KISAH SUFI, SANG KYAI [64]
KISAH SUFI, SANG KYAI [64]
- Pada siri KISAH SUFI, SANG KYAI [63] Sang Kyai bercerita: Mungkin banyak teman facebook yang berteman denganku sudah banyak yang tahu soal ini, yaitu kejadian SIAPA SAJA YANG MEMANDANG FOTO PROFIL FACEBOOKKU JIKA DI DALAM TUBUHNYA ADA SOSOK JINNYA MAKA ORANG ITU AKAN MUNTAH KERANA JIN DALAM TUBUHNYA KEPANASAN DAN INGIN KELUAR.
- Aneh? ya saya sendiri merasa aneh. Apalagi orang lain, mungkin orang berprasangka kalau itu kerana aku punya kelebihan, kelebihan apa? Lha, aku sendiri tidak tahu kenapa kok terjadi seperti itu.
- Awal kejadian ada beberapa pesan masuk ke inbox ku, yang isinya -- banyak laporan -- banyak orang yang muntah-muntah kerana memandang photo profil facebookku -- terus terang aku sendiri hairan, masak bisa begitu?
CAKRAWALA NEWS -- Setelah berzikir harian berjamaah --Mbak Sun dan Suaminya yang memang biasa mengikuti zikir harian -- menghadap padaku, Mas Slamet yang duduk di sampingku menjelaskan,
“Iya tadi ku suruh melihat photo Mas Kyai, kok Istriku ini jadi muntah-muntah dan kepala pening sekali.” jelas Mas Slamet.
“Iya Mas… saya sekarang kok jadi benci kalau melihat Mas Kyai… ya salah Mas apa kok saya jadi benci..” tambah Mbak Sun.
“Hhmm, aneh juga… coba ambilkan air zikir yang kemaren..” kataku menyuruh Mas Slamet Kliwon.
Air kemudian ku tiup, dan ku suruh minum Mbak Sun --dan ku suruh melihat dan memegang photo profilku, yang ada di tablet. Selang sepuluh minit kemudian --Mbak Sun tiba-tiba menangis-- menangis sekerasnya seperti anak kecil… aneh juga. Aku sendiri hairan, bukan aku tahu apa masalahnya. Masalahnya aku sendiri tak tahu kenapa kok menangis.
“Ampun Pak, ampuni aku… ampuni aku pak…” begitu kata-kata yang diucapkan.
Aku sendiri masih tak mengerti apa sebab dan minta ampun dari apa…? Sampai akhirnya dia ingin muntah-- dan muntah-muntah di depan rumahku --dipegangi Suaminya-- sampai akhirnya jatuh pingsan.
Bingung juga menghadapi hal seperti itu… ku suruh Mas Slamet menggotong Istrinya ke tempat yang lebih bersih.
Tiba-tiba Mbak Sun sadar dan muntah-muntah lagi --lalu pingsan lagi, begitu berulang-ulang-- kasihan juga melihatnya. Maka ku suruh saja bawa pulang-- besok saja dilanjutkan.
Besoknya setelah zikir ku coba seperti semalam-- ku kasih air dan ku suruh menempelkan jari di photo. Dan sekali tempel, langsung saja, tubuhnya lemah seperti orang pingsan. Dan ketawa cekakak -- cekikik sebagaimana orang yang kerasukan.
“Ini siapa?” tanyaku-- melihat Jin yang ada di tubuh Mbak Sun berulah-- menendang-nendang Suaminya yang mencoba memegangi. Sehingga suaminya berkali-kali kena tendang.
“Sudah biarkan saja tidak usah dipegangi..”
Mbak Sun menatapku…. dan dia memalingkan wajah.
“Hii takut… siapa kamu wong bagus, wajahmu menakutkan…” katanya.
“Kamu sendiri siapa?” kataku balas bertanya.
“Aku tidak mahu mengaku, kecuali kamu mahu
memenuhi syarat yang ku ajukan.”
“Apa syaratnya?” tanyaku.
“Syaratnya kamu mahu menikah denganku.”
“Kalau aku tidak mahu..?”
“Ya, aku tak mau mengaku siapa aku.”
“Ooo begitu, kalau begitu aku paksa mengaku.”
“Paksa pakai apa?”
“Paksa pakai ini..” lalu ku tempelkan tanganku ke
tubuh Mbak Sun.
“Aduuuuh panas, panasss… iya… iya aku mengaku,
aku mengaku..”
“Kamu siapa?”
“Saya dikirim orang.”
“Siapa yang mengirim?”
“Ya, saingan dagangnya perempuan ini.., aku
dikirim diperintahkan untuk menghancurkan
perempuan ini..”
“Siapa yang mengirim?”
“Dewi…”
“Punya saingan bernama Dewi Kang Slamet?”
tanyaku pada Kang Slamet.
“Iya, orangnya jualan sebagaimana aku dan Istriku.” jawab Kang Slamet.
“Dikirim dengan dukun dari mana?”
“Dukun dari Jogja, malah Dewi membayar
dengan memberikan tubuhnya dan membayar 10
juta rupiah untuk mengirimkan diriku.” kata Jin yang
ada di dalam tubuhnya Mbak Sun.
“Bayar sama siapa?” tanyaku hairan.
“Ya, bayar melayani perantara dan dukunnya..”
“Ya, sama perantara dan dukunnya.”
“Hhmm begitu…” kataku hairan.
“Iya… hihihi..” jawab Jin itu sambil ketawa cekikak --cekikik.
“Kamu keluar ya…” kataku sambil menatap
wajahnya yang berusaha menghindari tatapanku.
“Jangan menatapku begitu aku takut…, kamu
siapa
kok bagus benar wajahmu, tapi
menakutkan..?”
“Aku gurunya orang yang kamu masuki ini..”
jawabku tegas.
“Aku takut..” kata Jin itu.
“Ya kalau takut keluar..”
“Aku tidak berani keluar nanti aku disalahkan
dukun yang mengirimku…, aku nanti dihajar.”
“Takut mana denganku apa dengan dukun itu?”
“Ya takut denganmu…, badanku panas semua…,
rasanya semua tulangku lepas.”
“Makanya keluar… jangan sampai aku marah
nanti malah aku hancurkan kamu..”
“Iya iya…. saya keluar, tapi saya minta izin dulu
sama dukun yang mengirimku..”
“Ya kalau begitu ku bakar saja kamu…” kataku
sambil mengulurkan tangan untuk memegang Mbak Sun, dan dia menghindar. Tetapi kupegang
kakinya, dan seketika tubuhnya lemas-- tandanya Jin
sudah keluar, dan Mbak Sun sadar.
Selang beberapa saat, ku biarkan Mbak Sun
istirahat, kerana ku lihat kelelahan. Lalu setelah
ku rasa cukup, ku suruh lagi minum air isian, dan
air segera dibuang,
“Air apa ini…?” katanya dengan suara orang lain
lagi, pertanda sudah ada Jin lain lagi.
“Dengan siapa ini?” tanyaku dan Jin dalam tubuh Mbak Sun melihat dengan mata nanar, dan ketika
tatapan wajahnya melihatku, dia seperti silau
dan berpaling.
“Kamu siapa?” tanyaku.
“Aku Jin yang dikirim…”
“Dikirim siapa?”
“Aku tak mahu menyebutkan…”
Ku tempel tanganku di tubuh Mbak Sun….
“Aduh panaaasss, iya iya aku mengaku..”
“Dikirim siapa?”
“Dikirim Tobil…. yang mengirimku dulu suka sama
orang ini tapi tidak diterima, jadi dia
mengirimkan Jin, agar orang ini mahu dinikahi..”
“Orang mana?”
“Orang yang di daerah Kretek…"
“Sekarang kamu keluar atau ku paksa keluar?”
“Kamu siapa? Punya apa kok mahu memaksaku
keluar?”
Ku tempel saja tanganku ke tubuh Mbak Sun dan
ku tarik Jinnya keluar, dan Jin pun keluar.
Ku suruh lagi meminum air isian, dan sekali lagi
air baru ditenggak/diminum, Mbak Sun sudah lemah, dan
berubah suara lagi menjadi suara lain.
“Siapa ini?”
“Kenapa tanya --tanya?”
“Ya aku ingin tahu kenapa kamu di dalam?”
“Saya dikirim…”
“Dikirim siapa?”
“Dikirim Kyai Juki.”
“Kyai Juki itu siapa?”
“Itu Kyai yang sering jadi penceramah di Masjid
Agung sana…” jelas Taufik yang memang kenal Kyai Juki.
“Ooo…” aku hairan, Kyai juga main Jin.
“Iya dia di luarnya juga alim,” tambah Taufik.
“Wah wah… dunia, kalau begini kan ketahuan
jadinya..” kataku.
“Untuk urusan apa kamu dikirim Kyai Juki?”
tanyaku pada Jin yang ada di tubuh Mbak Sun.
“Memangnya kau ada urusan apa? Kok tanya --tanya?” jawab Jin itu.
“Ya dia ini muridku… jelas jadi urusanku.”
“Kamu berani denganku..?” tanya Jin itu. “Aku ini
sakti.”
“Sakti..? Kalau sakti coba tatap aku.” kataku.
Dia menatapku tetapi segera berpaling…
“Iihh takut,
kau menakutkan, matamu menakutkan, panasss..”
“Bagaimana kau berani denganku sekarang?”
tanyaku.
“Kau ini siapa? Mengapa ilmumu tinggi sekali, kau
muridnya siapa?”
“Aku murid Syaikh Nawawi..” jawabku.
“Jangan sebut nama itu, panas,”
“Bagaimana mahu melawanku.?”
“Tidak, tidak, aku tak berani, biar aku keluar
saja…”
“Keluar sendiri atau ku keluarkan?”
“Aku keluar sendiri saja…” katanya dan Mbak
Sun pun lemah.
Malam itu entah berapa Jin yang sudah ku
keluarkan silih berganti Jin ku keluarkan, kerana
malam sudah larut. Maka ku sarankan untuk
dilanjutkan besok paginya saja.
Dan siang-harinya Mbak Sun datang lagi sambil
diantar Suaminya, di Facebook yang memakai: Id
Slamet Kliwon itu, segera saja ku suruh minum. Dan aku lupa, memberinya minum pakai gelas
kaca, jelas gelas langsung dibanting pecah… Dan Mbak Sun sudah berubah menjadi orang lain.
“Siapa?” tanyaku.
“Aku kirimannya Siswoyo…”
“Siapa itu Siswoyo?”
“Siswoyo ya Mertuanya Sun ini.”
“Itu Mertuanya yang dulu Mas Kyai..” jelas kang
Slamet.
“Ooo…. begitu, lalu untuk apa kamu dikirim?”
“Dulu Sun ini tak mahu dinikahkan dapat anaknya ,
jadi tubuhnya diisi Jin, biar mahu..”
“Jadi sudah lama kamu di dalam?”
“Ya sudah lama.., tapi sejak Sun ikut ngaji
thareqoh itu, tubuhku panas, aku tidak kuat di
dalam, aku kepanasan, ngaji di mana itu kok
panas sekali..”
“Ya ngaji di sini, aku gurunya..”
“Hah takut aku, aku dikeluarkan saja, aku tak
kuat..”
Segera Jin ku keluarkan, dan ku suruh minum air
isian lagi, dan langsung saja berubah menjadi
suara lain.
“Dengan siapa ini?”
“Aku Jin dikirim oleh Supeno dan Supeni.”
“Siapa itu?”
“Dukun suruhannya Siswoyo..”
“Ooo… kamu keluar ya..”
“Saya tak bisa keluar.”
“Kenapa?”
“Saya harus minta pertanggung jawaban pada
Supeno dan Supeni.”
“Ya sana meminta pertanggung jawaban.”
“Tak bisa.”
“Kenapa.”
“Orangnya sudah meninggal semua..”
“Ya nanti minta pertanggung jawaban di akhirat,
sekarang kamu keluar.”
“Ya, ya, saya keluar tapi saya biarkan di tubuh
perempuan ini sebentar, saya kasihan padanya,
dia orang baik kok dikirimi Jin.”
Aku tak sabar menunggu lantas saja jin ku keluarkan. Tetapi segera berganti Jin baru pula…
“Siapa ini?” tanyaku.
Dia menggeleng.
“Kamu siapa?”
Dia menggeleng lagi… Dan memberi isyarat kalau
dia tak bisa bicara. Ku suruh ambilkan spidol dan
kertas. Dan ku sodorkan di depannya.
“Kamu siapa?”
Dia menulis, ‘saya kiriman’,
“Sudah berapa lama di dalam?”
Dia menulis, ’20 tahun’.
Hairan juga aku. Tetapi kerana susah sangat mau berkomunikasi. Maka ku keluarkan saja Jinnya.
Kerana melihat keadaan Mbak Sun kelelahan
maka pengeluaran Jin ku hentikan beberapa saat. Dan setelah ku rasa cukup istirahat, ku suruh
lagi Mbak Sun minum air isian dan langsung saja
berubah gerak geriknya,
“Dengan siapa ini?” tanyaku.
“Saya Jin yang disuruh orang menyerang pada Ayahnya anak ini.”
“Lhoh, kenapa kok masuk ke anak ini?”
“Kerana Ayahnya berisi, jadi saya tak bisa masuk
ke Ayahnya, jadi saya masuki raga anaknya.”
“Wah kok begitu?”
“Ya…”
“Sudah berapa tahun di dalam?”
“Saya sudah 20 tahun lebih..”
“Banyak tidak yang di dalam?”
“Tidak ada, semua sudah pada keluar.”
“Benar?"
“Benar.”
“Kamu keluar ya.., mahu keluar sendiri, atau ku
keluarkan?”
“Ya, saya mahu keluar, kerana di dalam sudah tidak
ada teman ngobrol.”
“Lhoh, memangnya di dalam juga nyangkruk
ngobrol sama teman-teman?”
“Ya… sekarang saya sudah tidak ada temannya..”
“Kalau begitu keluar..”
“Kamu siapa? Aku takut denganmu, jangan
menatapku seperti itu, aku takut.”
“Kamu kan Jin, masak penakut.”
“Ya, aku takut denganmu..”
“Nah kalau takut keluar sana…”
“Sebentar aku masih mahu di dalam..”
Ku tarik saja Jinnya keluar kerana pembicaraan
ku anggap sudah tidak ada manfaatnya.
Jin itu kebanyakan pembohong kelas berat,
ketika dikatakan di dalam tidak ada lagi, aku tidak
lantas percaya. Dan ku suruh Mbak Sun minum
air isian lagi, Dan benar saja, masih saja adaJjin
di dalam.
Sekalian ku suruh Kang Slamet melatih ilmunya
mengeluarkan Jin dari tubuh Istrinya, ketika Jin
dipegang -- Jin berontak, dan Kang Slamet
kewalahan.
“Konsentrasi pada lafadz Allah, Kang..” kataku.
Kang Slamet pun konsentrasi dan memegang Istrinya, baru Istrinya kewalahan dan tak
berdaya, lalu ditanya.
“Siapa ini?” tanya Kang Slamet.
“Aku Jin Muslim..”
“Jin Muslim?” tanyaku.
“Ya..”
“Berarti hafal Surah Al-Fatihah.”
“Hafal…” lalu jin itu membaca Surah Al-Fatihah dengan
lancar.
“Kenapa di dalam?”
“Saya dikirim orang. Tetapi saya lupa dikirim untuk
apa… saya di dalam sudah hampir 30 tahun..”
“Wah lama juga, tolong siapa saja orang yang
menonton ini. Siapa saja yang ada Jinnya, kamu
bisa menunjukkan?”
“Ya saya bisa..”
Lalu Jin itu menunjukkan siapa saja orang yang
hadir yang ada Jinnya, dan juga menunjukkan
siapa saja nama-nama keluarganya orang itu, apa
kerjaannya dan lain-lain -- hairan juga Jin bisa tahu
sedetail itu tiap orang. Tidak tahu bagaimana cara
dia mengetahui, apa dengan cara menanyakan Jin
yang ada di dalam tubuh orang itu atau
bagaimana.
Setelah berdialog panjang lebar-- akhirnya Jin itu
ku suruh keluar. Dan setelah itu, ku suruh minum
dan memegang photoku tak ada reaksi apa apa, ku
rasa Jinnya sudah bersih.
Cerita soal Jin ini masih panjang dan sekali lagi
ini hanya pengalaman. Sebenarnya siapa saja bisa
mempunyai apa yang ku punyai bisa sepertiku
jika mengamalkan sebagaimana yang ku amalkan. Jadi bukan kerana mengamalkan sebuah ilmu
untuk mengeluarkan Jin atau sejenisnya-- cukup
mendekatkan diri pada Allah Azza Wa Jalla, berusaha selalu
istiqomah dalam menjalankan prilaku amaliyah-- nanti akan Allah Azza Wa Jalla anugerahkan berbagai ilmu, ilmu
dari sisi Allah, bukan ilmu yang dipelajari, bukan
dengan Khadam Jin atau Malaikat. Sebab kita tak memerlukan Jin juga tidak memerlukan Malaikat.
Para Malaikat
itu sudah sejak penciptaan Nabi Adam 'AlaihisSalam -- Malaikat
tugasnya adalah melayani Nabi Adam 'AlaihisSalam. Makanya
diperintah sujud pada Nabi Adam 'AlaihisSalam.
Jadi tidak perlu kita meminta, Malaikat itu akan melayani kita,
membagikan
rezeqi,
membagikan
hujan,
mencatatkan amal perbuatan kita, tidak usah kita susah-susah menyediakan berlembar-lembar kertas,
dan berliter-liter tinta. Malaikat sudah
mencatatkan amal kita, juga kita mahu mati saja
malaikat itu akan dengan suka rela mencabutkan
nyawa kita, kita tak usah susah-susah membetot
nyawa sendiri, sudah ada Malaikat yang akan
mencabutkan nyawa kita, malah tidak usah kita
bayar dengan angsuran atau kontan/cash, mereka akan
melakukannya.
Jadi yang kita perlukan bukan khadam, yang
kita perlukan adalah penyesuaian penghambaan
kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta'la, meletakkan diri sesuai dengan
kodrat kenapa kita diciptakan.
Kejadian yang kita alami, adalah cara Allah
menunjukkan keberadaannya dan agar kita bisa
mengetahui keagungan dan kebesaran-Nya. Seandaipun kita tak mengakui selamanya Allah
itu Maha Agung dan Maha Kuasa, kekuasaan dan
kebesaran-Nya tidak tergantung atau bersandar
pada apapun yang DIA ciptakan, Allah Maha Esa dan Maha Sendirian, tidak bergantung pada tempat, atau suasana.
Kita manusia hanya bisalah
mengambil manfaat dari pelajaran yang Allah
berikan dari kejadian setiap hari, itu seperti Al-Qur’an yang dijelaskan dengan kejadian nyata.
Juga pengalaman yang ku alami, seperti
menaklukkan Jin, sama sekali bukan berarti aku
ini ahli dalam perkara Jin -- atau dalam pengalaman yang ku
alami soal aku ini mengobati santet (santau), sama sekali
lantas aku ini orang yang tahu seluk beluk soal
santet -- kita kembalikan saja pada Nabi kita,
Muhammad Shallallahu 'AlaihisSalam.
Baginda Rasulullah, itu bukan jebolan/susulan sekolah manapun-- bukan lulusan University ternama. Juga bukan lulusan University Trisakti
atau University Indonesia. Tetapi sampai sekarang
Nabi kita itu dianut seluruh orang Islam di
seluruh dunia, kurasa juga baginda tak pintar dan
faham betul soal santet-- atau ilmu sihir
manapun. Tetapi beliau adalah sumber segala ilmu
dari Allah Azza Wa Jalla kerana wahyu melewati baginda.
Jadi
bukan juga saya ini tahu soal santet-- atau soal Jin. Malah sama sekali saya tidak tahu. Saya hanya
menjalankan dan berusaha mengamalkan yang
diwariskan Nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihisSalam. bukan hanya mendialogkan atau
membicarakan. Tetapi mengamalkan-- kerana saya
yakin apa yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihisSalam itu hal yang haq dan benar-- lalu kok kemudian saya bisa mengeluarkan Jin.
Sebenarnya juga tidak saya ketahui sama
sekali, kok bisa? Saya tidak mengambil pusing
kenapa kok bisa atau tidak, dijalani saja yang
seharusnya dijalani, sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu 'AlaihisSalam itu bukan
seorang yang pintar baca tulis dan pintar baca-- kok bisa menyampaikan Al-Qur’an dengan benar
bahkan bahasanya yang sangat tinggi tidak
satupun yang salah? Dan bisa mengarahkan orang
dari dulu sampai sekarang dengan petunjuk yang dibawanya, kerana ada campur tangan Allah didalamnya
Pengalaman yang saya alami juga saya sendiri tidak
meributkan bagaimana saya kok bisa-- ya, menurut
saya juga siapa yang mengamalkan seperti yang
saya amalkan juga akan bisa.
Dan kenyataannya
banyak murid saya juga yang bisa mengobati
sembarang penyakit dan juga bisa mengeluarkan Jin dari tubuh seseorang, kok bisa? Ya, kenyataannya bisa! Jika mahu membuktikan
kenapa tidak mengikuti apa yang saya amalkan, kan
lebih mudah mencari buktinya-- daripada hanya
menyangka-nyangka (menduga-duga).
Dan kan bisa tahu apa yang
saya amalkan itu melencong tidak dari Agama? Misal membaca Al-Qur'an itu apa melencong dari Agama?
Menjalankan puasa sunnah itu apa
melencong dari Agama? Nah, agar tahu-- kenapa tidak
mencari tahu masuk dalam lingkunganku?
Kembali soal pengalaman-- ini juga namanya
pengalaman, kejadian yang sama sekali tanpa
direncanakan-- tidak seperti sinetron atau film tv. Jadi ending ceritanya kadang tidak bisa ditebak/diteka-- termasuk saya sebagai orang yang mengalami.
Habis sholat Isya’ ada tetamu dari daerah Tegal-- biasanya jam
delapan-- ada zikir harian di Majlis. Tetapi kerana
ada tetamu-- masak ku tolak-- kalau zikir sudah
mulai, ya ku biarkan saja tamu menunggu sampai zikir selesai-- kerana zikir belum mulai maka ku
temui tetamu,
“Ada apa?” tanyaku pada dua tetamuku.
“Saya dari facebook Mas Kyai…” jawabnya.
Lalu ku tanya Id-fb nya dia, kerana aku tidak tahu
semua tetamu yang datang. Setelah menjelaskan
baru aku ingat paling tidak sedikit-- sebab sehari
pesan/mesej yang masuk ke inboxku ada 200an pesan
kalau pesan terjawab lantas terjadi dialog. Ya, sehari sampai ada 300-400 pesan masuk.
Dan
setiap pesan yang masuk, aku tidak bisa mengetahui setiap orang --perorang. Apalagi kalau
jawab pakai opera mini. Tidak ketahuan photonya,--apalagi kalau orangnya memakai photo bukan photo
asli. Maka makin sulit lagi-- hampir tiap hari ada
saja teman facebook datang ke rumahku-- bahkan
ada yang jauh -- jauh datang naik pesawat. Malah
pernah ada yang sudah bela-belain datang naik
pesawat.
Dan sudah sampai di rumahku-- aku
sendiri sedang dalam menjalani khalwat tidak
menemui siapapun, makin susah kan. Ya, kenapa
juga tidak kasih khabar kalau mahu ketemu.
“Ada keperluan apa?” tanyaku.
“Saya ingin minta dilihat apa saya ada Jinnya..”
kata satu orang, sebut saja namanya Rahman.
“Kenapa tidak melalui facebook saja? kan bisa lewat
dari facebook.” kataku.
“Ya, biar makin mantap ketemuan sama Mas Kyai…”
“Ooo ya tidak apa-apa…, coba minum air ini..” kataku
setelah mengambil air. Dan ku tiup.
“Dia lantas meminum air…”
Lantas ku sodorkan photoku di depannya,
“Ini
jarinya ditempelkan.”
Lalu ku lihat dia menempelkan jari telunjuknya di
tengah dada photo… sebentar sebentar dia
menggelengkan kepala.
“Wajah Mas Kyai berubah-rubah..” katanya sambil
menggelengkan kepala.
Biasanya-- ini biasanya, saya sendiri juga tidak tahu
bagaimana kok bisa begitu. Jadi ini ku ambil dari
kebiasaan saja. Sebenarnya aku sendiri juga tidak
tahu kenapa kok jadi seperti itu, biasanya kalau di
dalam tubuh seseorang tersebut ada beberapa Jin-- Misal 10 Jin -- Maka photoku akan berubah
menjadi 10 wajah. Wajah Jin yang ada di dalam
tubuh orang tersebut.
Benar saja suara pemuda yang di depanku sudah
berubah, menjadi suara orang lain.
“Siapa?” tanyaku.
“Hmmm… aku Jin…”
“Muslim?”
“Ya, aku Muslim..”
“Assalamu'alaikum..” ucapku.
“Wa'alaikum salam..”
“Kenapa kamu di dalam?”
“Saya dikirim.”
“Atas perintah siapa?”
“Atas perintah perempun yang disakiti pemuda
ini..”
“Lalu maksudnya?”
“Maksudnya ya, saya diminta menghancurkan
kehidupan pemuda ini.”
“Lhah, kamu kan Jin Muslim, antara Muslim
dengan Muslim yang lain kan saudara, bagaimana
kamu kok bisa dan mahu dikirim untuk
menghancurkan pemuda ini?”
“Saya ditaklukkan orang yang mengirimku.”
“Wah, hebat berarti yang mengirimmu itu..?”
“Ya…”
“Lalu kenapa kamu tidak keluar dan lari?”
“Saya tidak bisa keluar..”
“Kenapa?”
“Kerana saya diancam dan saya tidak tahu
bagaimana saya harus keluar.”
“Hhmm begitu….?”
“Aduh tubuhku ini kamu apakan Ustaz…?”
“Kenapa? Aku tak mengapa-apakan.”
“Tapi tubuhku sama sekali tidak berdaya, seperti
ditindih gunung..”
“Ya, aku tidak tahu, aku kan tak mengapa
apakanmu.”
“Berapa banyak Jin di dalam tubuh pemuda ini?”
“Banyak…”
“Berapa?”
“Ada 20-an Jin..”
“20? wah banyak juga.”
“Iya, tapi mereka semua Jin fasik.., dan semua
sudah kabur, ketika masuk kesini tadi, semua
takut pada Ustaz?”
“Takut padaku?”
“Ya..”
“Apa mereka semua bentuknya?”
“Ada yang berbentuk macan (harimau), ada yang berbentuk
ular, kera dan lain-lain, pokoknya macam-macam,.Tetapi mereka cemen (pengecut) semua-- masak sama Ustaz
takut, 😁hahahaha…”
“Wah wah.. mungkin mereka merasa kalah
ganteng sama aku sehingga keder, hehehe 😂…”
“Ustad bisa saja, 😄hehehe…, Ustaz tahu apa rupa bentukku?”
“Aku tidak tahu, wong aku tidak bisa melihat Jin..”
“Bentukku rupa naga, hahahaha😅…”
“Wah, naga besar kalau begitu?”
“Ya, sebesar pohon kelapa…”
“Wah, ngeri juga bentukmu, hhehehe😇..”
“Aduuuh… aku Ustaz apakan, kok semua badanku
sakit begini?”
“Aku tidak mengapa-apakan kamu.”
“Ustaz tahu, tidak… aku ini umurku berapa?”
“Ya, mana aku tahu.., umurmu berapa?”
“Umurku sudah ribuan tahun, aku dulu murid
Sunan Gunung Jati-- yang mengislamkanku Sunan
Gunung Jati. Aku juga sebenarnya menjaga
makam Sunan Gunung Jati.”
“Wah senang berkenalan denganmu.., siapa
namamu?” lalu dia membisikkan namanya di
telingaku. Dan kerana yang melihat banyak maka
dia membisikkan lagi sesuatu padaku.
“Kamu keluar ya. dari tubuh orang ini.”
“Ya saya mahu Ustaz, mahu sekali. Apalagi Ustaz yang memerintahkan. Ustaz adalah murid Syaikh
Abdul Qodir Jailani. Semua bangsaku takut dan
tunduk pada kewalian beliau. Jadi saya Ustaz perintahkan, dengan senang hati saya akan
keluar..”
“Lalu kenapa tidak keluar?”
“Saya tidak bisa keluar Ustaz.”
“Kenapa?”
“Ya, saya tidak tahu..”
“Ustaz…! Boleh saya meminta ijazah ilmunya..?”
“Untuk apa, bukankah ilmumu sudah banyak?”
“Masih banyakkan ilmunya Ustaz..”
“Ilmu apa yang kamu minta?”
“Angkat saja saya jadi murid, nanti saya akan
bisa keluar.”
“Ya, tidak apa-apa… ku terima kamu jadi murid.”
“Qobiltu, saya terima jadi murid Ustaz.”
“Ya.. keluar ya..”
“Ya, Ustaz, saya dibantu..”
“Ya saya bantu…”
Jin itupun keluar, dan pemuda itupun sadar. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini : KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, misterinusantara, #KisahKyaiLentik KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
No comments
Post a Comment