seraya menunjuk wang di beg kresek tersebut. 

"Enam ratus," 

"Enam ratus juta?"

"Iya," 

"Hasil jual g4nja berapa kilo lah ini?"  tanyaku memancing. 

"Ayu, ini wang halal ya, tidak ada jual g4nja,"

"Jadi jual apa?"

"Sini kuceritakan, aku itu kerja berternak sapi, sudah sebelas tahun, jadi aku jual semua sapinya, untuk modal nikah,"  kata Bang Torkis. 

"Sapi?"

"Iya, sapi, ini kan bulan haji, baru kujual semua,"

"Kenapa dijual?"

"Untuk modal nikah," 

"Berapa banyak sapinya?"

"Sekitar dua ratus ekor lebih," 

Aku mulai berhitung, tentu saja Aku tak tahu harga sapi (lembu), akan tetapi Ayah baru berqurban, satu orang-dua juta seratus, kali tujuh orang. Berarti harga sapi sekitar empat belas juta, kali dua ratus ekor, berarti dua milyar (bilion -rupiah) delapan ratus juta (800 juta). Waw! Pantas saja dia bilang dia bisa beli tiga mobil Pajero secara tunai. Ternyata Bang Torkis ini bukan kaleng-kaleng. 

Taksi yang kami tumpangi terus berjalan, Bang Torkis sibuk melihat ke luar, Aku justru sibuk menghitung wang Bang Torkis. 

"Bagaimana bisa Abang punya dua ratus ekor sapi?" tanyaku lagi. 

"Kerana guruku, Pak Parlin,"

"Kenapa dia?"

"Begini, Ayu, kau itu terlalu banyak ingin tahu,"

"Ya, jelaslah, namanya calon Suami," 😊

Taksi sampai di dealer mobil Mitsubishi, setelah membayar ongkos, kami pun turun dari mobil. 

"Kawan-kawan di Desa sudah banyak yang beli Pajero,"  kata Bang Torkis seraya melihat-lihat mobil. 

"Oh, ya,"  kataku hairan, selama ini menurut pandanganku orang Desa itu miskin, kata Bang Torkis sudah banyak yang beli Pajero. Apakah di Desa sudah berubah? 

"Ini, cocok?"  kata Bang Torkis seraya menunjuk mobil warna Silver. 

Setelah bertanya harga, karyawan itu meminta data pribadi, Bang Torkis malah minta dataku.  

Ketika karyawan dealer itu bertanya tentang cara bayar, Bang Torkis bilang cash, para karyawan sampai melongo ketika Bang Torkis menunjukkan isi ber kreseknya. 

"Aku percaya padamu, tolong jangan sia-siakan kepercayaanku, mobil ini atas namamu,"  kata Bang Torkis. 

"Kenapa, Bang?"

"Aku tak pandai bawa mobil, Ayu,"

"Aku juga tak pandai, Bang,"

"Terus buat apa kita beli mobil?"

"Entah,"  Aku juga bingung, Aku mahu mobil hanya untuk pamer ke mantan. 

"Bagaimana, Pak, Bu, silakan test drive dulu," kata karyawan itu. 

"Bagaimana, Ayu?" tanya Bang Torkis. 

Bagaimana mahu test, bawa mobil saja Aku tidak pandai, Bang Torkis pun ternyata tidak pandai. Kami jadi bingung sendiri. 

"Setelah harga cocok, deal dan melakukan pembayaran, mobilnya akan kami hantar dalam tiga hari,"  kata pegawai dealer itu lagi. 

"Tapi kami mahu pakai hari minggu, Bu,"  kata Bang Torkis. 

"Oh, hari Isnin baru bisa diantar, Pak,"

"Bagaimana, Ayu? Sekarang terserah kamu, tapi aku mahu cerita nasehat Ayah angkatku,"  kata Bang Torkis. 

"Nasehat apa, Bang?"

"Belanjalah sesuai keperluan, bukan keinginan, sebenarnya ini sudah melenceng dari prinsip hidup yang diajarkan Pak Parlin padaku, aku telah belanja kerana keinginan, bukan keperluan, parahnya, bukan keinginanku pula, tapi keinginanmu,"

"Lhah, kenapa mahu?"

"Cinta, cinta bisa merubah segalanya, aku cinta padamu, Ayu," 

Duh !, Aku jadi meleleh.😭 Next ...[HSZ] 

To be Continued...

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #MenantuDariDesa 


No comments