Novel - Menantu Dari Desa Part 15

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Novel - Menantu Dari Desa Part 15">

Novel - Menantu Dari Desa 

Part 15-Love And Prestige

 FORTUNA MEDIA - Betul juga kata Orang-orang tua, seseorang bisa kalah dengan egonya sendiri. Itu terjadi padaku, kerana tidak rela Bang Torkis sama Naomi, Aku mahu menikah saat itu juga, akan tetapi ternyata Aku dikerjai. Orang tuaku sepertinya terlibat.

Aku kembali masuk kamar, tidak jadi kutanyakan pada Pak Parlin, sampai di kamar Aku munyun (monyok-merajuk).

   BACA JUGA
Novel - Menantu Dari Desa Part 12
Novel - Menantu Dari Desa Part 13
Novel - Menantu Dari Desa Part 14

“Kenapa, Dek Ayu?”  tanya Bang Torkis.

“Aku dikerjai, Bang,”

“Siapa yang mengerjai, bilang sama Abang biar Abang balas,”  kata Bang Torkis.

“Abang tidak akan berani,”

“Berani, Dek, selama orang itu masih makan nasi, Abang tidak takut,”  kata Bang Torkis.

“Yakin, Bang,”

“Yakin sekali, Dek, Adek tahu tidak, pernah datang preman ke kebun, dia sangat ditakuti orang, konon dia kebal senjata tajam, pas datang ke kebun kita nakuti karyawan minta upeti, Abang coba bacok jarinya, putus tiga,”

“Yang ini Abang tidak akan berani,”

“Berani!”

“Pak Parlin,”

“Kenapa Pak Parlin?”

“Dia yang kerjai aku, Bang, berani tidak?”

“Tidak mungkin, Dek, tidak mungkin dia kerjai kau, Dek,”

“Betul, Bang,”

“Bagaimana dia mengerjainnya,”

“Dia bilang Abang mahu lamar si Naomi,”

“Hahaha,😂 terus,”

“Aku idak rela, makanya Aku berubah fikiran, bagaimana, berani tidak Abang?”

“Hmmm,” 😊

“Untuk pertama kali Aku senang dikerjai, Bang,”

“Hmmm,”😊

“Kok, hmmm terus,”

“Abang sakit hati, Dek,”

“Lho, kok sakit hati, Bang, yang dikerjai Aku, Aku malah senang, hehehe,”😄

“Abang sakit hati, Dek, Adek mahu nikah ternyata kerana Naomi, bukan kerana suka sama Abang, bukan kerana cinta. Tetapi kerana gengsi ditikung teman sendiri, Abang sedih,”

“Maaf, Bang, Aku cinta kok sama Abang, cinta kali pun, Aku hanya takut, dan Naomi membuat ketakutanku sirna,”

“Hmmmm, rumit,”😊

“Kok rumit, Bang?”

“Rumitlah, katanya cinta, Tetapi tidak mahu nikah, pas ada yang bilang mahu nikah sama si Naomi, langsung tangkap/sambar, gengsi lebih besar dari cintamu, Dek, tugas Abang berat ini membimbingmu,”  kata Bang Torkis.

Apa iya, Aku begitu, gengsi (prestige) lebih besar dari cinta? Ketika Aku berfikir, Bang Torkis sudah mulai menggerayangi, malam pertama kami berjalan lancar.

Setelah menikah baru pesta dibicarakan, kami sepakat akan menggelar pesta di rumah kami. 

Undangan mulai disebar. Katering sudah dipesan, semua biaya ditanggung keluarga Bang Parlin. Yang seratus juta itu maharku, milikku sendiri, tidak boleh dikurangi tanpa seizinku.

Ketika kami sedang sibuk di rumah, Aku terkejut dengan kedatangan Naomi, saat itu kami semua lagi berkumpul di rumah. Ada Pak Parlin dan keluarga.

“Ayu, kau menikah tidak mengundang aku ya,”  kata Naomi begitu dia duduk.

“Aku lupa sama kau, sungguh, Aku memang sering lupa sama yang sudah menyakiti,”  sindirku kemudian.

“Ayu, jadi juga kau sama orang Desa itu?”  kata Naomi.

“Alhamdulillah, jadi, sudah menikah, tidak dicerai kerana tidk perawan,”  sindirku lagi.

“Kau itu menyindir aku terus, aku datang mahu bertemu Torkis,”  katanya lagi.

“Mengapa kau mahu bertemu Suamiku?”

“Mahu minta tolong, kudengar Torkis itu dukun,”

“Hei, sembarangan kau,”

“Betul, begitu gosip yang beredar, dia dan Ayahnya, Dukun sakti,”

“Ohh, Ayahnya iya, kalau kau mahu bertemu itu orangnya,”  kataku seraya menunjuk Pak Parlin, Aku yakin jika minta bantuan Pak Parlin, Naomi akan habis diceramahi.

Kuantar Naomi menemui Pak Parlin yang sedang duduk di sofa.

“Pak, ini tokoh nyata cerita fiktif bapak,”  kataku memperkenalkan Naomi.

“Tokoh nyata cerita fiktif?”  Pak Parlin tampak bingung, Naomi juga kelihatan bingung.

“Iya, Pak, masih ingat cerita fiktif bapak, Bang Torkis PDKT?”

“Oh, hahaha,😄 bisa saja parummaen ini, jadi ini Naomi?”  tanya Pak Parlin.

“Iya, Pak,”

“Apa sih, PDKT apaan?”  Naomi tampak bingung, Aku hanya tersenyum.

“Sudah, mahu ngapain, bilang ini sama Pak Parlin,”  kataku pada Naomi.

“Begini Pak Parlin, aku diceraikan setelah malam pertama, aku dituduh tidak perawan,”

“Oh, ya, terus?”

“Aku mau minta tolong, Pak Parlin, kudengar Pak Parlin bisa membuat orang pisah, membuat orang atau barang hilang kembali,”  kata Nanti.

“Oh, Maaf, saya bukan seperti itu,”  jawab Pak Parlin.

“Tapi semua orang bilang gitu, sampai tidak perlu bantuan polis ketika Ayu diculik,”

“Oh, jadi mahu minta bantuan saya untuk apa?”

“Begini Pak Parlin, aku ingin membuat Doli kembali padaku, aku ingin membuat dia bertekuk lutut, Pak Parlin Pasti mahu, Doli itu anak Pak Togar, dia kan musuh Pak Parlin, buat anaknya kembali padaku, Pak, tolong,”  kata Naomi.

“Apa memang tuduhannya benar?”  tanya Pak Parlin, sementara Aku terus menyimak.

“Tuduhan apa, Pak?”

“Soal perawan,”

“Hehe, iya, Pak, benar,”

“Apa kau jujur sebelum menikah,”

“Kalau aku jujur tentu dia tidak mahu nikah samaku, Pak,”

“Oh, begitu, rumah tangga itu harus didasari dengan kejujuran, jika awalnya saja sudah bohong, ya, begini jadinya,”

“Aku datang bukan mahu minta nasehat perkawinan, Pak, aku datang minta tolong supaya dia disembuhkan hatinya, biar bisa terima aku apa adanya,”

Pak Parlin nampak berfikir, beliau memegang dagunya yang ditumbuhi jenggot tipis. Aku ikut berfikir, apa kira-kira yang akan dikatakan Pak Parlin, kerana semua orang bilang, Pak Parlin ini orang yang bijaksana.

“Misalnya kau beli baju baru, mahal lagi ternyata ada bolongnya, si penjual sembunyikan bolongnya, bagaimana?”  tanya Pak Parlin.

“Ya, kukembalikan, Pak,” mana mahu aku yang ada cacatnya.

“Ha, begitu juga si Doli,”

“Tetapi, Pak,

“Hanya satu caranya, jika tetap mahu bersama, sana minta maaf sama Doli.”

“Mana mahu aku, aku mahu dia yang datang memohon padaku,”

“Oh, begitu, hatimu rusak, Nak, kalah dengan gengsimu sendiri, yang salah minta maaf itu wajar, sangat wajar. Tetapi jika kita sudah salah dan masih berharap orang yang datang minta maaf itu namanya kurang ajar.” Kata Pak Parlin.

Aku tersenyum mendengar perkataan Pak Parlin ini, Aku juga tersentil, kalah dengan gengsi sendiri. Itu Aku. Benar juga kata orang, Pak Parlin ini memang bijaksana. Kulihat wajah Naomi yang merah padam, dia sudah kena mental mungkin, tidak lagi bicara.

“Ya, sudah, terima kasih, kukira benar kata orang itu, ternyata tukang ceramahnya,”  kata Naomi seraya pergi.

Pak Parlin justru tertawa, kukira beliau akan marah dibilang tukang ceramah, ternyata tidak. Aku jadi makin kagum dengan Bapak-Mertua angkatku ini.

“Begitulah, Ayu, segala sesuatu itu harus dimulai dengan saling jujur, kan begini jadinya, seandainya dia jujur duluan, tidak begini jadinya.”

“Lelaki memang egois, mahu yang perawan, dirinya sendiri tidak perjaka,”  Bu" Nia ikut nimbrung.

“Iya, lelaki memang egois, Dek, tapi Abang tidak kok,”  kata Pak Parlin.

“Kalau Abang tidak egois memang, Tetapi menggemaskan,”  kata Bu" Nia seraya mencubit pinggang lelaki itu. Duh alangkah mesranya mereka.

“Bukan cuma menggemaskan, Bu" Nia, tapi nasehatnya hanya untuk orang, tidak untuk diri sendiri,”  kataku lagi.

“Lho, kenapa kau bilang begitu, Ayu?”

“Bapak Parlin bilang segala sesuatunya dimulai dengan saling jujur, tapi tidak denganku, melamarnya saja sudah dimulai dengan kebohongan,”

“Kebohongan apa, Ayu?”

“Itu Pak Parlin bilang Bang Torkis mahu melamar si Naomi. Akhirnya Aku terima lamaran, hahaha, tapi kebohongan yang membuat Aku sadar,”  kataku.

“Hahaha, hahaha,”😂 Pak Parlin tertawa ngakak, sampai mulutnya terbuka lebar.

“Aku suka parumaen ini, baru kali ini Aku kena,”  kata Pak Parlin. Kami lalu tertawa bersama.😂 .[HSZ] 

To be Continued...

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

Untuk Anda yang belum baca siri Novel yang sebelumnya,

Anda boleh baca disini ; Novel - Menantu Dari Desa

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #MenantuDariDesa 


No comments