Novel - Menantu Dari Desa Part 18
Novel - Menantu Dari Desa
Part 18- MASA LALU
FORTUNA MEDIA - “Apakah tidak ada toilet di sini, Bang?” tanyaku lagi.
“Adanya cuma di rumah Pak Parlin,”
“Waduh, sudah jauh,”
“Ya, iya, Dek, buang air di situ saja, aku yang jaga,” kata Bang Torkis.
BACA JUGA
Novel - Menantu Dari Desa Part 15
Novel - Menantu Dari Desa Part 16
Novel - Menantu Dari Desa Part 17
Tidak ada pilihan lain lagi, rumah Pak Parlin jauh. Sementara Aku sudah kebelet(sesak). Akhirnya Aku turun ke sungai kecil tersebut. Ini untuk pertama kali dalam hidupku Aku buang air di tempat seperti ini.
Setelah selesai, ketika Aku hendak memakai celana. Aku melihat ada yang menempel di kakiku, coba kupegang ternyata licin.
“Itu lintah, Dek,” kata Bang Torkis.
Mendengar kata lintah seketika Aku takut, reflek Aku melompat ke gendongan Bang Torkis. Suamiku ini pun menyingkirkan lintah kecil tersebut dari kakiku. Kebetulan pula lewat dua orang Ibu-Ibu, mereka membawa kayu bakar.
“Astaghfirullah, dari segitu banyak tempat, kalian pilih di sini,” kata Ibu tersebut.
Aku baru sadar, ternyata Aku belum memakai celana, Duh. Digendong lelaki tanpa celana memang bisa membuat orang yang melihatnya berfikiran buruk.
“Kau itu, Torkis, ini Istrimu?” tanya Ibu itu lagi.
“Iya, Bu", maaf, ini tidak seperti yang kelihatan,” kata Bang Torkis seraya menurunkan Aku, segera kusambar celana dan memakainya. Untung juga yang lewat perempuan. Tidak bisa kubayangkan jika yang lewat lelaki, malunya itu.
“Alaah, kami faham kok, namanya pengantin baru. Tetapi itu ada pondok, kalau mahu cari tempat lain, masa di pinggir sungai begini?”
“Iya, kami segera ke sana,” kata Bang Torkis akhirnya.
Kedua Ibu-Ibu itu pergi seraya geleng-geleng kepala. Bang Torkis justru tertawa ngakak. Aku sudah kesal dikira berbuat yang tidak-tidak di pinggir sungai.
Kami lanjut jalan-jalan, sampai satu jam perjalanan yang kelihatan hanya ladang kelapa sawit dan sapi. Beberapa kali Bang Torkis membalas sapaan orang. Sampai akhirnya kami berhenti di depan pondok yang agak besar.
“Ini rumah kita,” kata Bang Torkis.
Wah, orang yang punya duit milyaran, rumahnya seperti ini, hanya bangunan kecil terbuat dari kayu, berada di tengah-tengah kebun sawit.
Bang Torkis membuka pintu, lalu masuk pondok tersebut.
“Aku tidak mahu tinggal di sini lho, Bang,” kataku seraya ikut naik
“Kita bukan mahu tinggal di sini, Dek, ini dulu tempat tinggal Abang, semua sawit ini punya kita,”
“Semua?”
“Iya, orang yang kerjakan sekarang, Aku mahu seperti Pak Parlin, tidak urus kebun lagi setelah menikah,”
“Oh,”
Bang Torkis lalu mengambil cangkul, lalu mengajakku keluar, lhah, Aku mahu diajak berkebun kah?
Di bawah pohon petai, Bang Torkis menggali Tanah, Aku hanya duduk menonton saja, seraya memperhatikan.
“Mahu mengapa, Bang?” tanyaku.
“Mahu gali harta karun, Dek,” jawab sang Suami.
Bang Torkis pasti bercanda, mana ada harta karun di sini, kalau pun ada sudah pasti diambil orang duluan. Dalam juga Bang Torkis menggali tanah, sampai ada selutut, Aku makin penasaran.
“Dapat, ini dia?” kata Bang Torkis. Di tangannya ada seperti teko kaca.
“Itu harta karunnya, Bang?” 😄 tanyaku seraya tertawa.
“Iya, Dek, sudah lima tahun kusimpan ini", kata Bang Torkis.
Teko kaca itu lalu dibersihkan Bang Torkis, sesaat kemudian dia membuka tutup teko tersebut.
Mataku hampir keluar melihat isinya, ternyata perhiasan yang sangat banyak.
“Ini Emas, Bang?”
“Iya, Dek, hasil jual sapi dulu,”
Ya, Allah, masih ada orang sekuno ini, menyimpan emas dengan cara ditanam. Bagaimana kalau ada yang gali?
“Ini untuk bangun rumah, Dek, Aku sudah niatkan dari dulu, dapat Istri dulu baru bangun rumah, kusimpan emasnya di sini kerana tidak tahu mahu di simpan di mana?”
“Oohh,” Aku masih terkejut, Bang Torkis ini memang lelaki yang penuh kejutan. kami pulang ke rumah Pak Parlin, emas satu teko kami bawa.
Rencananya besok mahu di jual ke Ibukota Kecamatan. Wangnya mahu dimodalkan buka usaha pembibitan dan kebun bunga impianku.
Dengan naik motor kami ke Ibukota Kecamatan keesokan harinya, emas satu teko mahu dijual Bang Torkis. Kota kecil yang jaraknya cukup jauh dari Desa, sekitar perjalanan dua jam naik motor.
Ketika kami sampai di kota tersebut, kami langsung ke toko emas.
Seorang Ibu melihatku dengan mata melorot, dia kucek matanya, lalu melihatku lagi, tentu saja Aku hairan. Ada apa denganku.
“Azizah!” seru Ibu tersebut seraya memelukku, dia menangis sambil menciumiku, Duh, Apa lagi ini?
“Aku Ayu, bukan Azizah,” kataku seraya mencobanya melepaskan pelukan Ibu tersebut.
“Azizah, akhirnya kau kembali juga anakku,” kata Ibu tersebut.
Lalu seorang bapak tua menarik Ibu itu, Ibu tersebut masih menangis dan memanggilku dengan sebutan Azizah.
Kulihat Bang Torkis, dia lagi mengusap matanya, Ya, ampun, dia lagi menangis. Ada apa lagi ini?
“Maafkan Istri saya, kejiwaannya sedikit terganggu,” kata bapak yang menarik tangan ibu itu.
Ternyata bapak tersebut adalah pemilik toko emas tersebut, dialah yang akan membeli semua emas Bang Torkis.
“ Siapa Azizah, Pak?” tanyaku kemudian.
“Puteri kami, sudah hilang sejak lima tahun lalu,” jawab bapak itu.
“Oohh,”
“Azizah, kaukah itu,” tanya seorang wanita lagi. Lhah, kenapa banyak sekali yang panggil Azizah?
“Torkis, akhirnya ketemu juga sama Azizah ya,” kata Ibu itu lagi.
“Bukan, Bu", ini bukan Azizah, ini Ayu,” kata Bang Torkis.
“Oh, saudara kembarnya ya?”
“Tidak, Bu.”
Bang Torkis menjual semua emas tersebut, lagi-lagi wangnya ditempatkan di kantong plastik assoy.
“Siapa Azizah, Bang?” tanyaku ketika kami sudah dalam perjalanan pulang.
“Dia anak tukang emas itu?”
“Oh, memangnya dia di mana sekarang?”
“Hilang, Dek, sejak lima tahun lalu dia menghilang,”
“Kenapa dipanggil Aku Azizah?”
“Azizah mirip sekali denganmu, Dek,”
“Oh, ya,”
Ketika sampai di rumah, Aku bertanya pada Bu" Nia tentang Azizah ini, Aku sangat penasaran.
"Siapa Azizah, Bu"?” tanyaku.
“Sudah bertemu Ibunya ya?”
“Sudah, Bu,”
"Dia anak tukang emas itu, dulu pacar Torkis, dia menabung pakai emas, akan tetapi Ibu gadis itu tidak setuju. Dia nikahkan paksa puterinya dengan orang kaya, Azizah tidak mahu, dia lari dari rumah,”
Wah, Bang Torkis ini benar-benar penuh kejutan, ternyata dia punya mantan yang mirip denganku. Pantas saja Bang Torkis tadi menitikkan air mata.
“Semua orang punya mantan, Ayu, kau pun pasti pun mantan. Tetapi si Torkis ini unik, dia tetap setia menunggu mantannya. Dulu Azizah sudah datang ke kebun, dia mengajak Torkis kawin lari, tapi Torkis tidak mahu, dia malah menyuruh Azizah pulang. Azizah pergi, tapi bukan pulang, dia pergi entah ke mana. Sejak saat itu, Ibu Azizah seperti gila, si Torkis juga hampir gila. Untung bertemu kau, Ayu,”
Aku mulai faham, ternyata Bang Torkis suka padaku kerana Aku mirip mantannya. Ah, sebel.😔 Next ..[HSZ]
To be Continued...Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
Untuk Anda yang belum baca siri Novel yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel - Menantu Dari Desa
#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung, #MenantuDariDesa
No comments
Post a Comment