KISAH SUFI, SANG KYAI [65]
![]() |
©Provided by @CAKRAWALA NEWS |
KISAH SUFI, SANG KYAI [65]
"KISAH SANG KYAI ini adalah kisah nyata-
sebenar, yang ditulis sendiri atas pengalaman pribadi
seorang murid Kyai Lentik sendiri yang kini juga telah
menjadi guru pembimbing di Majelis Thariqat Qadiriyah Wa Naqshabandiyah Syathariyah (TQNS) di Jawa Timur, Indonesia".
sebenar, yang ditulis sendiri atas pengalaman pribadi
seorang murid Kyai Lentik sendiri yang kini juga telah
menjadi guru pembimbing di Majelis Thariqat Qadiriyah Wa Naqshabandiyah Syathariyah (TQNS) di Jawa Timur, Indonesia".
- Pada siri KISAH SUFI, SANG KYAI [64] Sang Kyai mengisahkan beliau berbicara dengan satu Jin yang merasuk pasiennya: “Ustaz tahu, tidak… aku ini umurku berapa?”...... “Ya, mana aku tahu.., umurmu berapa?”
- “Umurku sudah ribuan tahun, aku dulu murid Sunan Gunung Jati-- yang mengislamkanku Sunan Gunung Jati. Aku juga sebenarnya menjaga makam Sunan Gunung Jati."
- Wah senang berkenalan denganmu.., siapa namamu?” lalu dia membisikkan namanya di telingaku. Dan kerana yang melihat banyak maka dia membisikkan lagi sesuatu padaku.
- “Kamu keluar ya. dari tubuh orang ini.”......“Ya saya mahu Ustaz, mahu sekali. Apalagi Ustaz yang memerintahkan. Ustaz adalah murid Syaikh Abdul Qodir Jailani. Semua bangsaku takut dan tunduk pada kewalian beliau. Jadi saya Ustaz perintahkan, dengan senang hati saya akan keluar..”
- “Lalu kenapa tidak keluar?”......“Saya tidak bisa keluar Ustaz.”...“Kenapa?”
- “Kamu keluar ya. dari tubuh orang ini.”......“Ya saya mahu Ustaz, mahu sekali. Apalagi Ustaz yang memerintahkan. Ustaz adalah murid Syaikh Abdul Qodir Jailani. Semua bangsaku takut dan tunduk pada kewalian beliau. Jadi saya Ustaz perintahkan, dengan senang hati saya akan keluar..”
- “Lalu kenapa tidak keluar?”......“Saya tidak bisa keluar Ustaz.”...“Kenapa?”
CAKRAWALA NEWS -- Jam menunjukkan jam 10 malam -- baru saja buka
internet, ada telefon masuk, katanya ada orang
kesurupan (kerasukan--malay) yang mahu datang dari Cirebon, Jawa Barat Tetapi
sekarang lagi ditangani/dikendalikan di sebuah Mushola. Dan
akan dibawa ke rumahku, sekarang lagi mengamuk-ngamuk di Mushola dipegangi 8 orang.
Apa aku
mahu menerimanya jika dibawa kerumahku? Ku
jawab tak apa-apa, dibawa saja datang, pasti ku
terima.
Ku tunggu sampai jam 11 lebih -- kenapa tidak juga
datang. Padahal jarak Mushola yang dimaksud
dengan rumahku juga paling sejarak 1 KM,
kenapa tidak juga datang?
Hairan, padahal yang
mengantar katanya ada 1 orang muridku. Tetap
saja ku tunggu-- akhirnya mobil yang membawa
perempuan kecil yang kerasukan itupun datang.
Dan awalnya ku lihat pas datang sebelum masuk
rumahku, dipegangi orang, segera ku tatakan
tempat untuk tiduran yang nyaman. Dan anehnya
yang kerasukan kenapa anteng (senyap/tenang) saja, dan diam
saja seperti tiduran tidak bergerak.
“Katanya tadi mengamuk-ngamuk?” tanyaku pada
semua orang yang membawanya ada 9 orang.
“Iya Pak, tadi ngamuk, malah di mobil juga
ngamuk-ngamuk. kami kewalahan.” jawab salah
satu orang yang memakai peci hitam.
“Kok sekarang anteng?”
“Ya, ngamuknya kalau ada yang memegang Pak..”
jelasnya,
“Tadi juga sudah dipanggilkan Kyai dan
orang yang bisa mengobati, ee malah orangnya
ditendang, dan dipanggilkan orang yang
membacakan al-Qur’an, malah dibilangnya -- sudah berapa kali kamu khatam Al-Qur’an kok berani-beraninya membacakan padaku? Juga pas di Mushola tadi nantang-nantang, siapa yang punya
ilmu ditantang mau diajak duel…”
“Wah kok sampai begitu?”
“Iya pak… saya Ayahnya, nama saya Sutono, iya
pak memang kejadiannya begitu…” jawab lelaki
setengah baya yang mengaku sebagai Ayah si
anak yang kerasukan.
“Sebentar….” ku ambil air dan ku suruh
minumkan ke gadis kecil yang kerasukan.
Susah juga memasukkan air, kerana bibirnya
menutup rapat dan tidak terbuka sama sekali, ku
tempelkan saja tanganku di punggung gadis itu. Sehingga konsentrasi Jin biar ke tanganku. Dan
mulutnya bisa terbuka dan air bisa masuk ke
mulutnya,
Alhamdulillah mulutnya terbuka dan
air pun bisa masuk.
Kontan terjadi reaksi, tubuh gadis itu
menggeliat, dan mencoba berontak dia berusaha
mencekikku, tapi tak sampai cekikannya ke
leherku, berusaha menyerangku tapi seperti
serangannya ada yang menahan.
Ku tanya siapa di dalam? Tetapi tidak juga ada jawaban, berulang kali
ku tanya tetap saja mulutnya terkatup rapat.
Kerana merasa tak ada manfaat yang bisa ku
ambil, maka Jin segera ku keluarkan. Dan gadis
kecil itu pun sadar.
“Ini ceritanya bagaimana Pak, awal mulanya
seperti ini?” tanyaku kepada Pak Sutono.
“Ini begini Kyai awalnya… anak saya mahu
dikorbankan jadi tumbal pesugihan.” jawab pak
Sutono.
“Tumbal pesugihan?” tanyaku hairan--walau dalam
kenyataannya saya belum pernah mengalami
sendiri bagaimana sebenarnya tumbal pesugihan
itu.
("Pesugihan itu satu ritual cari kekayaan melalui pemujaan Jin")
Tetapi kalau cerita apalagi cerita di Pekalongan,... Ah, cerita itu sepertinya sudah makanan sehari-hari dari mulut ke mulut, cuma secara
prakteknya saya sendiri belum mengalami secara
pengobatan mahupun kejadian. Aneh juga dan 'hhmm' masuk akal atau bukan ya, sudah ikuti saja cerita
yang terjadi.
“Bisa diceritakan lengkapnya Pak?” tanyaku..
“Bagaimana awalnya dan bagaimana sampai
dibawa kesini ini.”
Pak Sutono mulai bercerita.
“Awalnya terjadi kerasukan masal di sekolah
SMA di Daerah saya sana Pak lepas kejadian ada
acara upacara. Di mana anak saya ini sekolah,
juga awalnya anak saya ini tidak ikut kerasukan, Jadi dia yang malah mau bantu menolong
kerasukan, eee malah anak saya yang kemudian
kerasukan. Dan yang lain sudah pada sembuh,
anak saya malah yang tak ikut sembuh, sampai
dibawa pulang juga tidak sembuh",
"Kemudian, lantas saya
carikan obat kesana kemari, untuk mengobati
anak saya yang kerasukan tidak sembuh-sembuh,
saya sampai kemana-mana mencari obat agar
anak saya sembuh dari kerasukan, berapa wang
saja saya keluarkan agar anak saya sembuh. Tetapi
tetap saja berganti-ganti orang kerasukan anak
saya tidak sembuh-sembuh. Malah ada yang
ditendang sampai pingsan, ada yang dicakar
sampai berdarah-darah, juga ada yang disembur
pakai darah, sama anak saya ini…"
"Saya sampai
kewalahan, bagaimana lagi, dan kemana lagi
mencari obat, sampai akhirnya anak saya sudah
saya kira mati, kerana nafasnya sudah tidak ada,
sudah tiga hari, semua tubuhnya juga sudah
dingin, jadi saya menganggapnya sudah
meninggal. Maka akan saya kuburkan, eeh, ada
datang seorang Kyai yang datang ke rumah, tidak
tahu juga siapa yang mengundang saya tidak tahu.
Tiba-tiba saja dia datang ke rumah saya, mencegah
saya menguburkan anak saya ini.
“Jangan kuburkan anakmu, dia belum meninggal,
sukmanya sedang ditawan.” kata Kyai itu.
“Lalu bagaimana ini Pak… anak saya sudah tidak
ada nafasnya begitu..” jawab Pak Sutono.
“Tidak apa-apa biar saya bantu menarikkan, sebentar
saya akan memanggil teman-teman saya..”
Kata Kyai itu sampil bergegas pergi dan kembali
dengan membawa sepuluh orang.
Kemudian sepuluh orang itu menjalankan lelaku
ritual, menarik sukma anak saya. Setelah
setengah harian menjalankan lelaku. Maka. Alhamdulilah tangan anak saya bergerak gerak. Dan akhirnya bisa bergerak dan sadar, tapi aneh,
seluruh tubuhnya menghitam.
Saya kasihan sekali melihat keadaan anak saya,
kata Kyai tersebut anak saya mau dikorbankan
pada pesugihan. Sebenarnya awalnya juga saya tidak tahu Pak bagaimana kok ada tumbal pesugihan
segala.
Tetapi setelah dicermati memang ada orang
yang bernama Wibowo yang sebagai donatur
sekolah dia kaya raya, usahanya di mana-mana,
vila, hotel, dan berbagai usaha ditekuninya,
secara logik ya tak hairan kalau orang itu kaya,
kerana memang banyak usahanya, tapi apa
mungkin.
Tetapi memang di sekolah tempat anak
saya sekolah ini memang sudah banyak anak
sekolah yang meninggal, ya ada saja sebabnya
kebanyakan kerana terjadi kecelakaan, misal ada
yang kemaren yang ada anak tiga dilindas truk
pasir, lalu ada yang ditabrak kereta api padahal
palang kereta api sudah ditutup, hairannya anak itu
menerobos palang kereta, dan ditabrak kereta
api.
Ada juga yang naik motor cuma nabrak/melanggar kaca spion (side mirror) mobil angkotan kota (angkot) lantas begitu saja jatuh mati, pokoknya
aneh-aneh lah Pak kejadiannya, sampai tidak
masuk akal.
Dan kalau dihitung jumlah korban
kejadian itu sudah ada 37 orang. Jadi mahunya korban pesugihan itu 40 orang
maka tinggal 3 orang. Nah, anak saya inilah yang
nomer 38 Pak.”
“Wah panjang juga ceritanya.”
“Nah, setelah Kyai yang menolong anak saya
untuk sembuh itu selesai menyadarkan anak
saya, anak saya pun cerita bahwa selama tiga
hari itu dia dibawa ke kerajaan Jin, ke rumahnya Ibu Ratu Dewi, di Paliman, Menurut anakku ini dia
ditunjukkan nantinya tempatnya, yang akan
ditempati setelah menjadi korban ini.., setelah
mengetahui itu, saya dengan Kyai, temannya dan
para aparat Desa, kami bersama-sama mahu
mendatangi rumahnya Wibowo, malam-malam kami
datang Pak, kerana siangnya Wibowo itu tidak ada,
jadi kami datang malam,"
"Anehnya Pak, rumah
mewahnya yang luas sekali berhektar-hektar itu tidak ada sama sekali, kami semua tidak melihat
rumahnya di mana? Padahal jelas di sebelah
jembatan, jadinya sebelah jembatan malah tidak
ada rumah, adanya hanya kebon semua, lalu kami
pun meminta tetangganya yang dekat supaya
mengantar agar kami bisa menemukan rumahnya"
"Dan aneh sekali tetangganya itu malah masuk ke
kebonan, ya kami kehilangan dia, dan dia
kembali-kembali sudah di ujung, lalu kami panggil
katanya dia sudah masuk ke rumahnya sama
saya, dan juga rombongan saya. Padahal saya
sama rombongan tidak ikut masuk, lalu keputusan Kyai yang beserta saya, rumahnya
sangat kuat perlindungannya jadi tidak bisa di
tembus.”
“Aneh juga…” kataku.
“Ya begitulah Pak…, Na,h setelah kejadian itu
kami berusaha mendatanginya di siang hari,
kerana di rumah tidak ada. Maka kami berusaha
mencari kesempatan selepas dia si Wibowo itu ada di
sekolah. Dan saat di sekolah di hari-hari
tertentu, selepas hari itu kami dan aparat desa
mendatanginya, rencananya mahu untuk meminta
pertanggung jawabannya. Dan anehnya ketika
kami di depan dia semua mulut kami seperti
terkunci kami tak kuasa berbuat apa-apa, kami
diam mematung, malah diam saja ketika dia
menanyakan keperluan, yang asalnya kami mahu
marah-marah ya seperti lulut saja kayak kerbau
dicocok hidung. Malah dia menunjukkan kalau dia
bisa membaca Al-Qur’an, padahal kata semua guru
bahkan kata Istrinya Bowo itu tidak bisa baca Al-Qur’an sama sekali.”
“Lalu selanjutnya bagaimana?” tanyaku.
“Ya begitu Pak, setelah kejadian itu dia malah
berkata pada saya, soal sakit anakmu itu berapa
biayanya, semua saya ganti, begitu katanya, ya
saya tidak mahu sambil saya minta jangan
mengganggu anak saya, eee malah akhirnya
bukan anak saya saja yang kemudian jadi
kerasukan Istri saya pun akhirnya kerasukan. Malah lebih ganas lagi, sampai sebelumnya Kyai
yang menolong anak saya sadar, awalnya mereka
sanggup membantu, akhirnya mereka semua
angkat tangan tidak sanggup, dan menyerah."
"Maka
saya kembali mencari orang pintar untuk
mengobatkan Istri saya, kemana -mana saya cari,
sampai saya putus asa rasanya, kalau anak saya
sebelumnya kerasukan kan dipegang delapan orang saja masih kuat, kalau istri saya yang
kerasukan kok delapan orang yang memegangi
saja tidak kuat, semua dimentalkan"
"Sampai suatu
malam saya bermimpi, yang bisa menyembuhkan
anak saya itu-- orang yang rumahnya di Jogja. Di
suatu daerah dan saya pun berangkat mengikuti
isyarat mimpi saya. Seharian di Jogja saya tanya
kesana kemari, sampai akhirnya sampai di Daerah
yang saya tuju. Saya ketemu orang namanya Pak Giman, dia orang yang tubuhnya lumpuh separoh,
dan berjalan memakai tongkat.
“Ada apa?” tanya pak Giman,
“Ini pak saya mahu minta tolong, soal Istri saya
yang kerasukan, sudah saya obatkan kemana-mana tidak sembuh, bagaimana Pak, apa bapak mahu
membantu? Apa syaratnya?”
“Sudah bapak di sini saja…” jawab Pak Giman.
“Maksudnya pak?”
“Ya biar saya yang kesana..”
“Ke rumah saya bareng saya saja Pak.”
“Tidak, saya kesana sekarang..”
Lalu pak Giman masuk kamar, dan setengah jam
kemudian menemui saya lagi.
“Sudah Istrinya sudah sembuh, silahkan bapak
pulang.”
Saya heran, dan saya pulang, memang Istri saya
sudah sadar dari kerasukannya. dan menurut
yang saya serahi menunggu di rumah, memang pak
Giman datang dan menebas-nebas Istri saya dengan daun sampai Istri saya sadar, aneh
memang Pak, tapi itulah yang terjadi.”
“Setelah Istri saya sadar dan seminggu kemudian
ternyata anak saya kerasukan lagi, dan saya
bingung kerana seperti semula anak saya tidak
bisa diobati, sampai akhirnya saya mencari Kyai
yang dulu pernah membantu menyadarkan anak
saya, dia dan teman-temannya tidak sanggup. Dan
hanya memberikan cincin, setelah anak saya
memakai cincin, memang lantas tidak kerasukan".
"Dan saya disarankan untuk mencari orang yang
bisa mengobati anak saya ada di daerah Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, katanya
yang bisa mengobati orangnya adanya di
Pekalongan. Maka saya bawa anak saya ke
Pekalongan, saya mencari kontrakan (rumah tumpangan/sewa), sambil
mencari siapa yang bisa mengobati katanya di
Pekalongan tinggalnya, soalnya petunjuknya tidak
jelas Pak… orangnya muda saja … begitu kata Kyai itu..”
“Selanjutnya bagaimana?” tanyaku.
“Ya begitu, setelah seminggu ngontrak, tidak
juga saya temukan mencari orang yang bisa
mengobati yang katanya muda. Sudah beberapa
orang saya datangi semua kalah sama Jin yang ada di tubuh anak saya, saya kan makin bingung."
"Sampai malam ini, anak saya kambuh, sudah
banyak Jin yang datang kata anak saya, akan
mengeroyok dan menguasai. Maka saya bawa
anak saya ke Musholla, di Mushola malah semua
orang ditantang, mahu diajak bertarung/bergaduh. Jadi ramai, Nah, ternyata salah satu yang di Mushola adalah
murid bapak, lantas saya dianjurkan dibawa saja
ke tempat bapak ini…”
Setelah selesai bercerita, akhirnya ku tangani
anak yang bernama Ningsih itu, ku beri mimun
air, dan tanganku ku tempel ke punggungnya,
sebentar lantas tidak sadar. Dan setelah ku
usahakan ku tanya ternyata tidak mau jawab sama
sekali jinnya, diam membisu, kadang hanya
menatapku, kadang tak berani menatap tapi
tetap diam seribu bahasa. Akhirnya, Jin yang tak
bisa memberikan informasi apa-apa ku
keluarkan, kerana kurasa tidak ada manfaat di
dalam lama-lama.
Semalaman gonta-ganti Jin, ku keluarkan-- tapi
sama sekali tidak satupun memberikan informasi, Sebenarnya kalau bicara paling tidak akan ada
informasi yang bisa digali.
Akhirnya di malam pertama walau sudah beberapa Jin ku keluarkan
hasilnya nihil tidak ada informasi yang bisa ku
dapat.
Siangnya, Bapak dan anak itu pulang-- dan
malamnya datang lagi kerana biasanya memang
malam Jum’at Kliwon atau malam Sabtu Kliwon -- korban itu akan diambil sebagai persembahan.
Dan malamnya setelah datang ke tempatku, ku
langsung beri minum air isian doa, dan ku tempel
tanganku di punggungnya. sebentar kemudian
sudah tidak sadar dan satu dua Jin seperti
kemarin tidak mahu bicara, dan hanya diam seribu
bahasa.
Akhirnya ku keluarkan, setelah 5-6 Jin
ku keluarkan, Alhamdulillah Jin yang ke tujuh,
ternyata menangis, Wah, ini bisa diajak
komunikasi.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Saya Bunga.” jawab Jin dalam tubuh gadis itu
sambil masih terus menangis.
“Kamu dikirim?”....“Ya.”
“Sama siapa?”....“Wibowo..”
“Untuk apa?”....“Untuk menjemput anak ini.”
“Kamu Muslimah?” tanyaku kerana terdengar
suaranya perempuan.
“Bukan.”....“Lalu apa agamamu?”....“Seperti Wibowo.”
“Apa Hindu ?”.....“Bukan.”
“Budha..?”....“Kristian?”.....“Bukan.”
“Kafir?”.....“Ya…”
“Kamu tak kasihan dengan anak ini? Kok mahu
kamu ambil jadi korban?”
“Kasihan…., tapi saya tak bisa menolak perintah
Ratu?”
“Ratu siapa?”.....“Ratu dewi.”
“Siapa itu?”......“Yang punya perjanjian dengan Wibowo..”
“Perjanjian apa?”..... “Perjanjian pesugihan.”
“Sudah berapa korbannya?” ....."Banyak.”
“Banyak berapa?”..... “Ya ada 37 orang, termasuk ayahnya Wibowo sendiri.”
“Ayahnya dikorbankan?”..... “Ya.”
“Yang lain dari mana yang dikorbankan?”..... “Dari sekolah yang didanai.”
“Jadi anak sekolah itu dikorbankan?”...... “Iya..”
“Apa yang merasuki teman sekolah anak ini
kemaren itu juga ulahnya Yono?”......“Iya…”
“Yang merasuk itu semua teman-temamu?”..... “Iya semua temanku, atas perintah Yono.”
“Berarti di sekolah itu banyak sekali Jinnya?”......“Banyak…”
“Ada berapa?”..... “Ratusan.”
“Kamu sendiri tinggal di mana?”
“Saya tinggal di pohon asem, tapi ditebang, jadi
saya pindah ke mushola sekolah.”
“Kamu keluar ya…!”...... “Tak mau..”
“Kenapa?”...... “Ya, tak mau..”
“Sekarang kamu di sebelah mana tinggal di18px
tubuh anak ini?”
“Saya di kaki.”
Lalu aku menuju ke kaki gadis itu dan ku tarik
keluar, lantas gadis itu sadar. Dan ku lihat
sangat kelelahan, jadi ku biarkan saja agar
istrirahat. Sampai besoknya malam akan ku
selesaikan.
Besoknya setelah Maghrib gadis itu datang
diantar lagi oleh Ayahnya. Sebenarnya aku sudah
lelah sekali, kerana disamping gadis itu aku
seharian harus mengeluarkan Jin yang ada di
tubuh dua orang lagi tetamuku, bahkan yang satu
di dalamnya ada sampai hampir seratus Jin dalam
tubuhnya, energiku terkuras.
Maka ku putuskan
memanggil murid-muridku membantu, agar
bebanku agak berkurang, ku suruh murid-muridku mengeluarkan Jin yang kapasitinya
ringan -- sekalian mengajari mereka memakai ilmu
yang ku berikan, sehingga kalau ada masalah
yang sama jadi mereka sudah bisa.
Sampai saat Jin yang bernama Bunga itu yang
kemaren ku keluarkan yang ternyata ada di dalam, tandanya dia menangis, ku segera
menanyakan, kerana rupanya Jin ini lumayan
ramah menurut pendapatku.
“Kamu Bunga?” tanyaku.... “Iya.”
“Kenapa ada di dalam lagi, bukannya kemaren
sudah saya keluarkan?”
“Iya saya disuruh masuk lagi..”
“Sama siapa?”.....“Sama Wibowo..”
“Apa waktu di tempat lain, yang mencakar wajah
orang yang mengobati, juga waktu mengamuk di Mushola itu juga kamu Bunga?”.....“Iya…”
“Kenapa di tempat lain mengamuk, sedang di sini
tidak?”....
“Saya dilarang melawan?”
“Sama siapa?”...... “Sama gurunya Wibowo.”
“Dia bilang apa?”...... “Ya saya dilarang jangan melawan.”
“Kenapa?”...... “Kerana gurunya Wibowo takut.”
“Takut dengan siapa?”...... “Takut denganmu.”
“Kenapa takut denganku?”...... “Tak tau..”
“Apa bentukmu Bunga.”...... “Saya perempuan cantik.”
“Sudah punya pacar?”...... “Ya belum…”
“Kenapa belum?” ...... “Karena umur saya baru 100 tahun.”
“Lhoh, umur 100 tahun kok belum punya pacar?”
“Ya, kan Jin umur 100 tahun masih kecil.”
“Sebesar apa?”...... “Sebesar anak kelas 1 SMP.”
“Oooo begitu?”...... “Ya…”
“Lalu kenapa kamu menangis kalau muncul.”...... “Kerana saya sakit.”
“Sakit karena saya ini tidak bisa apa-apa.”...... “Maksudnya?”
“Ibu saya ditawan Ratu, dan saya dipaksa
mengambil anak ini jadi tumbal, kalau saya tak
melaksanakan ibu saya disiksa,”
“Kenapa ibumu tak kamu bebaskan?”
“Saya sudah tak punya kekuatan, kekuatan saya
diambil Ratu.”
“Kamu kasihan tak sama anak ini?”..... “Kasihan..”
“Kalau kasihan kenapa tak kamu lepaskan?”
“Tidak bisa, kerana saya kalau tidak mengambil
anak ini Ibu saya disiksa terus.”
“Disiksa bagaimana itu?”..... “Ya, dirantai sama dicambuki,”
“Kasihan..”...... “Kamu lepaskan anak ini ya..”
“Ya, tapi saya ditolong melepaskan Ibu saya ya..”
“Iya… saya InsyaAllah akan bantu.”
“Iya saya tak ganggu anak ini, anak ini akan saya
bantu lepas dari menjadi tumbal.”
“Nah, begitu..”...... “Kamu saya Islamkan?”
“Tidak mahu.”...... “Kenapa tidak mahu.”
“Saya sudah pernah masuk Islam, di-Islamkan
oleh Kyai yang mengislamkan saya, tapi saya
kembali kafir.”
“Kenapa kembali kafir?”....“Karena saya disiksa Ratu, diperintah jadi kafir.”
“Bagaimana kalau masuk Islam, tapi tinggal di
sini, kan dalam perlindungan saya, jadi Ibu Ratu
itu tak berani ngapa-ngapain.”
“Tak bisa, Ibu saya kan disiksa.”
“Ya kalau begitu, kamu keluar dulu ya…. kasihan
anak ini, kita ngobrolnya di luar saja, kamu
sekarang di tubuh anak ini di sebelah mana?”
“Saya di punggung..”
Ku arahkan tanganku ke punggung, dan ku tarik
Bunga keluar, gadis itu pun sadar. Anak itu pun
duduk, dan sebentar kemudian dia menangis lagi..
“Ini Bunga?” tanyaku......“Iya…” jawabnya pendek.
“Kok kamu masuk lagi?”......“Saya tak masuk..”
“Lalu di mana?”.....“Saya di belakangnya anak ini,”
“Duduk apa berdiri?”....“Duduk., saya hanya meminjam mulut anak ini
untuk bicara.”
“Ooo begitu.”..“Bunga…”........“Iya..”
“Kenapa kamu kok jadi pengikutnya Ratu?”......“Saya diajak teman-temanku.”
“Apa kerajaannya luas Ratu itu?”........“Iya.”
“Apa dia sakti.”.......“Ya.”
br /> “Sakti mana sama dengan Ratu Pantai Selatan?”.....“Sama-sama saktinya.”
“Saya dibantu ya..”..... “Bantu apa?”
“Di dalam tubuh gadis ini ada berapa Jin?”...... “Saya tidak bisa melihat mereka.”
“Kenapa?”......“Saya dihalang-halangi penglihatan saya.”
“Sama siapa?”......“Sama mereka.”
“Lhoh, bukannya mereka temanmu?”......“Bukan.”
“Lalu mereka siapa?”......“Mereka kiriman orang yang diarahkan untuk
mencelakai anak ini.”
“Ooo begitu, jadi bukan temanmu?” tanyaku.
“Bukan.”
“Saya bantu melihat ya..” kataku sambil
menempelkan tangan ke kening gadis yang
kerasukan....... “Ya… ada 7.”
“Apa saja bentuk mereka?”.......“Bentuknya macam-macam..”
“Yang mengirim siapa?”......“Yang mengirim, orang yang rumahnya di pinggir
laut.”
“Kenapa mereka sama sekali tak menyerangku?”.....“Semua takut,”
“Yang takut siapa?”........“Yang takut jin dan juga dukun yang mengirim.”
“Aneh… kenapa mereka takut padaku?”
“Tak tahu, gurunya Wibowo, dan Ratu juga takut.”
“Denganku?” .......“Ya.”
“Apa kamu juga takut denganku, coba pandang
aku.” Lama Bunga terdiam tak menjawab…..
>
“Bagaimana?” Dia diam saja..
“Aku tak akan mengapa-apakanmu kok, jangan
takut.” ......“Ya..”
“Kamu mahu di sini saja, jadi muridku?”
“Mahu… tapi saya kasihan sama Ibu-Bapakku, yang
ditawan Ratu.”
“Sudah dulu ya Bunga… kasihan anak ini lelah,
kamu pinjam lisannya..”...“Iya..”
“Jangan masuk lagi ke tubuh anak ini ya..”.....
“Iya…” [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini : KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Cakrawala News
#indonesia, misterinusantara, #KisahKyaiLentik KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
No comments
Post a Comment