KISAH SUFI, SANG KYAI [43]
KISAH SUFI, SANG KYAI [43]
- Pada siri ke-42 Dikisahkan kini Sang Kyai setelah kembali ke kampung halamannya di Jawa Timur, Indonesia. Sudah bisa buka kembali statusnya di laptop. "Ada banyak kisah. Walau hanya Sahabat Facebook, teramat banyak kisah, sampai Aku kadang bingung mahu menulis dari mana?"
- Seperti teman wanitaku yang bernama Inayah, mengeluhkan kerana lama sudah menikah. Tetapi tidak juga punya anak.
- “Mas, saya bisa dido’akan agar bisa dikurniai momongan. saya sudah belasan tahun menikah tetapi belum punya momongan.” pesannya di Facebook-ku.
FORTUNA MEDIA - “Mungkin saja dari pihak lelaki yang mengalami kemandulan?” jawabku di pesan
“Tidak Mas, ini memang diriku, kerana aku
pernah mengalami kecelakaan jadi kandunganku
mengalami masalah. Dan doktor sudah
menetapkan aku tak bisa mengandung.”
“Memangnya doktor itu Tuhan, bisa menetapkan
orang bisa atau tidak mengandung?” tanyaku.
“Ya, tentunya dengan ilmu dan peralatan yang
mereka miliki,” jelas Mbak Inayah.
“Ah, menurutku tidak bisa seperti itu, hal-hal yang
di luar perhitungan akal itu bisa saja terjadi dan
akal dan tekhnologi itu tidak bisa dibuat sandaran
akhir dari suatu keadaan. Masih banyak yang di
luar nalar dan logika terjadi. Dan kejadian itu
tidak menunggu akal dan logika menerima, baru
akan terjadi. Malah bumi ini diciptakan sebelum
adanya manusia dan segala akal dan logikanya. Ternyatanya bumi ada. Dan ditempati manusia. Tidak
menunggu akal dan kecanggihan ada baru bumi
diciptakan dengan kecanggihan.”
“Tak tahulah Mas, yang jelas kandunganku
bermasalah, dan menurut doktor tidak akan bisa
punya anak, Ya saya baca setatus Mas banyak, dimintai do’a. Jadi saya memberanikan diri
meminta Mas mendo’akan saya.”
“Pasti akan saya do’akan, tapi saya punya
syarat.” kataku.
“Wah, kayak dukun saja Mas pakai syarat segala,
apa syaratnya Mas?” tanya Inayah.
“Syaratnya kamu beritahu Suamimu, ajak dia
mencintaiku kerana Allah.” kataku.
“Wah, syaratnya aneh benar Mas?” tanya Inayah.
“Ya, mahu apa tidak?”
“Ya, aku beritahu Suamiku dulu Mas, tapi kenapa
syaratnya seperti itu?”
“Aku hanya minta dukungan saja, dukungan agar
do’aku diijabah Allah. Dan do’a yang sangat cepat
ijabahnya itu salah satunya do’anya orang yang
saling mencintai kerana Allah.” kataku.
“Ok, kalau gitu, saya beritahu Suamiku.”
“Ya, ku tunggu.”
Besoknya Inayah dan Suaminya menyatakan cinta
dan mencintaiku kerana Allah, ditulis di pesanku,
Setelah membaca tulisan di pesan, Aku segera
mendo’akan Inayah, agar dikaruniai anak.
Besoknya ada pesan lagi dari Inayah.
“Mas semalam perutku kayak bergerak-gerak,
semalaman selalu bergerak-gerak, kayak ada
tangan di dalam perutku yang merubah-rubah, Mas apakan?” pesan Inayah.
“Ya, tidak Aku apa-apakan, kan Aku jauh di Saudi,
memangnya bisa mengapakan orang yang di
Indonesia?” tanyaku.
“Ya, tapi jadi aneh, oh, ya Mas kata Suamiku,
sekalian dido’akan biar punya anak kembar,
hehehe…,😄 biar langsung punya momongan dua.”
“Ya, Insya Allah.” kataku.
“Ya, moga-moga saja hamil.” kataku.
“Ku tunggu perkembangan selanjutnya.”
“Mas aku mual-mual, tadi ku periksakan ke doktor, aku positif.” pesan Inayah di facebook.
Mungkin jarak empat puluh harian setelah ku do’akan.
“Mas, anakku kembar, sudah ku USG kan,”
“Ya, syukur.”
Begitulah Inayah selalu memberitahu perkembangan kandungannya, Aku gembira, dia bisa happy. Walau bertemu sekalipun Aku tidak pernah. Dan tidak pernah melihat wajahnya.
“Mas, kok yang berkembang cuma satu, kembarannya satu lagi tidak berkembang,” pesan Inayah ku terima lagi.
“Ya, makanya kalau meminta pada Allah itu jangan dibuat candaan.” balasku di pesan.
Begitu salah satu cerita di antara banyak kisah di facebook. Sebagian orang menjadikan facebook itu untuk iseng (joking/bergurau), berkeluh kesah, dan main-main saja. Tetapi bagiku di mana saja orang bisa berbuat baik. Semakin seseorang itu bisa berbuat baik, dan beramal seperti tangan kanan memberi dan tangan kiri tak melihat, Ya seperti menolong orang yang tidak kita kenal, dan mereka tak mengenal kita dalam artian tidak pernah bertemu berjabatan tangan. Maka keikhlasan akan lebih terpelihara.
Dan keikhlasan seseorang itu ternilai dari pamrih apa yang didapat. Dan Allah sungguh Maha Melihat setiap perbuatan sekecil apapun perbuatan itu akan tetap dinilai di sisi Allah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak pernah menzalimi hamba-Nya.
Siapa yang mampu melepas kebaikan seperti melepas anak panah. Maka akan mendapat derajat di sisi Nabi.
Do’a yang tidak ikhlas itu tidak akan menembus langit tujuh. Apalagi sampai di sisi Allah Azza Wa Jalla, akan tertahan di langit. Dan mungkin malah hanya sampai langit pertama. Maka kenapa tidak mengukur keikhlasanmu dengan coba berdo’a, diijabah tidak do’amu. Jangan banyak berteori dan memperdebatkan kata-kata kosong, buktikan jika kau mampu.Jika cuma bicara, anak kecil juga bisa, itu yang selalu terngiang di dalam fikiranku, punya Iman? buktikan, ikhlas? buktikan.!
Setiap hari ada saja orang yang datang ke rumah. Anehnya biasanya musiman, Aku hanya, yakin semua diatur oleh Allah Azza Wa Jalla. Jika lagi musim urusan rumah tangga, perceraian, masalah perkawinan, anehnya selalu yang datang soal rumah tangga. Jika lagi musim soal penyakit dalam, anehnya juga orang yang datang soal penyakit dalam. Dan jika yang datang soal santet (santau-Malay), atau penyakit kiriman orang. Maka anehnya yang datang selalu soal santet. Mungkin jika ku ceritakan semua maka tak akan habis waktu bercerita. Mengingat sangat beragamnya orang yang datang kepadaku. Entah tidak tahu, mereka bisa tahu dari mana, Aku tidak pernah menanyakan satu persatu.
Seperti pagi itu datang seorang wanita muda, Aku biasanya kalau pagi tidur, bangun jam 10
pagi. Sebab biasanya kalau malam tidak tidur
sampai pagi, Kebiasaan di Pondok pesantren kalau malam
tidak tidur. Sampai setelah sholat Subuh baru
tidur.
“Ada apa Mbak?” tanyaku dengan mata masih
perih.
“Mengganggu tidurnya ya Mas?” tanya perempuan
yang ku kira umurnya 25 tahun.
“Anu saya mahu, minta tolong.” kata perempuan itu yang ku tanya
bernama Harni.
“Minta tolong apa Mbak?” tanyaku.
“Ini Mas, saya didiagnosis doktor katanya saya
mengidap kista, dan saya diharuskan operasi,”
“Lha, kenapa tidak operasi saja Mbak? Kalau memang
doktor menyarankan begitu.”
“Ya, kalau bisa jangan operasi lah Mas…, kalau
andai bisa saya bisa sembuh dengan tanpa
operasi.”
“Saya sendiri tidak tahu Mbak soal penyakit kista,
kayak apa itu, Tetapi kalau Mbak ini ku lihat
seperti ada yang tak beres.”
“Tidak beres bagaimana Mas?”
“Mbak berapa kali nikah?” tanyaku.
“Dua kali Mas.”
“Ada masalah dengan Suami pertama ya?
Maksudku perceraiannya ada masalah?”
“Iya Mas…”
“Soalnya ada penyakit lain selain penyakit kista
tersebut, dan penyakit itu ada hubungannya
dengan perbuatan orang.”
“Iya Mas, penyakitku ini sebenarnya sudah 6
tahunan, dan sudah ku obatkan kemana-mana. Tetapi tidak ada hasilnya, tetap saja, aku sakit,
malah pernah aku sama sekali tak bisa
bergerak,”
“Coba Mbak Harni ceritakan dengan agak
mendetail, soal urusan dengan suami pertama.” kataku.
“Kami bercerai kerana Suamiku itu suka main
judi dan menghasilkan wang dari usahaku
membuka warung makan. Sehingga aku bangkrut. Maka aku minta cerai, Tetapi walau sudah cerai Suamiku itu masih suka berusaha merayuku. Dan
sampai aku akan menikah dengan Suamiku yang
sekarang, bekas suamiku itu mengancamku, akan
menjadikanku tidak bisa bahagia, kerana menikah
lagi. Pernah suatu kali ada bola api yang
menghantam teko sampai hancur berkeping-keping, aku yang kaget, mengira apa gitu, dan
segera ku anggap lalu, acuh. Tetapi sejak saat itu aku mula sakit-sakitan.”
“Hhmm… begitu, nanti ku kasih pagar diri dan
rumah. Semoga santet tidak bisa membahayakan
lagi. Dan soal penyakitnya nanti ku kasih air,
diminum setelah bangun tidur, dan sebelum
tidur. Nanti jangan lupa memberi khabar perkembangan selanjutnya.”
“Iya terima kasih Mas…” kata Harni.
***
Esoknya Harni telefon,
“Mas tadi pagi kok aku kencing isinya lendir
banyak sekali, kayak nanah, dan ingus, tapi
banyak sekali, apa tidk apa-apa?” tanya Harni.
“Lha, sekarang bagaimana?”
“Sekarang tubuh enteng/ringan dan enak.”
“Semoga saja sembuh penyakitnya.” kataku.
***
Seminggu kemudian Harni telefon lagi.
“Ada apa?” tanyaku.
“Anu Mas tadi ada orang datang ke rumah saya,
dia berkata, pagarmu ini dari mana, ku santet
kok tidak tembus-tembus,”
“Ya aku jawab, pagar apa? dan dia pergi begitu
saja, aku jadi takut.”
“Tidak apa-apa, biarkan saja, usaha saja seperti
biasa, kalau ada apa-apa jangan lupa memberi
khabar.” kataku. Dan sejak saat itu Harni tidak
memberi khabar lagi. Pernah datang ke rumah
sekali dan mengucapkan terima kasih.
Setelah sholat Isya’, seorang lelaki berjaket
kulit datang bertamu, biasanya Aku santai
setelah sholat Isya’ kadang duduk di teras,
sambil melihat orang lewat.
“Ada keperluan apa Mas?” tanyaku pada orang
tersebut, setelah ku persilahkan duduk, yang ku
taksir umurnya 45 tahun.
“Ini Pak Kyai… saya sakit.” kata orang itu yang
bernama Munawar.
“Sakit apa Mas? ” tanyaku.
“Sakit saya ini ya kalau kata doktor macam-macam Mas, ada jantung, ginjal, asma, dan saya sudah berulang kali operasi.” kata lelaki itu
sambil membuka jaket kulitnya dan
memperlihatkan bekas bedah, di sana-sini.
“Tetapi saya sudah dioperasi berulang kali kayak
begini. Tetapi tidak juga sembuh mas, sudah sepuluh
tahun tidak bisa kerja, dilihat dari luar kelihatan
sehat. Padahal saya amat sakit dan sering tidak
kuasa apa-apa, saya sampai dibenci Anak dan Istri,
mengiranya penyakit saya ini saya pura-pura. Dan
sawah ladang sudah habis saya jual untuk
berobat.”
“Coba angkat tapak kakinya,” kataku sambil
melihat tapak kakinya yang diangkat dan ku lihat
tapak kakinya mengembung.
“Coba tapak tangannya lihat.” kataku dan ku lihat
tapak tangannya juga mengembung.
“Perutnya selalu terasa penuh ya?”
“Iya Mas Kyai, perut saya terus terasa penuh.” jawabnya.
“Ya, diedel-edel doktor percuma saja, kamu itu
terkena santet angin, atau hawa. Jadi hawa yang dikirim seseorang, berupa angin atau hawa,
biasanya sulit dideteksi, kerana berupa angin.”
“Jadi ini bikinan orang?” tanyanya.
“Ya kan sudah bisa dilihat, tapi tidak perlu curiga
pada siapa saja, yang penting penyakitnya
sembuh saja.”
“Iya Mas Kyai.”
“Pernah diobatkan ke orang pintar?”
“Wah, kalau itu sudah kemana saja, saya dengar orang
ada bisa mengobati pasti saya datangi. Tetapi ya, itu
tidak ada hasilnya apa-apa.”
“Ini nanti saya kasih air, untuk mandi dan
diminum, air lagi untuk dipelkan di seluruh
rumah. Ingat di seluruh rumah, lalu nanti Aku
kasih empat batu untuk ditanam di empat
tempat pojok rumah. Ingat menanam batunya
setelah selesai mengepel seluruh rumah. Ingat
kan caranya, mandi dulu, lalu ngepel, lalu
menanam batu, itu lakukan berurutan.” jelasku
pelan-pelan.
“Iya Mas Kyai akan saya ingat.” jawabnya. Lalu
dia pun pamit pulang,
Dua hari kemudian Munawar menghubungiku
lewat handphone.
“Ada apa Mas?” tanyaku.
“Ini Mas Kyai waktu mengepel rumah, saya lupa
kamar mandi tidak saya pel. Dan ini kok ada yang
aneh.” suara Munawar kedengaran ketakutan
“Aneh bagaimana?” tanyaku.
“Istri saya cerita, kalau mandi di kamar mandi
kok kayak ada yang memegangi gayungnya. Awalnya saya tak percaya, lha, malah saya
mengalami sendiri, gayung saya waktu mahu menuang
air di kepala kayak ada yang memegangi, kami
serumah jadi takut kalau ke kamar mandi.”
“Wah, itu Jin yang terjebak di kamar mandi, kan
kalau kena air pel-pelan itu dia kepanasan, jadi
mundur, maksudku di-pel semua. Jadi kalau ada Jin dan keluar rumah, Nah baru dipagar pakai
batu. Agar Jinnya tidak kembali ke rumah, Ya, tidak apa-apa nanti ku buangnya.” jawabku
“Ya kapan buangnya Mas Kyai, soalnya kami
semua jadi tidak mandi ini, kerana ketakutan.” kata Munawar.
“Ya nanti malam saya buang.” kataku.
“Terima kasih sebelumnya Mas Kyai, jadi menyusahkan.”
“Ya tak apa-apa, lalu bagaimana penyakitnya Mas
Munawar sendiri.”
“Alhamdulillah ini sudah enakan, juga sudah
mulai kerja.”
“Syukur kalau begitu.”
“Tetapi ini mahu menyusahkan lagi. Ada teman saya
yang juga mahu berobat, bagaimana kalau saya
ajak teman saya kesana. Apa Mas Kyai ada
waktu?”
“Ada, ada waktu, tapi nanti selepas Isya’ saja ya
datangnya.”
“Iya nanti saya kesana, selepas Isya.” jawab
Munawar.
Sore hari seorang perempuan seumuran 40
tahunan datang kerumah dengan kepala diikat
handuk/tuala. Perempuan itu terus mengaduh-aduh tiada henti, suaranya ribut, bicara dengan Istriku. Lalu istriku memanggilku,
“Bah… itu ada Bu' Sundasih mahu minta tolong.” kata Husna.
Aku keluar kamar menemui.
“Ada keperluan apa Bu'?” tanyaku.
“Aduuh Maas…, saya mahu minta tolong, Aduuh..
sakitnya kepalaku rasanya mahu pecah, nafas
sesak, aku ini sakit apa toh…” kata bu Sundasih
merintih-rintih.
Ku lihat aura sangat jahat
melingkupi tubuh Bu' Sundasih.
Sakit Bu' Sundasih ini sudah ada lima belas
tahunan, dan berulang kali dia dibawa ke doktor,
sampai habis wang berjuta-juta, katanya sih
tumor otak. Tetapi di doktor lain, dibilang kanser
kelenjar, lalu di doktor lain beda lagi
penyakitnya. Sampai setiap dibawa ke hospital, akan beda penyakit yang di temukan. Membuat yang sakit sendiri sampai kebingungan
sebenarnya dia sakit apa? Beda menurut doktor,
beda lagi menurut dukun. Ada yang bilang
sakitnya kerana diguna-guna. Ada yang bilang
kerana kena santet. Ada yang bilang kerana, kuwalat kepada lelakinya. Ada yang bilang kerana
pernah menabrak ular di jalan. Dan di kepalanya
ada ularnya, ada juga yang bilang kerana kuwalat
dengan benda pusaka.
Namanya juga manusia boleh saja membuat
perkiraan. Dan sah-sah saja perkiraan apapun.
Dan anehnya orang yang mengobati dengan
membuat prediksi sendiri itu ada bukti
nyatanya. Contoh Sundasih pernah berobat pada
seorang Dukun (Bomoh-Malay) wanita tua, oleh Dukun itu
dikatakan kalau di kepala Sundasih ada banyak
ular kecil, kerana menurut Dukun itu Sundasih
pernah menabrak ular Jin. Dan mati tidak dikubur. Sehingga menurut dukun itu, bapaknya Jin marah
dan menanam telur ular di kepala Sundasih, Dan
telur itu telah menetas menjadi ular kecil-kecil
yang mengeram di kepala Sundasih. Dukun itupun
menempelkan telur ayam katanya untuk
menyedot ular yang ada di kepala Sundasih. Dan
telur dipecah, di dalam telur banyak ditemukan
ular kecil-kecil yang masih hidup menggeliat-geliat.
Entah sihir atau apa. Tetapi sakit Sundasih tidak
juga sembuh. Dibawa ke doktor, katanya kanser kelenjar, Doktor menyarankan disinar/X-ray,
dan Sundasih pun disinar, beberapa juta biaya
dikeluarkan. Tetapi penyakitnya tetap utuh.
Di bawa lagi ke seorang Dukun dari Batang, kata
si dukun terkena sengkalanya keris dan
peninggalan Ayahnya Suaminya Sundasih. Semua
keris dan pedang disuruh mengeluarkan oleh Dukun itu untuk diruwat dan dibersihkan. Tetapi si
dukun malah muntah darah dan pulang digotong,
lalu memanggil gurunya. Dan gurunya juga merasa
tidak sanggup. Sudah sepuluh tahun Sundasih sakit
dan sudah berganti Dukun, Doktor, bahkan
dibawa ke tempat Gus Muh yang di TV itu, Tetapi
tetap saja tidak ada hasilnya.
Cuma kekurangan Sundasih suka berganti-ganti
lelaki untuk dijadikan pacar. Walau dia sendiri
sudah bersuami.
“Aku ini mbok ya dido’akan toh Kyai biar
sembuh…” kata Sundasih kelihatan wajahnya
menahan rasa sakit.
“Boleh Aku do’akan, Tetapi aku punya syarat.” kataku.
“Syaratnya apa?"
“Syaratnya sampean harus taubat.”
“Mbok syarat lain toh Mas Kyai..” kata Sundasih.
“Syaratku cuma itu.”
“Saya kasih wang saja ya, sampean minta berapa?”
“Tidak Bu"… Allah memberi penyakit. Dan
mengizinkan penyakit apapun menyerang manusia
itu, agar manusia sadar, diingatkan agar
mendekatkan diri pada Allah. Jadi syaratku cuma
itu, sampean mahu taubat, saya do’akan, Insya Allah
langsung sembuh.”
“Ya, kalau begitu saya minta diri…,” kata
Sundasih.
“Silahkan…” kataku, melihat Sundasih berlalu,
dan Aku hanya geleng-geleng kepala.
Kembali Sundasih mengundang Dukun, dan
dibacakan Surah Yasin sampai ratusan kali oleh Dukun
itu. Juga dibakarkan kemenyan. Tetapi tetap saja
sakitnya tidak sembuh.
Sundasih seminggu kemudian datang lagi ke
rumahku.
“Bagaimana Bu'…, Mahu memenuhi syarat saya?” tanyaku melihat Sundasih sampai menekuk-nekuk tubuhnya menahan sakit. Dia sudah tidak
kuasa menjawab, suaranya tidak keluar, dan dia
manggut.
Ku ambil air mineral, lalu ku tiup dengan do’a,
dan ku serahkan.
“Ini diminum, dan dipakai mandi sebagian,” kataku dan menjelaskan cara mandi taubat, yang
harus dilakukan. Lalu Sundasih minta diri.
Malamnya dia datang lagi.
“Bagaimana Bu", sudah enakan?” tanyaku.
“Sudah Mas Kyai…, saya malah sudah bisa sholat. Asalnya ku pakai rukuk dan sujud badanku sulit
ditekuk. Tetapi kok kepalaku masih sakit.” kata
Sundasih,
“Kalau sesak nafas, nyeri di seluruh
tubuh sudah tidak ada. Tetapi kepalaku kok masih
sakit.”
“Hhmm… Ooohh, Bu' Sundasih ini memakai susuk ya?”
“Iya… dulu disuruh Kyai Askan.”
“Pasang susuk itu kan dilaknat Allah, Ya patut saja kalau penyakitnya di kepala tidak mahu hilang,
kerana ada susuk di wajah, pipi, bibir, Wah..
wah… kalau tidak dilepas ya, tetap saja
penyakitnya tidak hilang, susuk itu harus dibuang. Siapa yang memasang?” tanyaku.
“Dulu orang dari Magelang.” jawab Sundasih.
“Ya, sekarang minta dia melepaskan susuk itu.” kataku.
“Ya. kalau orangnya tidak ada. Apa jenengan tidak
bisa melepas susuk ini Mas Kyai..?” tanya
Sundasih.
“Ya, Aku Insya Allah bisa. Tetapi itu bukan tanggung
jawabku, sampean harus berusaha sendiri.”
“Baik besok saya akan mencari rumah tempat
prakteknya di Pekalongan.” kata Sundasih. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
VIDEO ;
No comments
Post a Comment