Pentalogi Cerpen: "Tutup Botol Cinta-3"
Pentalogi Cerpen: "Tutup Botol Cinta-3"
Bagian - 3: "Malam di Antara Dua Dunia"
Cerpen bersiri lima bagian
Tokoh utama: Rania Mardhiyah
Suami: Bayu Raditya
Sepupu: Mira Salsabila
Dukun mistik: Ki Samin Dumadi
Cerpen ini lanjutan dari bagian -1 & 2 Anda bisa baca disini:
FORTUNA MEDIA - Bagian - 3: "Malam di Antara Dua Dunia"
Langit malam begitu kelam. Hanya bulan sabit menggantung pucat di angkasa, seperti mata dewa yang mengawasi diam-diam. Rania Mardhiyah melangkah perlahan di belakang Ki Samin Dumadi. Melewati kebun liar dan pohon-pohon tua yang berdiri seperti penjaga bisu.
"Apa yang kita cari di hutan ini, Ki Samin Dumadi?" tanya Rania Mardhiyah sambil menggenggam kain selendangnya erat.
"Bukan di hutan ini, tapi di dirimu sendiri. Kau harus tahu… botol jampi bukan untuk balas dendam, tapi untuk mereka yang hatinya hancur--tapi belum mahu melepaskan."
Mereka sampai di sebuah pelataran batu di bawah pohon beringin. Ada lampu minyak tergantung. Dan sebuah dulang tembaga telah terhampar di tanah--berisi bunga tujuh rupa--sehelai rambut. Dan sebotol air hujan yang telah disimpan Ki Samin Dumadi sejak bulan lalu.
"Kalau kau benar-benar mahu buat jampi, malam ini kau tak boleh ragu lagi," ujar Ki Samin Dumadi.
Rania Mardhiyah mengatup bibir. Angin meniup perlahan rambutnya. Lalu ia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya. Di situ tertulis nama 'Bayu Raditya'. Ia letakkan pelan-pelan di tengah dulang.
"Aku tahu ini bisa bawa celaka. Tapi lebih celaka lagi kalau aku terus mencintai tanpa jalan keluar. Kalau jampi ini tak buat dia kembali cinta kepadaku. Setidaknya biarlah ia tahu. Aku pernah mengguncang semesta demi cinta."
Ki Samin Dumadi memejamkan mata. Tangannya mulai menari di udara, melafazkan mantera dalam bahasa kuno yang nyaris tak dimengerti. Dulang tembaga mulai bergetar -- bunga-bunga berguguran satu-persatu ke dalam botol kecil di tengahnya.
Dan saat jampi usai, Rania menggenggam botol itu—hangat, seolah bernyawa.
"Jaga dia baik-baik. Ini bukan benda. Ini kehendakmu yang membatu."
Rania Mardhiyah menatap cairan pekat dalam botol itu. Bukan lagi hanya cinta. Tetapi juga kutukan -- harapan, dan luka yang dibungkus jadi satu.
Rania Mardhiyah pulang malam itu tak lagi dengan ketakutan. Tetapi dengan mata yang menyala oleh sesuatu yang lebih dalam dari rindu: 'tekad'. [HSZ]
To be Continued.....
Disclaimer, Cerpen ini karya penulis @romy mantovani Jika ada penulis/blogger mahu menulis ulang atau mencetak/membukukan--Mohon izin sang penulis dahulu! Dan tidak akan merobah bait - kalimat cerpen dan menyertakan nama penulis dan website ini fortuna media
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/helmyzainuddin
pinterest.com/hsyamz
No comments
Post a Comment