KISAH SUFI, SANG KYAI [41]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [41]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [41]

  • Pada siri ke-40  Dikisahkan Sang Kyai telah diserang kembali oleh Dukun yang menyakiti (santet) pesakit bernama Yatno.Baru saja lampu ku matikan. Dan, Aku mahu berangkat tidur tiba - tiba “DAARRR..!"  ledakan dahsyat bola api pas di depanku jarak satu meter. Api berhamburan seperti kembang/bunga api. Jelas ini santet (santau) yang diarahkan padaku. Aku tahu ini Dukun yang mengerjai Yatno. 

  • Yatno datang mengetuk pintu, kerana Aku mahu tidur jadi pintu ku kunci, Yatno masih memakai pakaian kerja. Rupanya dia lagi kerja malam.

  • “Aduuuh Kaanng, badanku panas sekali…”  katanya. 

 
 FORTUNA MEDIA -  “Aneh kang…!”  kata Yatno

“Aneh kenapa?”  tanyaku hairan.

“Kok dekat sampean badanku tak panas lagi…”  katanya.

“Kamu yang tak kepanasan, Aku yang mengap-mengap pening membaui keringatmu yang bau bawang bombai diremas/diperah.”

“Ah, masak sih Kang…”  kata Yatno membaui ketiaknya.

 “Ya iyalah, masak aku bohong.”

 “Coba kamu keluar kamarku.”  kataku pada Yatno.

“Untuk apa?” 
tanya Yatno hairan.

 “Ya, coba saja.” 
kataku. Yatno pun keluar kamar, dan kemudian dia menjerit.

 “Aduuh Kang panass..!” 
jeritnya. Aku segera membuka pintu dan menyuruhnya masuk,

 “Kenapa kok aku di luar kepanasan?” 
tanya Yatno. 

“Rupanya kekuatan yang dikirimkan padamu hilang kekuatannya, jika kamu dekat denganku. Jadi ketika mendekatiku kekuatan itu luntur, Aku juga tidak tahu kenapa, Aku hanya mengira-ngira saja. Tadi kamu di luar kok kepanasan lalu masuk kamarku kok tidak kepanasan lagi. Jadi Aku mengira pasti ada yang tak beres, ternyata kekuatan yang dikirimkan seseorang kepadamu hilang dayanya ketika dekat denganku.”  jelasku.

 “Wah, lalu bagaimana Kang? Aku tidur di kamarmu ya..!”  kata Yatno.

“Ya, tidak apa-apa kalau mahu tidur di bawah, ranjangku juga cuma satu, dan kecil tidak muat untuk dua orang.”

 “Tidak apa-apa Kang, yang penting aku ndak kepanasan.”

“Ya, sudah kalau begitu.”

 “Lalu bagaimana kelanjutannya Kang?”


 “Sudah tidur dulu, ini sudah malam banget, besok aku harus kerja.”  Dan kami pun tidur. Entah berapa kali, ledakan di kamar terjadi, dari santet yang dikirim padaku.


Tidak ku perdulikan terjadi ledakan, terkadang di tembok, kadang di kamar di atasku berjarak satu meter. Aku tidur saja. Fikirku kalau nanti kemenyannya habis paling juga berhenti sendiri. Aku belum ada maksud mengembalikannya. Pagi-pagi Subuh Yatno ku bangunkan.

“Ayo bangun Sholat Subuh..”   kataku sambil ku tendang kakinya.

 “Ah, masih mengantuk Kang…!”  jawab Yatno malas.

 “Masih mengantuk juga tetap harus Sholat, kalau tidur di kamarku, kalau tidak mahu bangun ya besok jangan tidur di sini lagi.”   kataku.

 Akhirnya Yatno mahu juga bangun menjalankan Sholat Subuh berjama’ah. Masuk kerjaku jam 7 pagi, biasa kalau pagi buka-buka laptop. Dan makan sarapan seadanya. Aku suka masak ikan teri. Kalau di Indonesia mungkin ikan teri tidak ada enak-enaknya. Tetapi di Arab makanan yang remeh kelihatannya di Indonesia. Di Arab jadi nikmat sekali, ikan teri digoreng agak kering, lalu diirisi cabe/cili, bawang merah, bawang putih dan tomat, sudah nikmat sekali,

“Kang… sebenarnya aku juga pernah belajar thariqat.”  kata Yatno yang juga ikut sarapan denganku.

 “Thareqat apa?” tanyaku.

“Tidak tahu Kang thariqatnya apa, aku sendiri lupa.” jawab Yatno.

“Nama toreqoh kok lupa, jaman sekarang ini toreqoh itu banyak, dan banyak juga yang sesat.”  kataku.

 “Lho, jadi ada juga yang sesat Kang? Lha, kan juga yang diajarkan membaca Al-Qur’an dan juga latihan tenaga dalam.”


“Ya banyak yang sesat, di mana letak kesesatannya? Letaknya kerana thariqat itu tidak menyambung sanad kepada Nabi Muhammad SAW. Namanya kan membuat acara sendiri, yang tukang bakso membuat thariqat BAKSOniyah, yang tukang becak membuat thariqat BECAKiyah, yang orang Tuban membuat thariqat TUBANiyah, yang orang Mesir membuat toreqoh MISRIyah. Jadi membuat thariqat, seperti membuat nama jajanan, dengan logo dan maksud tujuan orang yang membuat. Agar mendapat pengikut, dengan, 
membuat aturan di dalamnya yang menguntungkan bagi pembuatnya.”

“Iya tuh Kang, guru thariqatku pernah bilang kalau ingin tahu asal thariqat yang ku ikuti itu tak akan ditunjukkan,”

 “Nah, kan makin aneh saja.”
kataku.

“Sebaiknya di zaman akhir itu seseorang hati-hati. Jangan asal ikut ini, ikut itu, kalau bisa diteliti dulu. Jangan sampai sudah terlanjur dibai’at, eehh, ternyata malah thariqat sesat, Ya, jadinya akan kesusahan sendiri. Namanya juga sesat jadi tidak akan ada manfaat yang diambil, contoh saja kamu, lha, disantet saja sudah pontang-panting gitu.”

“Tapi dulu saya diajari jurus, dan ilmu membangkitkan tenaga dalam Kang…”


“Ya, walau diajari membangkitkan ilmu tenaga dalam sekalipun. Apa gunanya kalau tidak bisa menyelesaikan masalah sepelemu itu.” tekanku.

 “Apa ilmu tenaga dalamku masih ada ya Kang?” 
tanya Yatno. 

“Ya, Aku tidak tahu, lha, Aku sendiri tidak pernah belajar ilmu begituan, tenaga dalam juga tidak pernah.”  kataku sambil memencet-mencet keyboard laptop.

 “Kalau kita coba bagaimana Kang?” tanya Yatno.

“Maksudnya mencoba bagaimana?” 
tanyaku tak mengerti.

“Ya, kita adu jurus.”

 “Wah, Aku sendiri tidak mengerti jurus, begini saja kamu yang menyerangku, dengan segala jurusmu bagaimana?”  tanyaku.

“Ya boleh Kang, sampean tidak berdiri saja Kang?” tanya Yatno, kerana melihatku duduk di karpet sambil mainkan laptop.

“Sudah serang saja diriku.” kataku. 

Yatno mulai memainkan jurusnya, mengitariku, lalu menyerangku tubuhnya melompat menghantamkan pukulan tangan kosong. Tetapi sampai di jarak satu meter dari tubuhku. Tubuhnya seperti menghantam benteng baja. Aku masih mainkan laptop, menjawab pesan yang ada di facebook. 

Yatno membuat ancang-ancang lagi menyerang dari belakangku. Dan sama saja tubuhnya yang melenting menendang kepalaku. Lagi-lagi seperti menabrak benteng baja. Dan dia bergulingan, berguling-guling menabrak-nabrak tembok kamar.

“Ampuun Kanng…, tolong Kang aku tidak kuaaat..!”
  kata Yatno merintih-rintih. Aku bangkit dan mendekatinya, lalu ku usap dadanya.

 “Bagaimana sudah rasa enakan?” 
tanyaku.

“Wah, khadammu besar sekali Kang.., Pelindungmu tidak bisa ku tembus, aku sampai sakit semua.”  kata Yatno.

“Ah.. aku tak punya kelebihan apa-apa..”  kataku.

“Untung sampean tidak membalas pukulanku, kalau membalas aku bisa rontok dadaku.”  kata Yatno.

 “Ah, ada-ada saja.., ini aku mahu mulai berangkat kerja, kamu di kamarmu aja ya…!”  kataku.

“Iya Kang, makasih atas bantuannya.” jawab Yatno. 

Masih banyak waktu. Aku jalan kaki menuju tempat time punch card. Memasukkan kad absen dan memasukkan pin dan cap jari. Memang pabrik dibuat ketat dalam soal absensi sebab dulu cuma dibuat memasukkan absen kad. Jadi banyak orang yang titip temannya untuk team card kan. Jadi team card ditambahi cap jari. Jadi jari orang tak bisa dipalsu orang lain. Orangnya harus tetap datang untuk melakukan cap jari.

Habis team card, Aku biasa duduk-duduk di depan kantin untuk sekedar ngobrol dan mer0kok bersama teman-teman. Suasananya sangat ramai, kerana semua orang harus team card kecuali yang sudah kepala bagian atau enginering atau manager.

Yono menyapaku dengan senyum ramahnya, Yono kerja di Arab Saudi sudah tujuh tahun, dia orang Tangerang.

“Mas…, sebenarnya aku ingin main ke kamar Mas.., tapi takutnya orangnya sibuk.”  katanya.

“Ah, tidak sibuk, banyak kok yang main, datang saja ke kamar.” kataku. 

“Iya, ada perlu sedikit dengan Istri dan Anakku.” katanya.

 “Main saja, nanti malam saja ku tunggu.” kataku.

“Hei Maas…”  kata Umam orang dari Tulungagung.

“Hai juga Mas…”  balas sapaku.

Begitulah pagi, kami saling sapa, kerana pekerjaan masing-masing, jarang kami bisa ketemu. Saat pagi itu saat kesempatan kami bisa saling sapa.

Masuk ke ruang kerjaku, tak ada yang dikerjakan, paling duduk dan mengeluarkan r0kok, menyalakannya, lalu menyalakan internet dan menyapa sahabat internetku. Seorang berwarga negara Mesir masuk ke ruanganku,

“Mas ini yang ahli lukis?”
tanya lelaki Mesir itu dengan logat Arab yang cepat.

“Iya…” jawabku singkat.

“Ada apa?”
Aku balik tanya.

 “Mahu tidak nanti ke rumahku, mahu ku pinta melukis di rumahku.” katanya. 

“Hm… bagaimana ya, Aku tak biasa melukis di rumah seseorang selama di Arab ini, manager saja yang memintaku melukis di rumahnya ku tolak.”  jelasku.

Orang Mesir itu mendekat denganku.

 “Maaf Mas…, ini permintaan dari Istriku yang mengandung tua, jadi dia minta Mas untuk melukis di rumahku, jadi bukan kemahuanku sendiri.”
kata orang Mesir itu.

 “Dari mana Istrimu kenal dan tahu diriku?”  tanyaku hairan.

“Dia tahu dari mimpinya Mas, pokoknya Mas ini saya mohon dengan sangat supaya datang ke rumah, nanti habis kerja biar ku jemput.”  kata orang Mesir itu.

“Ya, tidak apa-apa kalau begitu.”

Jam 4 sore pulang kerja orang Mesir bernama Musadad itu telah menjemputku. Setelah mandi, Aku berangkat ke rumahnya, naik mobilnya, ku bawa perlengkapan cat dan kuas/brush, sampai di rumahnya Aku diajak makan dulu, sambil membicarakan mana yang harus ku lukis, Aku.
hanya melukis pintu, setelah makan ku lukis dengan cepat pintunya. Sebentar baru melukis Musadad mengeluarkan minuman,

“Wah, sebentar sudah jadi bagus.”
katanya di sela aku melukis.

“Oh, ya Mas ini di Indonesia seorang Ustaz ya?”


 “Kata siapa?”
tanyaku.

“Banyak kok yang membicarakan, bahkan di sini juga banyak yang telah minta dido’akan.” 
kata Musadad.

“Ah tidak juga, Aku hanya seorang murid thariqat. Cuma mungkin guruku orang yang banyak kelebihannya.” jelasku.

 “Kekasih Allah ya gurunya, Waliyullah gitu?” 
tanya Musadad.

 “Tak tahu juga, sebab guruku tak pernah sekalipun mengaku sebagai wali, jadi Aku juga tidak tahu, apalagi la ya’riful wali ilal wali, tak akan tau wali kecuali wali.”  jelasku.

 “Mari Mas diminum jus nyam.” 
kata Musadad mempersilahkanku minum

“Aku banyak membaca di banyak kitab, para guru thariqat itu orang-orang yang selalu diijabah do’anya.” kata Musadad.

“Misal seperti Syaikh Abdul Qadir Aljailani, Syaikh Junaid AlBagdadi, Ibrahim Alkhawas, Syaikh Abu Hasan Assadzili, semua ulama’ besar adalah orang-orang thariqat.”

 “Ya…” jawabku singkat.

“Mungkin dalam umum orang meminta hujan dengan Sholat Istisqo’. Tetapi orang thariqat tidak, jika meminta hujan, ya meminta saja, sebab jiwa, raga, ruh dan hatinya adalah do’a.”  kataku.

Tiba-tiba hujan deras sekali turun.

“Wah, Mas bicara hujan, langsung hujan turun deras, boleh saya dijadikan murid.” 
kata Musadad.

“Menjadi murid thariqat itu berat, dan harus tunduk pada guru. Bukan soal gurunya itu siapa. Tetapi kerana ilmu yang dari Nabi Muhammad SAW, yang dititipkan kepada guru, jadi ketundukan pada guru itu seringkali bertentangan dengan ego diri.”

 “Saya siap guru, saya siap tunduk pada guru, guru memerintahkan apapun saya siap, sebab, 
guru adalah pembimbing saya…”  kata Musadad serius.

“Sudah-sudah saya selesaikan lukisan. Nanti jam enam sebelum Maghrib saya harus segera kembali ke kamar, soalnya ada janji sama orang Indonesia.”  kataku.

 “Siap guru…”  kata Musadad. Setelah jam enam, Aku diantar pulang ke barrak,

“Jika guru mahu kemana saja, saya siap mengantar, jadi guru telefon saja saya.”  kata Musadad yang seorang enginer komputer.

“Ya, nanti kalau mahu ke kota Aku akan telefon.”  kataku sambil keluar dari mobilnya Musadad. Sampai di kamar pas Maghrib. Yatno sudah menunggu di depan kamar.

“Ada apa lagi?” 
tanyaku sambil membuka pintu kamar,

“Badan saya panas lagi Kang.”
kata Yatno.

“Mari sholat Maghrib dulu, nanti habis sholat ku buatkan air isian, untuk pagar badanmu.” 
kataku, yang langsung mengambil air wudhu"

Dan kami sholat berjama’ah, selesai sholat ku buatkan air isian untuk pagar Yatno.

 “Ini di pakai mandi, jangan dihanduki, biarkan kering, air itu pakai di guyuran terakhir, ingat biarkan kering sendiri.” kataku.

Dan Yatno pun mandi, Aku menyalakan laptop, bagusnya kalau main internet tidak bayar, mahu mahu internet sepuasnya juga tidak masalah. Dan Alhamdulillah kisah Sang Kyai ini semuanya ku tulis dengan internet gratis. Anehnya setelah Aku meninggalkan Arab Saudi internet tak gratis lagi. Yatno telah selesai mandi.

 “Bagaimana Yatno… sudah sehatkan?”  tanyaku.

“Iya, Alhamdulillah sudah rasa baik Kang, badan tak panas lagi.”

“Ya, moga-moga tak panas lagi.”  kataku. Pintu kamar diketuk,

“Masuk tidak dikunci.”  kataku. 

Masuk Yono sama Muhsin. Dan seperti biasa Muhsin membawa makanan, kali ini soto babat.

“Wah, Aku masih kenyang, tadi habis makan di rumah Musadad orang Mesir.” 
kataku.

“Wah, kok ke tempat Musadad segala?” 
tanya Yono.

“Iya tadi disuruh melukis.”

 “Biasanya Musadad itu orangnya kikir, kok sampai mahu bagi makan?” 
tanya Muhsin.

“Tidak juga, orangnya baik kok.” 
kataku.

“Syukur kalau sama Mas orangnya baik, ”  kata Muhsin.

Phone ku bunyi, dan ku angkat, suara Musadad.
 “Ini guru ada makanan dari Istriku, guru keluar sebentar, saya tak bisa masuk,”  

Aku keluar dari barak, dan Musadad menunggu di mobil, dan memberikan senampan makanan.

 “Wah, susah-susah banget.” kataku.

 “Ini permintaan Istriku guru, doakan anakku lahir dengan selamat. Dan bisa menjadi manusia 
seperti guru…, soalnya ini mahu ke hospital membawa Istriku, doakan ya guru, supaya kelahirannya lancar.”

 “Insya Allah lahirnya lancar.”  kataku. Aku pun masuk ke dalam.

“Makanan dari siapa Mas?”
tanya Muhsin.

“Dari Musadad, dia minta dido’akan supaya kelahiran anaknya lancar, dan selamat.”  jawabku.

“Hehehe… orang pintar di mana-mana banyak yang bawakan makanan.”  gurau Yono.

 “Sudah ayo dimakan bersama-sama.”  kataku.

“Wah, ini yang mana dulu?” tanya Yono.

“Yang mana sajalah, Aku cicipi soto babatnya dulu.” 
kataku mengawali, dan kami ramai-ramai makan.

Kebersamaan yang kadang sekejap itu kadang yang paling berkesan. Dan menjadi kenangan sederhana yang sulit dilupakan. Dan menjadi pengikat persaudaraan tanpa ada syak wasangka. Keikhlasan itu tidak harus difikirkan tapi dijalani dengan apa adanya,

“Saya mahu curhat Mas…” kata Yono selesai makan.

“Wah, di mana-mana Aku kok tempat curhatan orang toh… heheheh…, curhat apa itu?” tanyaku.

“Soal rumah Mas.”

 “Kenapa dengan rumahnya?”


 “Ya, beberapa hari yang lalu, Istri pernah mengalami hal yang aneh,”

“Hal aneh apa itu?”


 “Ya, seperti melihat orang masuk rumah, tapi setelah dicari tak ada.”

“Jam berapa?”


 “Ya, sekitar habis Maghrib gitu, lha ini kok Istri, anak saya yang kecil kalau malam menangis terus, lalu badannya sekarang panas, sudah dibawa ke hospital. Tetapi panasnya tidak juga turun-turun.”

 “Hm… Maaf, ada tetangga yang suka pakai peci ada hiasannya, dan pernah punya masalah dengan orang itu ya?”
tanyaku


“Iya Mas, kok Mas tahu?” tanya Yono.

 “Ya, pas kebetulan saja .” jawabku.

 “Lalu apa hubungannya dengan orang itu?”  tanya Yono.

“Orang itu pernah menanam tulang anjing di depan rumah, di kali kecil kering di bawah pohon bambu.”  kataku.

 “Oohh, di situ, di depan rumahku memang ada pohon bambu.”  jawab Yono.

 “Lalu bagaimana solusinya Mas?” 
tanya Yono.

 “Sediakan saja air, Istri suruh sedia air di rumah, biar saya transfer obat ke air itu. Nanti diminumkan untuk anaknya setutup botol air mineral saja. Dan untuk minum Istrimu suruh minum satu gelas.”  kataku.

“Ya, biar saya telefon istri saya Mas.”
kata Yono.

“Saya sebentar lagi mahu cuti Mas. Apa Mas tidak menitip apa-apa dari Indonesia?”  tanya Muhsin.

 “Ya, titip r0kok saja,”  kataku.

 “R0koknya apa Mas?” 

“Sampoerna mild saja, biar tidak berat.”

“Baik nanti saya bawakan.”
kata Muhsin.

“Oh, ya saya sudah puasa Mas, kok sering mengalami hal aneh.”  kata Muhsin.

 “Hal aneh apa?” 
tanyaku.

 “Kalau di Masjid, banyak orang yang tak ku kenal menyalamiku.” 
kata Muhsin.

 “Ya sudah jangan difikirkan. Anggap saja biasa, mengalami hal apapun yang paling aneh sekalipun anggap saja biasa. Sebab tujuan diri bukan menemukan hal aneh atau ganjil. Tetapi tujuan diri adalah penghambaan pada Allah dalam setiap tarikan nafas.”  jelasku.

 “Iya Mas, mohon selalu dibimbing.”

Setiap kesempatan, setiap waktu berbuat baik jika bisa, itu yang selalu ku pegang, entah apa hasil akhirnya, yang penting kita berusaha berbuat baik, seikhlas kita mampu ikhlas. Orang lain entah berpendapat apa, itu urusan orang lain, yang penting kita berusaha selalu di jalur yang diredhhi Allah. Jika keluar jalur dan cepat-cepat kembali, selalu membiasakan diri 
 bertaubat. Membiasakan diri selalu merasa bersalah di hadapan Allah, kerana kenyataannya kita itu manusia yang selalu salah, tempat salah dan dosa. Jadi selama kita manusia pastilah masih ketempatan salah, seperti kita kalau mandi selama kita manusia jika mandi wajarlah ada dakinya. Asal kita tak bosan menggosok diri. Selamanya menggosok diri, seperti besi pasti berkarat. Asal kita tidak malas mengasah, karat juga pasti akan hilang, dan timbul lagi, kecuali kita sudah jadi Tuhan. Dan kita bukan Tuhan, kita itu manusia yang selalu berusaha menjadi manusia yang menghamba sampai akhir hayat kita.

 “Sudah Mas, sudah disediakan airnya.” 
kata Yono.

 “Lalu soal tulang anjing itu bagaimana Mas, soalnya ini kata Istri yang sakit malah sampai ke saudara-saudaraku.”  cerita Yono.

 “Ya, kalau itu harus dihilangkan kekuatan hitamnya, ya nanti ku buatkan pagar batu untuk ditanam sebagai pelawan dari kekuatan hitam tulang anjing itu.”  kataku. 

“Iya makasih Mas sebelumnya.”

***
Pulang dari Sholat Juma’at, Aku ketemu Yono.

“Bagaimana Mas Yon…, anaknya sudah sehat?” tanyaku.

 “Belum Mas, lha, airnya sama mertua lelakiku tidak boleh diminumkan ke anakku, katanya terlalu kuat.”  jawab Yono.

 “Terlalu kuat bagaimana?”


 “Ya Mertua lelakiku kan juga biasa dimintai tolong orang, dia biasa mengamalkan nyepi-nyepi begitu Mas, lha, kata dia air transferan Mas itu katanya terlalu kuat, takutnya bahaya ke si anakku.”

 “Hm… aneh, itu kan sudah ku perkirakan untuk anak kecil. Sudah diminumkan saja, setutupnya, Ya,  kalau Mertuamu memang bisa, kenapa tidak dia yang menolong, aneh-aneh aja.”

“Maaf Mas, jadi tidak enak.” 


Habis Maghrib, Yono main ke kamar,

“Ini ada r0kok Indonesia Mas.” katanya menaruh rokok di meja.

 “Kok dapat r0kok Indonesia dari mana?”  tanyaku.

 “Tadi ada sopir truk dari Indonesia, pengangkut simen, dia bawa r0kok.” jelas Yono.

“Bagaimana khabar Istri dan anaknya? Sudah sehat?”
tanyaku.

 “Alhamdulillah, setelah minum air yang dari Mas, kata Istri langsung enakan, juga si kecil langsung dibawa pulang dari hospital.”  jelas Yono lagi.

 “Ya syukur kalau begitu.” 
Kamar diketuk lagi,

“Masuk..!”
kataku.

“Wah, ada Mas Yono.”  kata Ramadhon, pekerja dari NTT.

“Ada apa Dhon, tak biasanya main ke kamarku?” tanyaku.

 “Biasa Mas, seperti yang lain, mahu minta tolong.”  jawab Ramadhon.

“Soal apa?” 

“Soal Ibu saya Mas.”

 “Kenapa Ibunya?”

“Sakit Mas.”

 “Apa sakitnya, wah aku jadi malah kayak doktor, hahahaa..”😅


“Wah, kalau doktor manapun tidak ada yang bisa mengobati dari jarak jauh..” 
sela Yono.

 “Sakitnya di kepala Mas.”

“Pening gitu?”

 “Iya.”

“Ya minum saja panadol"  
kataku.

“Sakitnya terus menerus Mas, sudah dibawa ke doktor juga tetap tak sembuh.” 
jelas Ramadhon.

 “Wah bahaya itu.”

“Bahaya bagaimana Mas?”


 “Ya bahaya, apa kamu punya masalah soal tanah di rumah, maksudku tanah rebutan keluarga gitu?”

 “Iya Mas, tanah warisan jadi rebutan.” 

“Bisa kamu sekarang telefon Ibumu?” tanyaku.

 “Sebentar biar ku hubungi.”


“Coba hubungi, lalu suruh duduk menghadap ke barat, biar penyakit di kepalanya ku tarik dari sini.”

 “Apa bisa Mas ditarik dari sini.”


 “Ya, bisa tidak bisanya kan belum tahu, nanti saja dilihat perkembangannya.”
kataku.

 “Baik Mas saya hubungi.” kata Romadhon.

Aku menunggu Ramadhon menghubungi Ibunya, sementara itu Aku ngobrol sama Yono.

 “Wah, aneh sekali ya kelebihan Mas Ian?” tanya Yono.

 “Ah tak aneh, sebenarnya semua orang juga bisa, asal mahu menjalankan lelakunya, Aku sendiri juga tak memiliki kelebihan apa-apa.”  jawabku.

 “Apa mungkin semua orang juga bisa mempunyai kelebihan seperti itu?”

 “Semua orang bisa, syaratnya jelas Islam, mahu menjalani lelaku, dan mau menuruti apa saja yang 
ditunjukkan oleh guru pembimbingnya. Sebenarnya teorinya cuma mendekatkan diri pada Allah, lalu Alloh mengijabah do’a kita. Jadi kalau seperti Aku sendiri, jelas tak punya kelebihan apa saja, do’a itu kan kekuatan kita, kerana meminta pada Allah, dan murni meminta pada Allah, tidak lewat Jin, atau khadam, atau Malaikat sekalipun. Makanya ijabah tidk menunggu hari atau bulan atau tahun. Tetapi bisa seketika diijabah, tergantung kedekatan diri pada Allah. Jadi kuncinya mendekatkan diri pada Allah. Jika sudah dekat. Maka ijabah Allah itu tidak terhalang, kalau berhalangan namanya bukan Allah, Alloh itu ‘ala kulli syai’ing qodir, sanggup melakukan apapun. Jadi tidak terhalang mengijabah do’a kita, kok do’a kita tak terijabah, berarti bukan Allah yang terhalang. Tetapi kitalah yang tak ikhlas, tak mahu mendekatkan diri pada Allah.”

 “Mendekatkan dirinya itu yang sulit Mas.”  kata Yono.

“Ya kan sudah ada guru yang mengarahkan, jika diri mengikuti arahan guru, maka proses juga tak akan lama. Proses menjadi lama itu kerana diri, 
masih tertawan dengan nafsu, dengan ego, merasa diri sok mulya, merasa diri lebih dari orang lain, punya suara merdu saja sudah gaya, punya kegantengan sedikit sudah engkek/bongkak, punya kekayaan sedikit sudah petentang-petenteng. Dan berbagai macam kelebihan yang akhirnya menjadikan diri malah punya banyak kekurangan, Tidak ada manusia yang mulya, kecuali manusia yang terpilih memang mulya, seperti Nabi Muhammad, kalau diri merasa lebih dari orang lain, ya susahlah diajak maju…”

“Sudah Mas, Ibu saya sudah duduk menghadap ke barat.”
Kata Romadhon.

 Aku segera konsentrasi, menyatukan daya, do’a, zikir. Menyatukan ingatan pada sang pemberi kesembuhan yaitu Allah, lalu mengirim konsentrasi dalam satu titik, yaitu sakit di kepala Ibunya Ramadhon. Dan meminta pada Allah agar penyakit di kepalanya dibuang. Setelah selesai penarikan, Aku berkata pada Romadhon.

 “Coba sekarang, kamu telefon ibumu, tanyakan sudah enakan belum.”  kataku pada Ramadhon,

Lalu Ramadhon menelpon pada Ibunya, dan kemudian selesai.

“Sudah enakan mas katanya, katanya kayak ada hawa diingin masuk ke kepalanya, dan ada sesuatu yang seperti tertarik keluar.”

“Benar sudah enakan?”

“Bener Mas.”


 “Ya, syukur kalau gitu., moga saja sembuh.”
kataku.

Malam sudah makin larut, ada beberapa ledakan di luar kamar, menghantam tembok, risih juga sering-sering mendengar ledakan, walau santet (santau)  tidak mengenaiku. Tetapi kadang pas tidur ada ledakan bikin kaget juga. Suara ketukan pintu, pasti si Yatno, biasa pasti dia kesakitan. Benar dugaanku, Yatno masih memakai pakaian kerja, dan masih penuh debu.

 “Ada apa lagi Yatno?” 
tanyaku setelah membukakan pintu dan membiarkannya masuk kamar,

“Aku rasanya tidak kuat Kang…!”  kata Yatno memelas.

 “Sakit lagi..?” 
tanyaku.

 “Dadaku rasanya seperti diremas-remas Kang, aku ingin bunuh diri saja, aku ingin mati saja, aku tidak kuat Kang…!”  kata Yatno.

“Hehehe, dulu, sudah ku katakan kalau kamu akan mengalami masalah seperti ini, kamu juga tidak mahu percaya. Memangnya mati akan menjadikan masalahmu selesai? Kamu akan malah disiksa sampai hari kiamat Yatno.”  kataku.

“Tapi aku tak kuat Kang, di dalam fikiranku selamanya kok ya bayangan cewek itu melulu,”


“Ah, kamu ini cemen, cengeng,”

 “Ya, tapi ini juga tidak wajar Kang.”


 “Makanya kamu jangan kalah, permasalahan sebenarnya bukan dari luar dirimu Yatno, tapi dari dirimu sendiri.”

 “Lho, kok malah sampean menyalahkan aku toh Kang.”


 “Lha , kalau tidak menyalahkanmu, memangnya Aku menyalahkan kambing, ayam, bebek.”  kataku

“Ya, maksudku kan aku yang dikerjai Ni Kang.”

 “Ya, kamu kan tidak akan dikerjai, jika batinmu kuat, keteguhanmu mantap, lha, kamu cengeng, sok main cewek, Tetapi tidak tahan banting, Aku dulu cewekku banyak tapi tidak seribut kamu.”   
kataku agak jengkel.

“Ya, sudah aku mengikut sampean.” kata Yatno.

“Nah, kalau mengikut Aku, ini ku kasih zikir, ini amalkan, kalau tidak kau amalkan, jangan salahkan kalau kamu benar-benar jebol disantet.”  kataku.

“Baik akan ku amalkan Kang.”
kata Yatno.

 “Jangan baik-baik, ini serius.”

 “Iya Kang, tapi dibantu ya.”


“Apa Aku kelihatannya tidak membantumu? Coba lihat siapa orang Indonesia yang perduli dengan nasibmu?”

 “Coba lihat, Aku ini bukan saudaramu, kenal juga di Arab Saudi sini, bukan sanak, bukan kadang, bahkan hubungan kerabat sama sekali tidak ada, mahu membantumu, kira-kira apa yang Aku harap darimu? Tidak ada kan? Juga Aku membantu, 
pada yang lain, apa aku agar tenar, terkenal? Coba diangan-angan, apa aku pernah meminta pada yang ku tolong? Se-real saja tak minta kan? Kemana-mana juga Aku bayar sendiri, sebab Aku yakin, yang Aku lakukan akan mendapat balasan dari Allah, jadi bukan kerana harapan yang tidak seberapa dari manusia.”

 “Iya Kang, aku mengerti, kalau ku mintai bantuan lagi mahu tak Kang?”

“Aku ada teman perempuan, yang sering dipukuli Suaminya, kerana Suaminya sering main saham. Awalnya sih kaya kerana main saham. Tetapi belakangan malah bangkrap, dan kerana itu malah sering memukuli dan membentak-bentak Istrinya, dibilangnya Istrinya membuat dia sial lah.”
cerita Yatno.

“Sekali ini Aku mahu membantu. Tetapi lain kali tidak, bukan Aku tidak mahu, Tetapi Aku juga manusia biasa Yatno, bukan seorang superman yang semua masalah bisa ku selesaikan, kalau mahu membantu orang lain, bantulah semampumu, misal kamu melihat seorang Nenek-Nenek membawa sekarung beras, lalu kamu ingin membantu, lalu kamu menyuruhku mengangkut karung itu, la kalau, 
jalan sama kamu, ketemu Nenek-Nenek seratus bawa karung beras semua, lalu semua karung beras kamu suruh Aku mengangkat semua, bukankah Aku akan mati ketiban karung?”

 “Iya, juga yo Kang..”


“Semua orang punya problem Yatno, Aku sendiri juga punya keluarga, Aku punya anak, dan tentu anakku tidak mahu ku kasih makan angin. Jadi ya, Aku membantu selama Aku bisa, Aku sendiri kan juga mengurus keluargaku. Semua orang punya problem dan punya masalah dalam keluarganya. Dan Allah tidak membebankan masalah di atas kesanggupan seseorang. Jadi sudah cukup kamu mampu menyelesaikan masalahmu. Jangan lantas kamu mencari masalah orang lain kau timpakan masalahnya kepadaku. Sekalipun Aku kuat, Aku kan perlu juga menghidupi keluarga, bekerja, sebab Aku bukan Allah. Mintalah penyelesaian masalah pada Allah, jangan padaku.”  kataku panjang lebar.

 “Lalu bagaimana temanku itu Kang…?”

“Suruh saja sedia air, nanti ku transfer ke air, kalau lelakinya sedang marah siram saja dengan 
air itu, ingat jangan mencari masalah orang lain, lalu kau timpakan padaku.”

“Iya Kang…!” 
jawab Yatno.

 “Jangan iya-iya, jangan menjadi calo/ejen, kalau kamu memang tidak bisa menolong orang lain. Maka tidak usah sok-sokan bisa menolong tapi menggunakan tangan orang lain, biar kamu dapat nama,”

“Aku tidak mencari nama Kang.”


 “Ya tidak mencari nama juga, kamu menyusahkan Aku. Walaupun Aku tak mengharap apa-apa juga, Aku ini kan juga manusia wajar, perlu makan, perlu keperluan untuk hidup. Jadi Aku juga perlu menjalankan pekerjaanku sendiri. Walau Aku ikhlas. Tetapi bukan berarti kamu boleh kemana-mana mencari orang yang perlu kamu tolong, lalu menimpakan padaku, itu namanya calo, Ya, kalau kamu mahu menolong orang lain, tolong dengan kedua tangan dan kemampuanmu, Ayahmu saja kamu ajak kemana-mana, lalu kamu suruh kalau ada orang punya hutang, Ayahmu kamu suruh bayarin, apa Ayahmu mahu. Sekalipun Ayahmu kaya tujuh turunan, wangnya pasti habis, Raja Arab Saudi yang kaya raya, kamu ajak ke   
Indonesia, lalu membagi makan seumur hidup semua gelandangan di Indonesia, tidak akan mahu.”

“Wah, kok sampai Raja Arab Saudi segala Kang, aku kan tidak mengajak Raja Saudi.”

 “Ya, namanya juga perumpamaan, Aku mahu memperumpamakan siapa kan asal kataku saja,”

Memang kadang banyak dan sering ku temukan. Seseorang yang mengambil kesempatan, biasanya akan menyodorkan tetangganya, Mas ini ada tetanggaku yang sakit. Ada temanku, Ada orang Desaku. Ada teman satu kantorku, ada… ada… ya,  di mana tempat juga ada. Jika satu orang yang kenal Aku kemudian membawa 100 orang untuk Aku do’akan. Dan temanku ada seribu, bukankah Aku bisa tidak kerja, seharian berdo’a juga belum cukup bisa menyelesaikan semua…. ck… ck… Dan kenyataannya sampai sekarang teman-temanku seperti itu ada. Entah untuk mencari nama untuk pribadinya, atau entahlah.

Memang di dunia ini banyak sekali orang berfikiran aneh, patut Kyaiku sendiri selalu menghindar. Menyembunyikan diri, kerana banyak orang yang memanfaatkan kelebihan yang, 
dimiliki, Aku malah pernah orang membawa kad undian. Minta ditiup, agar undiannya menang, atau orang minta dido’akan agar ayam aduannya menang. Edan, tidak berotak, memang kebanyakan orang selalu menilai orang lain dengan porsi akalnya. Dan nyatanya banyak orang yang berfikiran dangkal, masak ya, minta pada Allah hal-hal yang diharamkan. Malah ada yang minta agar bisa menaklukan hati si cewek ini, untuk istri kedua.

Aku sendiri sering mengalami hal itu, dimintai seperti itu, Ya, kalau untuk kesenangan kenapa tidak usaha sendiri.

Ingin mendapatkan jabatan, menjadi anggota DPR, Ah memang manusia yang tamak, selalu menilai orang lain dengan dosis ketamakannya. Lalu berusaha orang lain diberusahakan membantu apa yang ditamakkannya akan tercapai.

***
“Mas aku kecelakaan.”  suara Muhsin di handphone, dia sedang cuti dan berada di Indonesia.

 “Kecelakaan di mana, kecelakaan motor?


“Bukan, tapi kesetrum letrik.”

 “Bagaimana ceritanya kok sampai kesetrum letrik?”
tanyaku.

 “Aku kan bersih-bersih rumah baru, Ya, ku siram semua pakai air, rumah yang tidak ku tempati kan semua kabelnya dicuri orang. Jadi minta izin PLN letriknya mengambil langsung dari lonceng, untuk sementara, terus kabel semua yang pasang pamanku, kok pasang kabel sanyo pasangannya kebalik, yang ada setrumnya kok choknya yang lelakinya.”

 “Maksudnya yang lelakinya?”


 “Ya, itu yang ada chok-nya, yang kabel tak ada coknya malah tidak ada letriknya, pas aku cabut jeknya, langsung tanganku kesetrum. Apalagi di bawahku penuh air menggenang kerana di tengah dapur, aku kibas-kibaskan kabelnya nempel di tanganku, aku terbanting di lantai yang penuh air, montang manting tidak karuan, lalu aku ingat Mas, aku ingat Mas pernah bilang. Jika mengalami apapun yang berbahaya, atau membahayakan diri, maka upayakan ingat Allah, dan minta pertolongan padanya, lalu aku ingat 
saja pada Allah, aku membaca takbir sekuatnya, dan aku pingsan, tapi kok aneh, aku sadar sudah menggeletak di tempat yang kering, tapi tubuhku penuh luka. Dan di tanganku ada bekas menancap lubang bekas chok-an, ini aku lagi di hospital.” cerita Muhsin.

 “Syukur kalau masih selamat.”  
hiburku.

“Aku di do’akan Ya Mas, biar lekas sembuh, dan biar bisa selekasnya kembali ke Arab Saudi.”  kata Muhsin.

 “Iya, Insya Allah, semoga Allah memberi kesembuhan".  
 [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

No comments