Novel - Menantu Dari Desa Part 9
Novel - Menantu Dari Desa
Part 9- Kakak Ipar Ngajak K0rupsi
FORTUNA MEDIA - Aku akhirnya bisa menegakkan kepala di hadapan Naomi dan Doli, rasa sakit itu sedikit berkurang. Tidak ada lagi air mata ketika kulihat mereka bersanding di pelaminan. Ibunya Doli yang justru menangis. Ketika kami pamit pulang, Ibunya Doli terus memelukku, dia masih saja ucapkan kata, " Yang sabar ya, Ayu, bagaimana mahu dibilang, tidak jodoh," Padahal Aku sudah bilang kalau Aku baik-baik saja.
"Hei, Ayu," teriak seseorang, ketika kami hendak masuk ke mobil, Aku menoleh, ternyata temanku yang juga teman Doli.
BACA JUGA
Novel - Menantu Dari Desa Part 6
Novel - Menantu Dari Desa Part 7
Novel - Menantu Dari Desa Part 8
"Hai juga, baru datang kalian?" tanyaku basa- basi.
"Siapa ini?" tanyanya seraya melirik Bang Torkis.
"Oh, kenalkan ini calon Suamiku,"
"Waw, belum apa-apa sudah dapat yang baru kau ya,"
"Hehehe," 😊
"Kau dapat di mana itu?" katanya seraya melihat kaki Bang Torkis, Bang Torkis memang memakai sepatu bot kulit, mungkin temanku ini merasa lucu melihat penampilan Bang Torkis.
"Dapat di Dunia maya"
"Lumayanlah, soal tampan memang si Doli kalah, tapi mapannya itu, lho," kata temanku ini.
"Maaf, menyela, maksudnya mapan bagaimana?" tanya Bang Torkis.
"Oh, si Doli itu mapan, dulu dia rebutan, kontrakannya banyak, mobilnya Fortuner, tentu dia lebih mapan," kata temanku ini.
"Oh, begitu, minggir kalau gitu," kata Bang Torkis.
"Kok suruh minggir tidak sopan kali,"
"Minggir, aku mau buka pintu mobilku, Pajero, lebih mahal dari Fortuner," kata Bang Torkis seraya mendorong temanku itu. Duh, Bang Torkis kok sensitif begini?
Temanku itu minggir, masih sempat kulihat mulutnya yang menganga. Mungkin dia tidak menyangka Bang Torkis yang penampilannya "Ndeso" (kampungan) ini punya mobil Pajero. Di balik kemudi sudah menunggu supir pribadi yang digaji Bang Torkis.
"Bang, Bang!" Ada yang berteriak seraya melambaikan tangan ke arah kami ketika mobil hendak jalan. Seorang lelaki berlari kecil ke arah kami, sopir kami buka kaca jendela mobil, lalu ....
"Bang, bisa bicara sebentar Bang?" kata lelaki itu pada Bang Torkis.
"Ya, boleh,"
"Bang, kami perlu paronang-onang, bisakah minta tolong gantikan paronang-onang kami, kami masih ada job nanti malam di tempat lain, paronang-onang kami sakit, tolong lah, Bang," kata lelaki tersebut.
"Oh, bisa, ini nombor telefonku, jemput kalian ya," kata Bang Torkis.
"Oke, terima kasih Bang," katanya.
Mobil kami pun melaju meninggalkan pesta mantan, masih terbayang pandangan mata Naomi yang melotot ketika kutunjukkan mobil Pajero ini. Lhah, jahatnya Aku.
"Bang, memangnya tidak ada orang lain kah, kenapa harus Abang yang diajak?" tanyaku pada Bang Torkis.
"Konon, paronang-onang itu sudah langka, begitu kata orang, aku juga tidak tahu ada di Medan yang kayak gitu, di Desa saja sudah langka, Pak Parlin jagoh itu, onang-onang, ungut-ungut, sitogol,"
"Oh, Aku ikut nanti ya, Bang,"
"Boleh, boleh," kata Bang Torkis. Ternyata calon Suamiku ini orang seni juga.
Bang Torkis mengantarku sempai ke rumah, tiba di rumah, ternyata keluarga besar lagi berkumpul, mereka memang biasa berkumpul jika hari minggu.
"Waw, Pajero, terkabul juga keinginanmu ya, Ayu," kata Kak Lana demi melihat Pajero parkir di depan rumah.
Ibuku memanggil Bang Torkis, mengajak bicara dengan seluruh keluarga.
"Kami sudah berunding, kami sepakat menerima lamaranmu, Nak Torkis, kalau bisa ajak lah keluargamu, biar kita bicarakan ini dengan serius," kata Ayah.
"Baik, Pak, saya akan telepon Ayah-angkatku," kata Bang Torkis.
"Apakah keluarga lain tidak ada lagi, misalnya Paman atau Bibi gitu," kata Ibu.
"Tidak ada lagi, Bu, keluargaku cuma Ayah-angkatku itu, aku yatim piatu sejak kecil, bahkan Ayah kandungku tidak pernah kukenal, Ibuku meninggal ketika umurku sebelas tahun,"
"Oh, begitu, bagaimana bisa kaya, apa ibunya meninggalkan warisan yang banyak?" tanya Bang Wisnu, Abangku ini sepertinya masih percaya Bang Torkis kaya kerana baru jual warisan.
"Tidak, Bang, Ibuku meninggal tidak ada meninggalkan apa-apa, bahkan rumah pun tidak ada,"
"Owh, jadi apa kerjamu di Desa?" tanya Bang Bayu.
"Dulu berternak, sekarang menganggur,"
"Lho, kok menganggur?"
"Kerana sapinya kujual semua, jadi mengangur,"
"Oh, jadi mahu kerja apa nanti?" tanya Bang Wisnu.
"Belum tahu, tapi mungkin saya mahu jadi paronang-onang,"
"Paronang-onang, kerja apaan itu?" tanya Kak Yanti.
"Silakan check Google, Kak," Aku yang menjawab, kerana Bang Torkis sepertinya kesulitan menjelaskan.
"Oh, begitu, jadi kapan orang tua angkatmu datang ini?"
"Mungkin seminggu ini, Pak,"
"Baiklah, itu saja, Nak Torkis," kata Ibuku.
Bang Torkis pun permisi pulang, dia janji jemput Aku lagi malam nanti, Bang Torkis ada job dadakan jadi Paronang-onang.
Kak Yanti mengajakku bicara berdua.
"Ayu, Aku sudah cari tahu tentang Torkis, dia memang Sultan betulan,"
"Oh, ya, Kak, dari mana Kakak tahu?"
"Ada temanku tinggal di Desa sana, kelapa sawit lagi naik harganya, makanya orang itu tiba-tiba jadi orang kaya."
"Oh, gitu,"
"Si Torkis ini sepertinya ada bodoh-bodohnya, kita kerjai, yuk."
"Kerjai bagaimana?"
"Kita kuras wangnya, dia kan simpan wangnya di akaunmu, kita ambil, kita kurangi seratus juta dia pasti tidak tahu, Andaipun dia tahu bilang saja wang buku," kata Kak Yanti seraya tertawa, "kita shopping" sambung Kak Yanti lagi.
"Maaf ya, Kak, dia simpan wangnya denganku kerana dia percaya. Jadi Aku tidak akan merusak kepercayaan orang,"
"Alaah, tidak usah sok suci, Ayu, pejabat saja korupsi,"
"Tidak, tidak akan kuberikan, maaf saja, Kak,"
"Alaah, sok alim kau,"
"Biar saja sok alim, kalung emas yang ditemukan di jalan saja tidak mahu Aku makannya, apalagi wang orang yang diamanahkan samaku, Tidak, Kak, jangan ajari Aku jahat," kataku lagi.
Malam harinya Bang Torkis datang, masih dengan mobil Pajero beserta supir pribadi. Setelah permisi pada orang tuaku kami berangkat. Bang Torkis jadi penyanyi lagi, lagu khas Angkola Mandailing, biarpun Aku tidak mengerti apa artinya, akan tetapi suara Bang Torkis sangat merdu, damai rasanya mendengar Bang Torkis menyanyi. Setelah selesai acara, Bang Torkis malah ditawari jadi Paronang-onang tetap. Akan tetapi Bang Torkis menolak kerana katanya dia mahu menikah.
Kami singgah di rumah orang tua angkat Bang Torkis, masih tetap seperti itu, dia tidak memperbolehkan Aku masuk, dia betul-betul sangat menjaga, katanya berduaan itu tidak boleh sebelum sah, katanya lagi dia tidak pernah pacaran. Hahaha, calon Suamiku ini benar-benar unik. Baru kali ini Aku bertemu orang dewasa tampan dan mapan tapi tidak pernah pacaran.
Deg-degan juga menunggu orang tua angkat Bang Torkis, penasaran juga seperti apa calon Ayah mertua angkatku ini. Bang Torkis sepertinya sangat mengaguminya.
Ping!
Handphone-ku bunyinya, ada pesan WhatsApp dari Doli, mahu ngapain lagi dia?
(Ayu, kembalilah padaku, Ayu, jangan nikah sama orang Ndeso itu...) pesan dari Doli.
(Hahaha, gila kau...)
(Ya, aku gila, aku tiba-tiba ingat kamu terus...)
(Hahaha, selamat bulan madu...)
(Ayu, Naomi tidak perawan, aku sudah ceraikan dia...)
(Hah!...)
(Iya, Ayu, kembalilah padaku, Ayu, aku tahu kau masih mencintaku...)
Lhah! 😨 Next ...[HSZ]
To be Continued...Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
Untuk Anda yang belum baca siri Novel yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel - Menantu Dari Desa
#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung, #MenantuDariDesa
No comments
Post a Comment