KISAH SUFI, SANG KYAI [42]
KISAH SUFI, SANG KYAI [42]
- Pada siri ke -41 Dikisahkan kehidupan Sang Kyai selama di Arab Saudi dengan pelbagai ragam kisah rakan-rakan sesama buruh, bukan saja dari Indonesia, malah juga buruh-buruh dari India, Afrika dan Arab. Hingga bisa masuk kedalam ruang perdukunan, kerana ramainya yang minta bantuan perobatan kepada Sang Kyai.
“Ya Syeikh… bagaimana khabarnya?” kata Towil menyapaku.
“Baik, kamu sendiri bagaimana khabarmu Towil?” tanyaku balik
“Baik Syeikh,”
“Syeikh apaan?”
“Ya, Syeikh ya, guru besar, seorang guru besar saja belum tentu bisa seperti kamu bisa. Setahuku kamu apapun bisa, dari ilmu kitab, ilmu bekerja, ilmu komputer, bahkan ilmu mengobati.” kata Towil.
“Aku sebenarnya tidak semua bisa. Tetapi, Aku hanya mungkin lebih percaya diri dari orang lain, orang yang percaya diri itu selalu kelihatan bisa kerana percaya diri itu akan menimbulkan aura keyakinan di wajah. Sehingga menjadikan orang lain yang memandang menjadi yakin kerana terpengaruh oleh kepercayaan diri yang kita bawa. Orang percaya diri yang bukan dari kelebihan yang dimiliki tapi percaya diri kerana Allah, percaya Allah akan melindunginya, akan menjaganya, La khaufun alaihim walahum yahzanun, tak ada rasa takut, khawatir, sedih, susah, tentu beda dengan orang yang percaya diri kerana harta, kedudukan, kepintaran, ketampanan, skill, ketinggian.”
“Wah, menyindir aku nih."
“Tidak juga, itu kenyataan,”
“Mungkin kalau kau pendek, mungkin tak sepercaya diri, kerana kau tinggi, lalu membuatmu bersikap beda kerana merasa tinggi, benar tidak? Jujur saja, kita itu tak akan menjadi berkembang maju. Jika tak jujur pada diri, untuk memperbaiki perubahan ke depan. Pertama, sadari kekurangan, lalu maju ke depan. Jika sudah tidak mahu mengakui kekurangan, bagaimana mahu menutup kekurangan. Hanya membanggakan apa yang dimiliki saja. Sehingga sibuk membanggakan diri. Dan tidak sempat mahu menambah pengetahuan. Dan menolak kemahuan dari luar, Ya, jadinya seumur-umur begitu-begitu saja.”
“Ya Syeikh…! Aku diangkat jadi murid ya…” kata Towil.
“Datang saja ke kamarku kalau mahu belajar.”
“Pasti Syeikh, saya akan sering datang,” kata Towil yang asli dari Yaman itu.
Hampir waktu istirahat siang, bulan Ramadhan. Sebenarnya ini cuti ketigaku, tapi Aku tidak mengajukan cuti, kerana, Aku akan langsung.
Mengajukan pengunduran diri. Jadi ingat cutiku di tahun kemaren tepatnya setahun silam. Beberapa hari Aku mahu cuti lagi beres-beres ruang kerja, Munif masuk ke ruanganku.
“Lagi beres-beres mahu cuti?” tanya Munif.
“Iya…”
“Aku mahu menitip boleh?” tanya Munif lagi.
“Menitip dari sini apa dari sana ke sini, asal jangan menyuruh bawa Istrimu kesini.” candaku.
“Aku mahu nitip dari sini.” jawab dia.
“Ya dibungkus saja yang rapi, kalau tidak terlalu berat pasti ku bawa.”
“Ringan kok. Kamu enak ya…?”
“Enak apanya?”
“Ya enak, kerjanya di ruangan, ber AC, tidak kepanasan seperti aku.”
“Di syukuri saja, aku ber AC, dalam ruangan tapi kan gajiku kecil. Tidak ada lemburan, kalau kamu banyak lemburan-overtime, pendapatan lemburannya saja di atas gajiku. Jadi kalau merasa kurang, selamanya manusia itu terasa kurang saja, wong kui sawang sinawang, melihat orang lain enak, kalau menurutku disyukuri saja. Semua ada bagiannya, manusia itu tak akan mati sebelum menghabiskan rezeqinya. Sebelum menghabiskan jatah nafasnya, kalau sudah jatahnya habis, setengah nafas juga tidak akan bisa dibeli. Walau dengan wang seberapapun, makanya disyukuri.”
“Rezeqi, ajal, itu ketentuan Allah, tidak bisa
dimajukan dan tidak bisa diundur, semua sudah
pasti.”
“Yang tidak bisa memajukan dan memundurkan
menambah dan mengurangi itu manusia, tapi
kalau Allah ya bisa.” jelasku.
“Lho, kalau bisa dimajukan dan dimundurkan itu
berarti Allah membantah firman-Nya?”
“Lho kan, Yastaqdimuna sa’atan wala
yasta’khiruna, itu kan rujuk jamak. Maksudnya
manusia semua itu tidak bisa memajukan dan tidak
bisa memundurkan, kalau Allah ya terserah
Allah, mahu memajukan atau memundurkan itu kan
hak mutlak Allah, kerana sifat Dia ‘Ala kulli
syai’ing qodir". Jadi Allah tidak membantah pada. firmanNya, sebab firman itu ditujukan pada
manusia, jadi harus difahami itu.”
“Berarti apa perlunya firman kalau ajal itu tidak
bisa dimajukan dan dimundurkan walau sesaat?”
tanya Munif.
“Lha, Al-Qur’an itu kan turun untuk memberi petunjuk
bagi orang yang bertaqwa. Ya jelas maksudnya
untuk memberi petunjuk bagi orang yang
bertaqwa. Memberi petunjuk kalau ajal itu hal
yang sudah ditulis, ditentukan, digariskan. Jadi
manusia itu pasti mati, dan kematiannya sudah
dipastikan. Tetapi bukan berarti Allah tidak bisa
merubah apa yang telah dia tentukan. Ya, kalau
tidak bisa lagi merubah sekehendak-Nya, Ya
berhenti jadi Allah, kekuasaan Allah itu tidak
terbatas. Tidak bisa diganggu gugat. Dan apapun
yang akan Allah lakukan maka tak salah, kerana
Dia yang menciptakan, mahu menghancurkan atau
membuat itu terserah Dia.”
“Kalau menurutku, Ya tidak begitu, kalau umur
yang sudah ditentukan ya, sudah tak bisa
dirubah,” kata Munif ngotot,
“Ya kalau Allah tidak bisa merubah, kan, 'Waman
aroda syai’an aiyaqula lahu kun fayakun' harus di
hapus dari ayat Al-Qur’an.”
“Menurutku rezeqi, ajal, jodoh, itu sudah tidak bisa
dirubah.” otot Munif.
“Begini saja, jika kataku ini benar, bahwa Allah itu
mampu memajukan ajal, dan memundurkannya
sekehendak-Nya, berani tidak kamu bulan depan
mati. Dan jika menurut pendapatmu bahwa Allah
itu tidak sanggup memajukan dan memundurkan
ajal, moga-moga aku bulan depan mati.” kataku
agak emosi.
“Ya tidak bisa seperti itu, itu tidak bisa dibuat
ukuran kebenaran.” katanya.
“Ya, kita lihat, bulan depan.” kataku.
Malamnya seperti biasa bila ada yang cuti semua
pada main untuk mengucapkan selamat jalan.
Dan saat malam telah larut, jam satu malam,
tinggal dua tamu di kamarku, yaitu Muhsin dan
Umam, di malam itu Munif mengetuk pintuku.
“Aku minta maaf.” kata Munif,
“Wah, dramatis banget ada apa?” kataku melihat
wajah Munif yang sedih.
“Iya siapa tahu kita tidak ketemu lagi,”
“Wah aneh- aneh saja kamu Munif.”
“Iya siapa tahu kamu tidak kembali lagi ke Arab Saudi.”
“Aku kembali lagi kok, kan Aku belum tunaikan haji, rugi
lah jauh-jauh dari Indonesia ke Saudi kalau tak tunaikan haji.”
***
Baru setengah bulan di rumah. Aku mendengar
khabar Munif meninggal dalam kecelakaan,
ceritanya, para pekerja dikirim ke pabrik
satunya. Sebenarnya Munif bukan salah satu
pekerja yang dikirim. Jadi dia tak tercatat
sebagai salah satu pekerja yang dikirim. Tetapi
salah satu pekerja yang dikirim mengalami
halangan. Maka Munif yang dijadikan ganti,
semua pekerjaan sudah diselesaikan. Dan
pekerja akan pulang ke pabrik asal. Tetapi busnya
mogok, maka disewalah bus lain, di saat menuruni
jalan gunung yang curam, bus remnya blong,
sopir membanting setir agar bus tak , menghantam jurang. Tetapi bus malah menghantam
dinding gunung, lalu terguling ke arah dinding
gunung, dan terbanting lagi ke aspal. Dan
terseret sampai dua ratusan meter, kerana
terbanting-banting. Sehingga penumpang
menimpa penumpang lain. Sehingga yang dibawah,
terkena aspal dan pecahan kaca. Ada yang
tangannya hancur sampai siku. Ada yang semua
jarinya lepas. Ada yang sebagian wajahnya
terkelupas, Munif tidak terluka sama sekali. Tetapi
dia yang meninggal. Setelah Aku kembali cuti. Jasad Munif tidak bisa diurus kembali ke
Indonesia, dan dimakamkan di Arab Saudi. Itu juga
menunggu tiga bulan, sebab cutiku tiga bulan, Aku menyesal telah berkata yang keras kepada
Munif. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Memang
seharusnya Aku bisa menjaga lisan. Walau semua
adalah ketentuan Allah. Tetapi Aku amat merasa
bersalah sekali. Semoga amal ibadahnya diterima
di sisi Allah Subahanahu Wa Ta'ala.
Handphone berdering, ku lihat nombor yang tidak ku kenal,
ku angkat, suara seorang wanita.
“Siapa ini?” tanyaku.
“Aku Ibu Sarah,”
“Ibu Sarah siapa?” tanyaku lagi.
“Aku seorang TKW,” katanya.
“Ooo, maaf Bu… Aku tidak ada waktu bicara yang
tidak perlu.” kataku dan handphone ku matikan.
Aku tidak mahu terjebak oleh telefon-telefonan
dengan TKW. Hanya melakukan perbuatan yang
sia-sia saja. Tapi phone berdering lagi, dan ku lihat
masih nombor yang sama.
“Iya Bu… ada apa?” tanyaku dengan nada tidak
suka.
“Anu Nak, Ibu mahu minta tolong,”
“Minta tolong apa Bu?” tanyaku.
“Terus terang aku tak tahu lagi harus minta
tolong pada siapa, maka aku coba mengacak
nombor telefon, kok yang keluar nombor Anak ini, Namanya siapa?”
“Saya Febrian,” jawabku.
“Nak Febrian, saya minta tolong, ya, setidaknya
minta do’a, saya sangat tertekan sekali dengan
majikanku, yang orang Syi’ah, yang suka
memukulku, menyiksaku, bagaimana ini Nak",
“Ooo, Ibu tenangkan diri. Coba perbanyak zikir
basmalah, Nanti ku bantu supaya majikan ibu
menjadi baik, dan tidak suka menyiksa.” kataku.
“Berapa kali saya harus wirid basmalah, Nak?”
“Ya, sebanyak yang Ibu mampu, dua belas ribu
juga boleh kalau mampu, atau lebih, nanti ku
do’akan dari sini.” kataku menghibur.
“Iya Nak, ternyata tidak salah aku mengacak
nombor telefon, terimakasih Nak…” kata Sarah.
“Tetapi ingat ya Bu…, jangan menyumpahi majikan
ya..”
Handphone mati, sepertinya pulsa/data habis.
Jika Allah Ta'ala menjamin sesuatu. Maka berarti Allah
telah menempatkan segala sesuatu sebagai
pelengkapnya. Itu suatu perencanaan Allah atas
segala kejadian, Sehingga semua sesuai dengan
yang Allah kehendaki, dan Allah tidak pernah
memerlukan sebab tapi Allah selalu membuat
segala sesuatu seakan kejadian yang wajar yang
masuk akal jika dicerna dengan ilmu
pengetahuan. Seperti garam yang masin, dan
tersedia air laut yang bila diuapkan akan menjadi garam. Kejadian dan kejadian lain itu saling
berkaitan dan saling melengkapi. Saling
mendukung dan menyempurnakan. Seperti orang
membuat sambal tanpa garam tidak enak.
Semua kejadian dirancang untuk bergerak dan
saling memerlukan. Satu saja kurang
kelengkapan itu. Maka tak akan terjadi, kita
manusia yang wajib mempelajari maka
tertemukan teori dan ilmu pengetahuan. Walau
sekedar membuat sambal, sambal tanpa cabe. Maka tidak akan enak, atau membuat mobil, mobil
tanpa roda maka tak jalan.
Begitu juga jika Allah membuat syarat ubudiyah,
penyembahan, penundukan hati dan ketundukan
atas perintah. Tidak ada seorang pun yang akan
bisa mengakali Allah, kecuali akan mengakali
dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang
menipu Allah, kecuali hanya akan menipu dirinya
sendiri. Sebab Allah telah melihat hati bahkan
nasib seseorang, tembus terlihat jelas. Maka
daripada menipu lebih baik jujur, kejujuran itu
lebih menyelamatkan.
Pagi-pagi baru bangun tidur phone sudah berdering,
dan kulihat ternyata Sarah.
“Ada apa Bu?” tanyaku.
“Amalan dari anak sudah ku amalkan,” kata
Sarah.
“Lalu?” tanyaku.
“Ini Nak, Ibu kok jadi takut.” kata Sarah.
“Takut apa Bu?”
“Begini, kemaren kan aku dimarah-marahi sama
majikanku lagi, sampai matanya melotot-lotot,
lalu aku sumpahi, matamu copot, Ya aku juga tidak
sadar bilang itu dengan bahasa Indonesia, dan
majikanku tidak tahu, lha, tadi pagi, aku nyapu, kok ku
lihat di lantai menggelinding seperti kelereng. Setelah ku teliti ternyata kok mata, mata
majikanku itu lepas satu. Ini bagaimana Nak, Ibu
merasa berdosa, huuu… Ibu berdosa pada Allah.” kata Sarah sambil menangis.
“Sudah Bu… sudah yang terjadi ya biar terjadi,
sekarang saya minta Ibu berhati-hati
menggunakan lisan. Walau cuma bacaan basmalah,
kelihatan sepele, dan anak kecil juga bisa. Tetapi
basmalah yang ku berikan pada Ibu itu ada
sanadnya menyambung sampai Rasulullah, dari guruku. Jadi ada kekuatannya. Jadi saya minta Ibu dijaga
lisannya.” jelasku.
“Ya, maafkan aku, Nak…” kata Sarah
“Sudah Bu, yang penting jangan diulangi.”
Setiap manusia itu Khalifah, pemimpin, dan
setiap hati itu menjadi Khalifahnya tubuh. Sungai-sungainya adalah urat, patihnya adalah fikiran. Dan tentaranya adalah semua indra. Jika
hati buruk, dengkian, sombong, angkuh, fanatik,
pemaksa, Ingin menang sendiri, pemarah, keras,
jorok, c4bul. Maka di sungai-sungai urat akan
mengalir berbagai limbah. Dan fikiran juga akan
mengupayakan kejahatan terencana dengan
sempurna. Dan orang lain yang berdekatan pasti
merasa tidak aman, semua akan tergaris jelas
kepalsuan dan kec4bulan juga kejahatan di
wajah. Makanya tidak semua orang lantas dekat
polis merasa aman. Dan tidak semua orang dekat
pengemis merasa takut.
Siapa saja yang belum bisa mengendalikan dan
membersihkan dunia dalam tubuhnya. Pasti akan
menyebabkan orang lain yang berdekatan akan
merasa tidak nyaman.
Jika seseorang telah mampu menjadikan hatinya
jadi Khalifah yang adil atas dirinya, maka orang
lain yang di dekatnya akan merasa nyaman. Dan
senang berlama-lama di dekat orang tersebut,
lebih nyaman dari berada di tepi aquarium ikan
yang di dalamnya berbagai ikan berenang, sebab
orang yang telah menjadikan segala gerak laku
menjadi bersih dari pamrih dan selalu ikhlas. Maka akan seperti pertamanan yang indah,
keindahan memancar dari gerak, lisan yang
penuh hikmah, ilmu yang mengalir seperti sungai
bening, yang kelihatan dasarnya. Dan angin yang
bersahabat menjadi penenang tanpa obat, damai
tanpa ujung pangkal. Setiap pemikirannya adalah
mutiara yang tidak ternilai harganya, kerana tiada
keberpihakan pada kepentingan, dan keuntungan
yang semu. Dan semua orang itu bisa, menjadikan
hatinya sebagai khalifah. Sebagai pemimpin yang 'mengayomi' (protect/melindungi) dan menjaga seperti pohon yang jika dipakai berteduh akan menurunkan buah agar si
peneduh melepas dahaga. Tidak usah menyalahkan
orang lain, agar diri menjadi benar. Dan tidak perlu
memerintah agar diikuti. Jadikan saja khalifah
hatimu, mengatur benar semua prilaku. Makanya
belum dikatakan orang yang beriman. Jika orang lain masih tidak selamat dari prilaku dan
prasangka burukmu, Allah itu Zat yang suci. Bagaimana jika diri mahu menggantungkan diri
pada Allah, sementara hati masih dikotori oleh
keinginan selain-Nya.
Musim haji telah tiba, dan Alhamdulillah
perjalanan hajiku lancar, dan banyak hikmah ku
petik di dalamnya.
Setelah tunaikan Haji, Aku pulang ke Indonesia. Semua
sahabatku di Arab Saudi ku tinggalkan, perjalanan
panjang akhirnya sampai di Airport kepulangan.
Aku beserta Pak Ibrahim.
Sampai di Airport Riyad, ternyata pesawat
sudah mahu berangkat.
Padahal harus boking tiket, sementara temanku Pak Ibrahim sudah tua, dia sudah 20an tahun di Arab Saudi. Dan ini adalah kepulangannya yang
terakhir, Aku suruh Pak Ibrahim di depanku, Agar selesai lebih dulu boking tiketnya. Tetapi
ternyata tiket diminta semua, dan anehnya
tiketku yang diberikan dahulu, Aku tunggu Pak
Ibrahim, tiketnya belum juga diberikan. Setengah jam menunggu, seperti ada yang memberitahuku, kalau sebentar lagi pesawat akan berangkat.
“Pak, Aku tunggu dulu di ruang tunggu ya…!” kataku pada pak Ibrahim.
“Iya tak apa-apa.” jawabnya.
Aku segera bergegas ke ruang tunggu, sampai di
ruang tunggu yang biasanya ramai banyak TKW. Ini tidak ada satupun yang duduk. Seorang pilot
yang biasa check tiket pesawat
menghampiriku.
“Mahu pergi ke mana?” tanyanya dengan logat
bahasa Arab.
“Mahu ke Indonesia.” jawabku.
“Ayo cepat sebentar lagi pesawat akan
berangkat.” kata pilot itu.
Dan Aku segera bergegas ke pesawat. Memang
lima menit kemudian pesawat telah tinggal
landas. Aku tidak tahu bagaimana nasib Pak
Ibrahim. Dan ku tahu setelah sampai di
Indonesia, kalau Pak Ibrahim ketinggalan
pesawat. Dan menginap di hotel Riyad, diikutkan
pada penerbangan berikutnya,
Sampai di Indonesia dengan selamat, dan bau
rumah, serta kehangatan keluarga, baru dua
harian di rumah. Ada banyak tamu datang, ku
kira tetanggaku. Ternyata orang yang mahu minta
tolong, dengan berbagai keluhan sakit dan aneka
macam masalahnya.
Ku pandangi Laptop putihku. Ada banyak
kenangan di dalamnya. Tetapi sekarang di
Indonesia, baru ku rasakan keberadaannya tidak
banyak memberi manfaat. Dan Aku jika dipakai menulis pun baiknya memakai handphone. Jadi bisa dibawa kemana-mana, dan bisa menulis sambil tiduran.
Tetapi bagaimanapun Laptop ini telah banyak
memberikan kenangan. Teman-teman facebook yang
seperti bintang gemintang, berkerlap kerlip
dengan beraneka ragam latar belakang
kehidupannya. Dan dari laptopku dulu ku berikan
jawaban atas masalah di mesenger facebook, atau di
website, dan website ku, juga ku bimbing banyak
orang yang menjadi murid internetku. Walau kami
tidak pernah bertemu.
Ada banyak kisah dan cerita dari teman-temanku di internet, kisahku dan kisah mereka
kadang seperti susu dan warna putih, tidak bisa dipisahkan. Walau tidak diakui atau diakui, kita
seperti air yang mengalir kemudian bertemu di
satu sungai bernama persahabatan, lalu
dipisahkan oleh kepentingan.
Tetapi kami seperti para penjaga yang saling
memperingatkan ketika lena, walau kadang
bertemu itu seperti mimpi. Mimpi mendapat
selembar daun emas, yang tidak laku kami
belanjakan ketika terjaga. Sebab daun emasnya
hanya di mimpi saja.
Ada banyak kisah. Walau hanya Sahabat
Facebook, teramat banyak kisah, sampai Aku
kadang bingung mahu menulis dari mana?
Seperti teman wanitaku yang bernama Inayah,
mengeluhkan karena lama sudah nikah tapi tak
juga punya anak.
“Mas saya bisa dido’akan agar bisa dikurniai
momongan. saya sudah belasan tahun menikah
tetapi belum punya momongan.” pesannya di Fbku. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
VIDEO ;
No comments
Post a Comment