Novel - Menantu Dari Desa Part 16

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Novel - Menantu Dari Desa Part 16">

Novel - Menantu Dari Desa 

Part 16-Honeymoon

 FORTUNA MEDIA - Pesta perkawinan kami akhirnya digelar juga. Tetamu undangan sangat banyak, kerana ini pesta dua keluarga mempelai. Tetamu Pak Parlin banyak yang datang. Papan bunga berjejer sampai jauh. Tidak disangka Pak Parlin yang orang Desa ini punya banyak teman di kota. Bahkan ada beberapa perwira polis yang kirim papan bunga.

Ketika pesta berlangsung, ada yang panggil Pak Parlin naik ke pentas.

“Saya berharap Cowboy Padang Lawas bersedia menyumbangkan suara emasnya, saya rindu Ungut-ungut,” kata lelaki di atas panggung tersebut. Entah siapa dia, Aku tidak mengenalnya. Akan tetapi setelah itu Pak Parlin naik ke panggung, dia minta seruling dan memainkan seruling tersebut.

   BACA JUGA
Novel - Menantu Dari Desa Part 13
Novel -  Menantu Dari Desa Part 14
Novel - Menantu Dari Desa Part 15

“Saya akan menyanyikan lagi nasehat perkawinan. Mohon maaf ini lagu Daerah, jadi mohon maaf yang tidak mengerti,”  kata Pak Parlin seraya memainkan seruling tersebut. Duhai, suaranya menyayat hati, Aku tidak mengerti lagu itu, akan tetapi nadanya sangat menenteramkan.

Setelah selesai, Pak Parlin mengajak kami naik ke panggung. Jadilah Pak Parlin dan Bang Torkis duet, Pak Parlin memainkan seruling, Bang Torkis yang menyanyi, seluruh pengunjung pesta terdiam. Ini pemandangan langka di pesta apalagi di kota. Lagu orang biasanya dangdut, ini justru ungut-ungut.

Aku terkejut dengan kedatangan Doli, tidak kusangka dia akan berani datang ke pestaku. Padahal dia tak kuundang. Naik pula dia ke panggung tempat pelaminan, dia menyalamiku seraya berbisik.

“Si Torkis ini sudah buat kita berpisah, akan kubuat kalian berpisah,”  katanya.

“Kau sudah mencoba, gagal kan, coba lagi, biar kuadukan kau ke polis,”  jawabku, sengaja Aku tidak berbisik supaya Bang Torkis mendengarnya, Aku khawatir Bang Torkis salah faham.

“Lihat saja, aku takkan menyerah, kita putus bukan karena ada masalah, tapi kerana dia,”  kata Doli lagi.

“Silakan saja dicoba, biar kau rasakan lagi yang sakit perut,”  Bang Torkis yang menjawab. 

Doli sepertinya takut juga, dia lalu turun dari panggung, beralih ke panggung tempat ada organ keyboard, dia minta microphone, Wah, Doli mahu menyanyi.

Lagunya lagu lama, lagu lawas milik Ona Sutra, judulnya “Titip Cinta “ Doli sepertinya sangat menghayati lagu tersebut, Aku justru geli mendengarnya.

Pesta usai, tetamu sudah berpulangan. 

Aku melihat Bang Bayu duduk menyendiri di pojok rumah, pandangannya sepertinya kosong. Mungkin Abangku ini ingat anak istrinya, aku mendekat.

“Kenapa, Bang?” tanyaku.

“Tidak ada apa-apa, Ayu, selamat ya,”  jawab Bang Bayu.

“Maaf, Bang, gara-gara Aku Kak Yanti jadi pergi,”  kataku kemudian.

“Bukan gara-gara kau, Ayu, Aku justru bersyukur, akhirnya aku tahu bagaimana dia, yang aku sesalkan, dia bawa anakku, aku rindu anakku, Ayu,”  katanya Bang Bayu.

“Sabar, Bang,”

“Andaikan aku mampu, akan kujemput anakku ke Bali,”  kata Bang Bayu lagi.

“Memang kata Kak Yanti apa, Bang?”

“Sudah berulang kali Abang hubungi supaya dia antar anak kami. Tetapi katanya dia tidak mahu, malu katanya, dia suruh aku jemput, mana ada wang dan waktuku jemput ke Bali, entah kenapa dia pilih Bali, katanya dia sudah kerja di sana, minta aku urus surat cerai saja,”  kata Bang Bayu.

Aku jadi dapat idea, akan kuajak Bang Torkis bulan madu ke Bali, sekalian jemput keponakan. Ketika kuutarakan niatku, Bang Torkis langsung setuju saja. Kami pun rencanakan perjalanan, Kak Yanti juga dihubungi, dia berikan alamat. Kami bilang pada Kak Yanti, Bang Bayu yang akan menjemput anaknya.

Sebelum kami berangkat, Pak Parlin lebih dulu pamit mahu pulang ke Desa, sebelum mereka pulang, beliau masih sempat memberikan nasehat perkawinan, nasihat perkawinannya tidak lazim seperti yang biasa didengar jika ada orang menikah.

“Kalian resmi sudah jadi keluarga, kalian mengarungi kehidupan berumah tangga, kenapa rumah tangga? Bukan rumah sakit atau rumah mewah? Kerana pernikahan itu bertangga, bertahap, kita harus menapaki tangga biar bisa masuk rumah. Terus pernikahan itu ibarat sudako, kau itu supir Torkis, dan si Ayu kernet/kondektur, biarkan supir yang memimpin akan tetapi harus menuruti perkataan kernet. Jika dia bilang berhenti, ya harus berhenti, kernet juga yang pegang duit, faham kira-kira?”  kata Pak Parlin panjang lebar.

“Faham, Pak,”  jawab kami serempak.

“Khusus untuk kau Torkis, kau harus memahami perempuan, perempuan itu banyak keperluannya, sudah dari sananya begitu, bukan Cuma makan dan skincare, perempuan juga perlu teman curhat. Jadi kau harus mendengarkan Istrimu, dengarkan keluhannya, simak curhatnya, jangan sampai dia curhat ke orang lain,”

“Iya, Pak.”

“Dan khusus kau, Ayu, Suamimu ini limited edition, sudah hampir punah lelaki yang seperti ini, jadi kamu harus fahami karakternya. Jadilah penyeimbang, kelemahan dia mudah terpancing emosi, dia benci orang sombong. Jadi sebaiknya jauhi pergaulan dengan orang sombong,” kata Pak Parlin lagi.

Pak Parlin dan Bu" Nia lalu pergi pulang ke Desa, rumah mereka dititipkan untuk kami, Kamilah yang akan tinggal di situ, akan tetapi setelah kami selesai bulan madu.

Dari Airport Kualanamu kami terbang menuju Bali, begitu sampai di Bali langsung menuju hotel yang sudah kami pesan. 

Keesokan harinya kami mulai mencari keberadaan Kak Yanti.

Tidak perlu waktu lama, akhirnya kami menemukan alamat tersebut, berada di kos-kosan di pinggiran kota Denpasar. 

Saat kami datang, Kak Yanti masih tidur, menurut Ibu kosnya, Kak Yanti selalu pulang dini hari, dia bekerja di tempat hiburan malam. Kasihan juga Kak Yanti ini, Tetapi ini mungkin karma/kifarah untuknya kerana telah mencuri wang Bang Torkis.

“Ayu!”  teriak Kak Yanti ketika kami datang, dia dibangunkan ibu kosnya.

“Iya, Kak, ini Aku, mana si Dafa?”  Tanyaku, Dafa adalah keponakanku.

Tiba-tiba Kak Yanti menangis, dia bersujudlah di kaki Bang Torkis.

“Maafkan aku Torkis, aku khilaf, tolong jangan hukum aku,”  kata Kak Yanti. Mungkin Kak Yanti mengira kedatangan kami mahu minta wang kami yang dia habiskan.

“Tidak apa-apa, Kak, kami datang mahu ambil Dafa, sesuai pesan Bang Baju,”  kata Bang Torkis.

“Oh, dia kutitipkan, biasanya pagi begitu kujemput, malam kutitipkan kerana harus kerja,”  kata Kak Yanti, tangisnya pecah lagi.

 “Maafkan aku ya, Ayu, aku sungguh khilaf, aku bosan miskin, tapi ternyata banyak wang pun tak bisa tenang jika hasil mencuri, tolong sampaikan sama Bang Bayu permintaan maafku, aku minta cerai saja, aku tak pantas untuknya,”  kata Kak Yanti.

Dia kemudian menjemput Dafa, setelah drama tangisan, kami bawa Dafa ke hotel, anak berumur lima tahun itu menurut saja kami bawa. 

Bulan madu kami dipercepat, kami harus mengantarkan Dafa pulang, lagi pula rasanya bulan madu tidak enak jika harus bawa keponakan.

“Kita lanjut bulan madu ke Desa saja, Dek, di sana lebih enak,”  kata Bang Torkis.

“Iya, Bang, ke mana pun Abang bawa Aku rela,”  jawabku, saat itu kami sudah dalam penerbangan menuju pulang ke Medan.

Ketika kami sampai, Bang Bayu sudah menunggu di Airport, Bang Bayu langsung memeluk putranya seraya menangis ketika kami bertemu di ruang penjemputan.

“Terima kasih, Ayu, terima kasih Torkis, aku berhutang budi pada kalian,” kata Bang Bayu.

Selanjutnya Bang Bayu justru kewalahan mengurus anaknya, dia harus kerja, akhirnya dia titipkan anaknya di tempat Ibuku.

“Kalian cari dulu Istri untuk si Bayu, kasihan dia,”  kata Ibu di suatu pagi, saat itu kami lagi sarapan bersama.

“Tidak, Mak, aku tak mahu anakku beribu tiri,” kata Bang Bayu.

“Tapi tak bisa kau urus anakmu, Bayu,”  kata Ayah.

"Tidak, Ayah, kalau boleh berharap, aku ingin Istriku yang kembali, semoga dia kembali dan menyadari kesalahannya,” kata Bang Bayu.

Aku jadi dapat idea, Bang Torkis kan bisa membuat orang kembali. Apakah dia bisa membuat Kak Yanti pulang?  .[HSZ] 

To be Continued...

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

Untuk Anda yang belum baca siri Novel yang sebelumnya,

Anda boleh baca disini ; Novel - Menantu Dari Desa

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #MenantuDariDesa 

No comments