KISAH SUFI, SANG KYAI [55]
KISAH SUFI, SANG KYAI [55]
- Pada siri ke-54 dikisahkan keluarga pesakit yang datang jumpa Kyai salah bagi info pesakit,
- “Oalah, bagaimana toh, ya jelas tidak ada efeknya, lha, wong airnya ku do’akan untuk mengobati lelaki yang bernama Romdona, Wah, khodamnya bingung itu pasti ubek-ubekan mencari mana lelaki yang bernama Romdona.”
- “Lha, saya tidak tahu Mas, kalau seperti itu ada bedanya,” kata salah seorang yang meminta air.
“Ya jelas beda, kan lelaki sudah jelas beda sama perempuan, bodi tubuhnya saja kelihatan kalau tak sama, sudah nanti ku kasih air lagi, kalau minta obat itu yang jelas, jadi tidak kesalahan.” - “Ya, maaf Mas…” Maka ku kasihkan air isian lagi, dan dibawa pulang, dan Alhamdulillah, langsung sembuh ketika dikasih air.
FORTUNA MEDIA-- Apa yang datang dari Allah Azza Wa Jalla, entah peraturan, ilmu, cara hidup, dari yang terkecil, dari masalah sepele (perkara remeh-temeh), sampai masalah yang besar, dari cara mencari pekerjaan, sampai cara beragama. Apa yang diwariskan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu sudah cukup dan sempurna untuk diikuti, tanpa menambah atau mengurangi, kita hanya perlu tahu semua apa yang diwariskan, jangan kerana tahu sedikit lalu membutakan mata pada pengetahuan yang lain, sebab apa yang diwariskan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu sudah lengkap yang tak terbantah, sekalipun kerana kita lebih memenangkan nafsu. Dan hati masih tertutup untuk menerima kebenaran, kerana ketakutan hilangnya entah kenikmatan, kedudukan, nama besar, lalu kita mementahkan kebenaran, sama sekali Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu tak menyembunyikan ilmu yang dimiliki.Tetapi adakalanya ilmu itu diperoleh setelah menjalankan suatu amalan, seperti seorang yang bisa merasakan manisnya daging jeruk-limau, setelah mengupas kulitnya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberikan jeruk/limau, lalu kita tak pernah mahu melakukan amaliyah mengupas kulitnya, maka sampai tua pun, daging jeruk yang manis, mustahil kita rasakan. Apa itu salah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam? Jelas bukan, itu salah kita sendiri, kerana mahunya dikupaskan. Padahal kita punya nyawa, punya hati, punya fikiran, punya urat yang menggerakkan tangan kerana dapat signal perintah dari hati, dan fikiran membuat cara terbaik menyelesaikan tugas, agar hasil akhir memuaskan dan banyak manfaat yang diperoleh.
Majlis zikir secara resmi ku buka, pertama aku ragu, apa nantinya akan banyak yang akan ikut zikir, dan keraguan itupun sirna.
Pertama kali Majlis zikir ku buka, dan tak ada yang ku undang, artinya aku tak memakai kad undangan. Dan pertama kali yang datang hanya tetangga kanan kiri, dan itu pun tak semuanya ikut, kerana kenyataan di dunia ini ada orang yang anti zikir, dan hanya anti saja, entah kenapa mereka anti. Jika ditanya juga mereka tak akan mampu menjawab, sebab ilmu ke sana juga tak ada, yang jelas mereka anti, sekalipun Allah Ta'ala memerintahkan "wadzkurullaha katsira", ingatlah Allah Ta'ala sebanyak-banyaknya.
Dan yang jelas, orang yang anti zikir itu pasti hatinya tak akan tenang, zikir bagi hati itu seperti air bagi ikan, atau air bagi tanah, "wa anzalna minassama’i ma’an, fa akhya bihil ardho ba’da mautiha", lalu kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan hujan. Maka hiduplah kerana hujan itu bumi yang sebelumnya telah mati, sebagaimana tanah yang mati, tanah akan tandus, gersang, kering, panas, marah, suntuk, ya, kayak-seperti kita ada di tengah-tengah padang pasir di panas yang terik. Apa yang kita rasakan, kuat tidak kita bertahan di keringnya panas dan angin panas.
Begitulah hati yang mati, seperti tanah yang mati, di mana rumput tak mahu hidup, dan manusia tak kerasan - betah berada di dalam dirinya sendiri, selalu tak kerasan duduk dalam satu dudukan, kerana rasa suntuk, panas hati, sumpek/suntuk, mudah tersinggung dan marah, di manapun tak nyaman, kerana hati sebagaimana tanah padang yang gersang ada di dalam tubuhnya, segala penyakit dan kesempitan pandangan hidup meraja. Dan semakin parah lagi jika kemudian apa yang menjadi permasalahannya sendiri itu dia sendiri tak menyadari, kalau itu adalah dari dirinya sendiri, dari hatinya sendiri.
Kegersangan itu sebenarnya tak jauh dari apa
yang keluar dari perut bumi, jika yang keluar
dari perut bumi itu limbah dan minyak, batu dan
kerikil, racun dan lumpur yang mengandungi bahan berbahaya. Maka dengan sendirinya bumi
akan kering, sebenarnya tak beda dengan hati
kita, kerana kita ini kenyataannya tercipta dari
tanah. Maka segala persifatan kita ini tak akan
jauh beda dengan tanah.
Apa yang terjadi dan menimpanya sehingga
menjadi amat mengenaskan (menyusahkan, menjengkelkan, menyedihkan). Sebenarnya bermula
dari perut, dan apa yang menjadi isi perut itu
bermula dari apa yang kita makan, dan apa yang
kita makan itu bermula dari rezeqi yang kita cari,
jadi halal haram itu sangat berpengaruh pada
hati.
Ketika makanan yang kita perolehi dari rezeqi yang
haram, itu kita makan, dimakan keluarga kita,
dimakan anak-anak kita, maka rezeqi itu tertelan sebati,
lalu diproses oleh pencernaan, dasarnya rezeqi
yang tak halal. Maka saripatinya kemudian mengaliri
darah, lalu saripatinya menjadi sperma dan menetesi hati, menjadi racun yang
menggersangkan hati, Maka jangan hairan jika
kemudian rezeqi yang tak halal itu kemudian
menjadikan anak kita menjadi anak yang sangat
buruk prilakunya, sebab persifatannya kita
bagun hatinya dari makanan yang tak halal. Juga
kita teramat mudah suntuk, marah, sesak, keras
kepala, pemarah, mudah tersinggung, iri-dengki, tak pernah kerasan-betah jika diajak
berbuat baik, dan bersemangat jika diajak
berbuat jahat. Itu semua kerana hati kita
terbangun dari makanan yang haram, seperti
tanah yang di dalamnya mengalir minyak dan
menumpahkan lumpur beracun.
Jika hanya menjadikan kita berbuat jahat untuk
diri sendiri itu tak mengapa. Tapi jika kemudian yang
kita sudah mempunyai sikap melahirkan
keburukan kepada orang lain, maka siapapun kita
itu adalah telah menggolongkan diri dalam
syaitan bergolongan manusia, yang disebut dalam Al-Qur'an - Surah Annas, yaitu syaitan dari golongan jin dan
syaitan dari golongan manusia.
Apakah kita itu seperti itu? Yang selalu
berusaha mencegah orang lain berbuat kebaikan, yang selalu merasa iri dengki ketika orang lain
melakukan kebaikan, dan orang lain mendapat
anugerah dari Allah Ta'ala.
Apakah kita selalu sekuat
daya menghalangi orang lain melakukan kebaikan. Jika diri pribadi melakukan kajahatan maka dibenarkan,
jika orang lain melakukan kebaikan maka
disalahkan. Jika kita sudah seperti itu maka
sifat syaitaniyah kita telah mendarah daging.
Kerana makanan yang kita konsumsi, dan telah
meracuni segala darah, fikiran, hati, perasaan,
sehingga apapun yang dilakukan orang lain
sekalipun itu kebenaran, Maka itu di anggap
sebagai suatu kesalahan, kerana mata juga telah
teraliri racun saripati dari makanan haram yang
kita makan.
Alhamdulillah, majlis zikir pertama semua berjalan
lancar, dan jama’ah pertama langsung mengikuti
talkin, untuk menjadi pengurus, tapi besoknya
ada laporan yang masuk kepadaku, katanya Kyai
Askan menemui salah satu pengikut majlis zikirku yang bernama Ibu Anisah.
“Bu Anisah…, kamu semalam ikut zikir di
rumahnya Iyan?” tanya Kyai Askan
“Iya… hampir semua orang dekat pada ikut.”
jawab Bu Anisah.
“Halah Iyan itu anak kemaren sore, dia itu bisa
apa, tau apa, kok kamu ikuti, yang diajarkan ya
kitab apa…? Paling-paling aliran sesat, nanti
kamu ditangkap polisi, kalau mengikuti alirannya,
paling juga yang dibakar kemenyan, nanti kamu
dipenjara Bu…, awas hati-hati Iyan itu sekolah
saja paling tingkat berapa, orang tak tau apa-apa kok diikuti. Dia juga miskin, tak punya apa-apa, kok mengikuti orang miskin, nanti kamu
ketularan miskin.” kata Kyai Askan.
“Lha banyak orang yang ikut ngaji di sana, lha yang
tak pernah mengaji saja juga ikut, bagaimana
dikatakan sesat, lha kami bersama-sama
menghatamkan Al-Qur’an, ya kalau Iyan sesat,
berarti Al-Qur’an juga sesat, lha dia tak punya
apa-apa, tidak sekolah tinggi, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga kan
miskin, tak punya apa-apa, juga tak kuliah, apa
Nabi juga tak boleh diikuti ?” bantah Bu Anisah.
“Wah, baru ikut ngaji, kamu sudah pintar, sok
pintar.”
“Ya bukan masalah pintar, memang sampean (kamu) yang
pintar, tapi itu kan kenyataan, lha Iyan itu juga tidak pernah berhutang sama sampean, tidak pernah
sekalipun menginjakkan kaki di rumah sampean,
juga tidak pernah nyolek-sentuh sampean sedikitpun, lha
kok sampean urus, sampean benci, apa salah
dia?”
“Aah… kamu akan melarat kalau begitu…”
“Melarat bagaimana, lha ini lihat sendiri, biasanya
jualanku sehari baru habis, sekarang kerana
semalam ikut pengajian di tempat Iyan, sekarang
lihat satu jam semua terjual habis, orang datang
seperti semut, ini tak aku saja, juga yang lain, lha
melarat bagaimana, malah aku ingin diadakan
pengajian tiap hari, kalau daganganku laris, kan
aku juga bisa naik haji.”
“Itu namanya pamrih, ngaji tapi pamrih.”
(pamrih, lebih kurang maksudnya, "mementingkan diri sendiri")
“Pamrih bagaimana? Malah sebelum kami ngaji,
Iyan menjelaskan kalau ngaji itu yang ikhlas,
jangan punya keinginan apa-apa, upayakan hati
hanya melulu memenuhi perintah Allah Azza Wa jalla, itu kata
Iyan sebelum pengajian dimulai, dia juga bilang
kalau mahu meminta, ada tempatnya sendiri, yaitu saat berdo’a. Tetapi juga perlu diingat do’a itu kita
melakukan do’a, bukan agar diijabah - (dikabulkan/diperkenankan), kerana
ijabah itu haknya Allah, dan kita hamba, jadi
berdo’a kerana melulu memenuhi perintah Allah,
tiada yang lain, soal nanti isinya do’a itu apa dan
bagaimana, maka itu sekedar do’a.”
“Wah kamu akan sesat bener Bu'…, sudah
mengajari aku sebagai Kyai, sok pintar…, pasti
kamu itu sudah diminumi air, agar menjadi
budaknya Iyan.”
“Wong aku ini ikut ngaji, kemauanku sendiri.”
“Alaah, nanti juga kamu dimintai wang.”
“Malah tidak, aku sering meminta do’a supaya
disembuhkan dari sakit, tapi aku tak pernah
dimintai wang sama sekali, malah tak pernah
bayar, sudah dapat air mineral gratis.”
“Yaah… ikut orang bodoh, jadinya ikut bodoh, air
saja dipercaya mengandung khasiat obat.”
“Ya daripada minum obat dari doktor, yang
banyak efek sampingnya, ya, aku lebih memilih
minum air putih, kalau sama-sama sembuhnya.”
“Itu namanya syirik.”
“Syirik yang bagaimana…? Lha air itu dido’akan,
dimintakan kepada Allah, la kalau minta kepada
Allah dibilang syirik, lalu yang tak syirik itu yang
bagaimana…?” tanya Ibu Anisah.
“Ah, ngomong sama orang bodoh susah…” kata
Kyai Askan, sambil menggebrak meja jualannya
Ibu Anisah.
“Lhoh, kok gebrak-gebrak meja orang, kalau
rusak, kamu mahu mengganti?” kata Bu Anisah
jengkel melihat tingkah Kyai Askan.
“Nanti akan ku buat tandingan wirid untuk
menandingi wiridnya Iyan, akan ku buat wirid
panjang umur.” kata Kyai Askan dengan bentakan.
“Lha, kenapa musti membuat tandingan, lha
sampean mengadakan wirid jama’ah sendiri saja
tak ada yang melarang.”
“Pokoknya akan ku buat tandingan.”
“Wirid kok tandingan, aku yang bodoh saja tau
itu tak benar, masak ada wirid tandingan, lha, zikir itu kan harus kalau tanding-tandingan apa
bisa ikhlas.
“Iya kamu sudah ikut wirid di tempatnya Iyan,
jadi kamu belain dia.”
“Aku bukan belain Iyan, Iyan itu juga tidak
mengajak orang wirid, tapi semua yang ikut itu
tak ada yang keberatan, malah pada senang,
soalnya ada efeknya.” jelas Bu Anisah.
___________________________
Dan memang yang ikut wirid di majlisku semua
punya cerita aneh-aneh sendiri.
Kayak Bu Anisah sendiri, yang katanya biasanya
dia yang wangnya banyak dipinjam orang, kalau
sebelumnya walau didatangi dan ditagih
hutangnya saja orang yang berhutang itu pada
marah, Tetapi sekarang malah orang yang pada
punya hutang itu datang sendiri untuk membayar
hutang, bahkan yang sudah 10 tahun juga
membayar, dan yang lebih membuat senang
jualannya laris.
Ada juga cerita Maskur, yang jualan jajanan di
pinggir jalan, awalnya Maskur ragu mahu ikut, tapi
dia ikut, dan menyediakan air yang biasanya
ditaruh di tengah orang pada sedang wirid, besoknya airnya diciprat-cipratkan ke tempat
dagangannya (jualannya),
Istri Maskur yang memang tak suka Suaminya
ikut zikir bersama, melihat apa yang dilakukan Suaminya, berkata,
“Ah tak ada efeknya sama sekali Mas..” kata Istri
Maskur.
“Ya, ada tidaknya efek kan juga tak bisa langsung
seketika.” jawab Maskur yang juga makin ragu.
Tapi kemudian sebentar tapi pasti, orang-orang
datang, dan terus berdatangan, terus
berdatangan, bahkan membeli dalam partai
besar, dan anehnya hampir semua bukan
pelanggan lama, tapi orang yang tidak dikenal,
sampai Maskur dan Istrinya tak terlihat, kerana
banyaknya pembeli yang mengerubung padanya.
Sekarang bukan Maskur yang harus ngomong ke Istrinya dulu kalau mahu ikut majelis zikir, tapi malah Istrinya yang selalu ingin Maskur ikut zikir, Memang kadang kecenderungan nafsu pada
sesuatu itu sah saja dipakai penarik agar diri
menjadi senang dan cenderung pada jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Seperti Maskur dan Istrinya yang semangat
mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan keikhlasan itu
bisa dilatih dari kebiasaan dan rutin keseharian.
Hanya orang-orang yang mahu meminum buah
fadhilah yang akan mengecapi manisnya buah
fadhilah, dan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu hanya diberikan
kepada orang-orang yang mahu mendekatkan diri,
tanda Allah Ta'ala menginginkan kita itu menjadi
kekasihnya, adalah Allah menumbuhkan rasa di
hati kita untuk mendekatkan diri. Dan jika Allah
itu tak menghendaki kita itu dekat dengan-Nya,
sekalipun Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam itu ada di depan
kita dan mengajak sampai menangis air mata. Maka tak sedikitpun kita akan tertarik, sebab
hidayah itu milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tak bisa kita paksakan
pada siapa saja.
"Tidak ada kesusahan (bala bencana) yang
menimpa (seseorang) melainkan dengan izin
Allah; dan sesiapa yang beriman kepada Allah,
Allah akan memimpin hatinya (untuk menerima
apa yang telah berlaku itu dengan tenang dan
sabar); dan (ingatlah), Allah Maha Mengetahui
akan tiap-tiap sesuatu". (Al-Qur'an- Ayat 11 : Surah At-Taghaabun)
Tanda kebodohan seseorang itu adalah ketika
telah merasa bahwa segala sesuatu itu bisa
dikendalikan akal, dan bukan seorang yang
pintar. Jika telah merasa, kerana akal fikirannya
telah bisa melakukan sesuatu yang orang lain tak
bisa. Padahal jelas jika ada orang mati itu sama
sekali tak bisa akalnya bisa mengantarkannya ke
kuburan, yang gotong mayatnya tetap saja
tetangganya. Maka semakin seseorang itu
merasa dirinya bisa, dan merasa orang lain tak
bisa seperti dirinya, maka jelas orang tersebut
makin tak faham akan keberadaan siapa dirinya.
Dalam perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta'la ada
sebahagian orang yang tertinggal di belakang
walaupun mereka sudah melakukan amal yang
sama seperti yang dilakukan oleh orang lain yang
lebih maju.
Satu halangan yang menyekat
golongan yang tertinggal itu adalah
kebodohannya yang tidak mahu tunduk kepada
ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dia masih dipermainkan
oleh nafsu dan akal yang menghijab hatinya
daripada melihat Allah Subhanahu Wa Ta'ala pada apa yang
dilihat. Pandangannya hanya tertuju kepada alam
benda dan perkara lahir saja. Dia melihat kepada
keberkesanan hukum sebab-musabab dan meletakkan pergantungan kepada amalnya.
Dia
yakin yang dia boleh mendapatkan apa yang dia
ingini melalui usahanya. Sehingga atas apa yang
dilakukan adalah melulu ukurannya akal fikiran,
bahkan kerana akalnya itu, kemudian manusia itu
terseret pada akal-akalan. Mengakali diri dan
mengakali orang lain. Jika sakit sekalipun, maka
akan diakali biar sembuh, dan tak dibaca kenapa
aku sakit. Sehingga Allah Ta'ala berulang kali
memberikan peringatan, itu dianggapnya kerana
sesuatu sebab yang menimpa, kerana
ketergantungannya fikirannya pada hitung-hitungan akal. Dan tak mahu mengakui bahwa
apapun di dunia ini nyata adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
dan entah besok, lusa, atau bila pasti mati.
Ada seorang muridku yang bernama Suhandi,
masa lalu Suhandi amat gelap, dan suram yang
dikejar adalah bisnis yang menyandarkan pada
akalnya. Memang kadang perhitungan akal itu terkadang benar, tapi tak sedikit yang kemudian
meleset, kerana hal yang di luar perhitungan
akal. Di saat perhitungan akal itu berjaya, dan
mendapat hasil yang maksimal dari jerih payah. Maka akal akan cenderung merasa berkuasa, dan
mempunyai power lebih.
Tetapi ketika ternyata perhitungan salah, maka akal tak bisa berlari
dari tubuh, keberadaannya tak bisa mencerna
sesuatu yang tak bisa dilogika, dan logikanya tak
mahu percaya itu telah terjadi, lalu dia berusaha
mencari solusi di luar akal kerana akal sudah
terlanjur percaya pada apa yang terlihat dan
bisa diakal. Maka dia pun akan mengutamakan
mencari yang akan bisa menerima, paling tidak
terlihat oleh kedua mata, sehingga akal akan
merasa ditenangkan.
Suhandi adalah pekerja yang ulet-rajin di masa
mudanya, ulet dan tahan banting, juga akalnya
penuh perhitungan matang, tapi sekalipun telah
diperhitungkan dengan matang, apa yang
diperhitungkan ternyata kemudian meleset, dan
dalam waktu sekejab kebangkrutan pun
mencengkeram perjalanan karier bisnisnya. Lalu
dia mencari solusi ke dukun, ya dalam akal fikirannya, sang dukun lebih jelas terlihat daripada
Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tak terlihat.
Maka sang dukun itu dia
jadikan meminta suatu penyelesaian atas
masalah yang dia hadapi. Dan pas saja, ternyata
setiap solusi yang diberikan dukun itu selalu
membawa kebangkitan atas bisnisnya yang
ambruk. Entahlah, setiap kejadian itu memang sudah dirancang oleh Allah Azza Wa Jalla dengan perancangan
yang rapi, agar kita bisa mengambil hikmah dan
pelajaran di dalamnya, dimana akan menjadikan
kita lebih hati-hati mengambil kesimpulan. Dan
tak tercebur dalam lubang yang orang lain jelas-jelas kita tahu ceritanya.
Suhandi pun mulai menapaki lagi usahanya, dan
setiap waktu dia ke dukun itu dan juga punya
dukun cadangan, yang bisa dimintai saran-naihat, dan
masukan-info akan rezeqinya lancar, bahkan Suhandi
telah diminta berhenti sholat pun dia lakukan,
kerana dia merasa apa yang diperolehnya dari
limpahan materi sangat membuat hatinya
senang, walau tidak bisa dikatakan hatinya
tenteram, oleh dukun itu.
Suhandi ditunjukkan
dengan cara melihat kedepannya bagaimana
bisnis Suhandi kedepannya, dan dukun itu
memakai alat seperti "lampu ublik" (?), yang memakai
sumbu, lalu lampu itu diletakkan di tengah air,
dan secara sendirinya katanya si dukun itu
kemudian tahu akan apa yang akan dilewati
Suhandi dalam mengurus bisnisnya, sehingga
bisa memberikan solusi atas apa yang
seharusnya dilakukan Suhandi
Jika seorang dukun bisa melihat masa depan,
ternyata dia meninggal di kamarnya dengan
orang lain termasuk Anak-Istrinya tak ada yang
tau, kerana sang dukunnya Suhandi itu punya kamar
semedi-bertapa sendiri, yang tak siapapun berani masuk,
kalau sang dukun sedang menjalani semedi, Eehh, tahu-tahunya sang Dukun sudah meninggal, kerana
keluarganya mencium bau busuk, setelah
didobrak pintunya. Maka ditemukan dukun itu
telah menjadi mayat, bahkan sudah ada
singgatnya (sejenis ulat- bahasa Jawa) yang sebesar jali kelingking, sedang
memakani-menggerogoti tubuh dukun itu.
Ditinggal sang Dukun meninggal dunia, mungkin yang
paling sedih adalah Suhandi, daripada Istrinya
dukun, bukan masalah sedih kerana kasihan atau hiba, tapi kerana kemudian Suhandi tak punya lagi
yang akan menunjukkan solusi masalahnya. Itu
artinya bisnisnya akan bangkrut lagi. Padahal
Suhandi telah terlanjur membuat produk
banyak, kerana memperhitungkan kalau sang dukun
akan berumur panjang. Dan segala permasalahan
dagangnya akan selalu ada yang memberi solusi
atas apa yang dilakukannya. Tetapi kenyataannya sang dukun itu manusia, walau dibilang bisa melihat kemasa depan, lha kok umurnya sendiri dia tak tahu bila masa kontraknya di dunia ini habis.
Wallahu A'lam bissawab. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/romyschneider
pinterest.com/helmynetwork
No comments
Post a Comment