KISAH SUFI, SANG KYAI [41]
KISAH SUFI, SANG KYAI [41]
- Pada siri ke-40 Dikisahkan Sang Kyai telah diserang kembali oleh Dukun yang menyakiti (santet) pesakit bernama Yatno.Baru saja lampu ku matikan. Dan, Aku mahu berangkat tidur tiba - tiba “DAARRR..!" ledakan dahsyat bola api pas di depanku jarak satu meter. Api berhamburan seperti kembang/bunga api. Jelas ini santet (santau) yang diarahkan padaku. Aku tahu ini Dukun yang mengerjai Yatno.
- Yatno datang mengetuk pintu, kerana Aku mahu tidur jadi pintu ku kunci, Yatno masih memakai pakaian kerja. Rupanya dia lagi kerja malam.
- “Aduuuh Kaanng, badanku panas sekali…” katanya.
FORTUNA MEDIA - “Aneh kang…!” kata Yatno
“Aneh kenapa?” tanyaku hairan.
“Kok dekat sampean badanku tak panas lagi…” katanya.
“Kamu yang tak kepanasan, Aku yang mengap-mengap pening membaui keringatmu yang bau
bawang bombai diremas/diperah.”
“Ah, masak sih Kang…” kata Yatno membaui
ketiaknya.
“Ya iyalah, masak aku bohong.”
“Coba kamu keluar kamarku.” kataku pada Yatno.
“Untuk apa?” tanya Yatno hairan.
“Ya, coba saja.” kataku.
Yatno pun keluar kamar, dan kemudian dia
menjerit.
“Aduuh Kang panass..!” jeritnya.
Aku segera membuka pintu dan menyuruhnya
masuk,
“Kenapa kok aku di luar kepanasan?” tanya
Yatno.
“Rupanya kekuatan yang dikirimkan padamu
hilang kekuatannya, jika kamu dekat denganku. Jadi ketika mendekatiku kekuatan itu luntur, Aku
juga tidak tahu kenapa, Aku hanya mengira-ngira
saja. Tadi kamu di luar kok kepanasan lalu masuk
kamarku kok tidak kepanasan lagi. Jadi Aku mengira
pasti ada yang tak beres, ternyata kekuatan
yang dikirimkan seseorang kepadamu hilang
dayanya ketika dekat denganku.” jelasku.
“Wah, lalu bagaimana Kang? Aku tidur di
kamarmu ya..!” kata Yatno.
“Ya, tidak apa-apa kalau mahu tidur di bawah,
ranjangku juga cuma satu, dan kecil tidak muat
untuk dua orang.”
“Tidak apa-apa Kang, yang penting aku ndak
kepanasan.”
“Ya, sudah kalau begitu.”
“Lalu bagaimana kelanjutannya Kang?”
“Sudah tidur dulu, ini sudah malam banget, besok
aku harus kerja.” Dan kami pun tidur. Entah berapa kali, ledakan di
kamar terjadi, dari santet yang dikirim padaku.
Tidak ku perdulikan terjadi ledakan, terkadang di tembok, kadang di kamar di atasku berjarak satu meter. Aku tidur saja. Fikirku kalau nanti kemenyannya habis paling juga berhenti sendiri. Aku belum ada maksud mengembalikannya. Pagi-pagi Subuh Yatno ku bangunkan.
“Ayo bangun Sholat Subuh..” kataku sambil ku tendang kakinya.
“Ah, masih mengantuk Kang…!” jawab Yatno malas.
“Masih mengantuk juga tetap harus Sholat, kalau tidur di kamarku, kalau tidak mahu bangun ya besok jangan tidur di sini lagi.” kataku.
Akhirnya Yatno mahu juga bangun menjalankan Sholat Subuh berjama’ah. Masuk kerjaku jam 7 pagi, biasa kalau pagi buka-buka laptop. Dan makan sarapan seadanya. Aku suka masak ikan teri. Kalau di Indonesia mungkin ikan teri tidak ada enak-enaknya. Tetapi di Arab makanan yang remeh kelihatannya di Indonesia. Di Arab jadi nikmat sekali, ikan teri digoreng agak kering, lalu diirisi cabe/cili, bawang merah, bawang putih dan tomat, sudah nikmat sekali,
“Kang… sebenarnya aku juga pernah belajar thariqat.” kata Yatno yang juga ikut sarapan denganku.
“Thareqat apa?” tanyaku.
“Tidak tahu Kang thariqatnya apa, aku sendiri lupa.” jawab Yatno.
“Nama toreqoh kok lupa, jaman sekarang ini toreqoh itu banyak, dan banyak juga yang sesat.” kataku.
“Lho, jadi ada juga yang sesat Kang? Lha, kan juga yang diajarkan membaca Al-Qur’an dan juga latihan tenaga dalam.”
“Ya banyak yang sesat, di mana letak kesesatannya? Letaknya kerana thariqat itu tidak menyambung sanad kepada Nabi Muhammad SAW. Namanya kan membuat acara sendiri, yang tukang bakso membuat thariqat BAKSOniyah, yang tukang becak membuat thariqat BECAKiyah, yang orang Tuban membuat thariqat TUBANiyah, yang orang Mesir membuat toreqoh MISRIyah. Jadi membuat thariqat, seperti membuat nama jajanan, dengan logo dan maksud tujuan orang yang membuat. Agar mendapat pengikut, dengan, membuat aturan di dalamnya yang menguntungkan bagi pembuatnya.”
“Iya tuh Kang, guru thariqatku pernah bilang kalau ingin tahu asal thariqat yang ku ikuti itu tak akan ditunjukkan,”
“Nah, kan makin aneh saja.” kataku.
“Sebaiknya di zaman akhir itu seseorang hati-hati. Jangan asal ikut ini, ikut itu, kalau bisa diteliti dulu. Jangan sampai sudah terlanjur dibai’at, eehh, ternyata malah thariqat sesat, Ya, jadinya akan kesusahan sendiri. Namanya juga sesat jadi tidak akan ada manfaat yang diambil, contoh saja kamu, lha, disantet saja sudah pontang-panting gitu.”
“Tapi dulu saya diajari jurus, dan ilmu membangkitkan tenaga dalam Kang…”
“Ya, walau diajari membangkitkan ilmu tenaga dalam sekalipun. Apa gunanya kalau tidak bisa menyelesaikan masalah sepelemu itu.” tekanku.
“Apa ilmu tenaga dalamku masih ada ya Kang?” tanya Yatno.
“Ya, Aku tidak tahu, lha, Aku sendiri tidak pernah belajar ilmu begituan, tenaga dalam juga tidak pernah.” kataku sambil memencet-mencet keyboard laptop.
“Kalau kita coba bagaimana Kang?” tanya Yatno.
“Maksudnya mencoba bagaimana?” tanyaku tak mengerti.
“Ya, kita adu jurus.”
“Wah, Aku sendiri tidak mengerti jurus, begini saja kamu yang menyerangku, dengan segala jurusmu bagaimana?” tanyaku.
“Ya boleh Kang, sampean tidak berdiri saja Kang?” tanya Yatno, kerana melihatku duduk di karpet sambil mainkan laptop.
“Sudah serang saja diriku.” kataku.
Yatno mulai memainkan jurusnya, mengitariku,
lalu menyerangku tubuhnya melompat
menghantamkan pukulan tangan kosong. Tetapi
sampai di jarak satu meter dari tubuhku. Tubuhnya seperti menghantam benteng baja. Aku
masih mainkan laptop, menjawab pesan yang ada
di facebook.
Yatno membuat ancang-ancang lagi menyerang
dari belakangku. Dan sama saja tubuhnya yang
melenting menendang kepalaku. Lagi-lagi seperti
menabrak benteng baja. Dan dia bergulingan,
berguling-guling menabrak-nabrak tembok
kamar.
“Ampuun Kanng…, tolong Kang aku tidak kuaaat..!” kata Yatno merintih-rintih.
Aku bangkit dan mendekatinya, lalu ku usap
dadanya.
“Bagaimana sudah rasa enakan?” tanyaku.
“Wah, khadammu besar sekali Kang.., Pelindungmu tidak bisa ku tembus, aku sampai
sakit semua.” kata Yatno.
“Ah.. aku tak punya kelebihan apa-apa..” kataku.
“Untung sampean tidak membalas pukulanku, kalau
membalas aku bisa rontok dadaku.” kata Yatno.
“Ah, ada-ada saja.., ini aku mahu mulai berangkat
kerja, kamu di kamarmu aja ya…!” kataku.
“Iya Kang, makasih atas bantuannya.” jawab
Yatno.
Masih banyak waktu. Aku jalan kaki menuju
tempat time punch card. Memasukkan kad absen dan
memasukkan pin dan cap jari. Memang pabrik
dibuat ketat dalam soal absensi sebab dulu cuma
dibuat memasukkan absen kad. Jadi banyak
orang yang titip temannya untuk team card kan. Jadi team card ditambahi cap jari. Jadi jari
orang tak bisa dipalsu orang lain. Orangnya harus
tetap datang untuk melakukan cap jari.
Habis team card, Aku biasa duduk-duduk di
depan kantin untuk sekedar ngobrol dan
mer0kok bersama teman-teman. Suasananya
sangat ramai, kerana semua orang harus team
card kecuali yang sudah kepala bagian atau enginering atau manager.
Yono menyapaku dengan senyum ramahnya, Yono
kerja di Arab Saudi sudah tujuh tahun, dia orang
Tangerang.
“Mas…, sebenarnya aku ingin main ke kamar Mas.., tapi takutnya orangnya sibuk.” katanya.
“Ah, tidak sibuk, banyak kok yang main, datang saja
ke kamar.” kataku.
“Iya, ada perlu sedikit dengan Istri dan Anakku.”
katanya.
“Main saja, nanti malam saja ku tunggu.” kataku.
“Hei Maas…” kata Umam orang dari Tulungagung.
“Hai juga Mas…” balas sapaku.
Begitulah pagi, kami saling sapa, kerana
pekerjaan masing-masing, jarang kami bisa
ketemu. Saat pagi itu saat kesempatan kami bisa
saling sapa.
Masuk ke ruang kerjaku, tak ada yang
dikerjakan, paling duduk dan mengeluarkan
r0kok, menyalakannya, lalu menyalakan internet
dan menyapa sahabat internetku.
Seorang berwarga negara Mesir masuk ke
ruanganku,
“Mas ini yang ahli lukis?” tanya lelaki Mesir itu
dengan logat Arab yang cepat.
“Iya…” jawabku singkat.
“Ada apa?” Aku balik
tanya.
“Mahu tidak nanti ke rumahku, mahu ku pinta
melukis di rumahku.” katanya.
“Hm… bagaimana ya, Aku tak biasa melukis di rumah seseorang selama di Arab ini, manager
saja yang memintaku melukis di rumahnya ku
tolak.” jelasku.
Orang Mesir itu mendekat denganku.
“Maaf Mas…, ini permintaan dari Istriku yang
mengandung tua, jadi dia minta Mas untuk
melukis di rumahku, jadi bukan kemahuanku
sendiri.” kata orang Mesir itu.
“Dari mana Istrimu kenal dan tahu diriku?” tanyaku hairan.
“Dia tahu dari mimpinya Mas, pokoknya Mas ini
saya mohon dengan sangat supaya datang ke
rumah, nanti habis kerja biar ku jemput.” kata
orang Mesir itu.
“Ya, tidak apa-apa kalau begitu.”
Jam 4 sore pulang kerja orang Mesir bernama
Musadad itu telah menjemputku. Setelah mandi, Aku berangkat ke rumahnya, naik mobilnya, ku
bawa perlengkapan cat dan kuas/brush, sampai di
rumahnya Aku diajak makan dulu, sambil
membicarakan mana yang harus ku lukis, Aku.hanya melukis pintu, setelah makan ku lukis
dengan cepat pintunya. Sebentar baru melukis
Musadad mengeluarkan minuman,
“Wah, sebentar sudah jadi bagus.” katanya di
sela aku melukis.
“Oh, ya Mas ini di Indonesia
seorang Ustaz ya?”
“Kata siapa?” tanyaku.
“Banyak kok yang membicarakan, bahkan di sini
juga banyak yang telah minta dido’akan.” kata
Musadad.
“Ah tidak juga, Aku hanya seorang murid
thariqat. Cuma mungkin guruku orang yang
banyak kelebihannya.” jelasku.
“Kekasih Allah ya gurunya, Waliyullah gitu?” tanya Musadad.
“Tak tahu juga, sebab guruku tak pernah
sekalipun mengaku sebagai wali, jadi Aku juga
tidak tahu, apalagi la ya’riful wali ilal wali, tak akan
tau wali kecuali wali.” jelasku.
“Mari Mas diminum jus nyam.” kata Musadad
mempersilahkanku minum
“Aku banyak membaca di banyak kitab, para guru
thariqat itu orang-orang yang selalu diijabah
do’anya.” kata Musadad.
“Misal seperti Syaikh
Abdul Qadir Aljailani, Syaikh Junaid AlBagdadi,
Ibrahim Alkhawas, Syaikh Abu Hasan Assadzili,
semua ulama’ besar adalah orang-orang thariqat.”
“Ya…” jawabku singkat.
“Mungkin dalam umum
orang meminta hujan dengan Sholat Istisqo’. Tetapi
orang thariqat tidak, jika meminta hujan, ya
meminta saja, sebab jiwa, raga, ruh dan hatinya
adalah do’a.” kataku.
Tiba-tiba hujan deras sekali turun.
“Wah, Mas bicara hujan, langsung hujan turun
deras, boleh saya dijadikan murid.” kata
Musadad.
“Menjadi murid thariqat itu berat, dan harus
tunduk pada guru. Bukan soal gurunya itu siapa. Tetapi kerana ilmu yang dari Nabi Muhammad SAW, yang dititipkan
kepada guru, jadi ketundukan pada guru itu
seringkali bertentangan dengan ego diri.”
“Saya siap guru, saya siap tunduk pada guru,
guru memerintahkan apapun saya siap, sebab, guru adalah pembimbing saya…” kata Musadad
serius.
“Sudah-sudah saya selesaikan lukisan. Nanti jam
enam sebelum Maghrib saya harus segera kembali
ke kamar, soalnya ada janji sama orang
Indonesia.” kataku.
“Siap guru…” kata Musadad.
Setelah jam enam, Aku diantar pulang ke barrak,
“Jika guru mahu kemana saja, saya siap
mengantar, jadi guru telefon saja saya.” kata
Musadad yang seorang enginer komputer.
“Ya, nanti kalau mahu ke kota Aku akan telefon.” kataku sambil keluar dari mobilnya Musadad.
Sampai di kamar pas Maghrib. Yatno sudah
menunggu di depan kamar.
“Ada apa lagi?” tanyaku sambil membuka pintu
kamar,
“Badan saya panas lagi Kang.” kata Yatno.
“Mari sholat Maghrib dulu, nanti habis sholat ku
buatkan air isian, untuk pagar badanmu.” kataku,
yang langsung mengambil air wudhu"
Dan kami sholat berjama’ah, selesai sholat ku
buatkan air isian untuk pagar Yatno.
“Ini di pakai mandi, jangan dihanduki, biarkan
kering, air itu pakai di guyuran terakhir, ingat
biarkan kering sendiri.” kataku.
Dan Yatno pun mandi, Aku menyalakan laptop, bagusnya kalau main internet tidak bayar, mahu mahu internet sepuasnya juga tidak masalah. Dan
Alhamdulillah kisah Sang Kyai ini semuanya ku
tulis dengan internet gratis.
Anehnya setelah Aku meninggalkan Arab Saudi
internet tak gratis lagi.
Yatno telah selesai mandi.
“Bagaimana Yatno… sudah sehatkan?” tanyaku.
“Iya, Alhamdulillah sudah rasa baik Kang, badan tak
panas lagi.”
“Ya, moga-moga tak panas lagi.” kataku.
Pintu kamar diketuk,
“Masuk tidak dikunci.” kataku.
Masuk Yono sama Muhsin. Dan seperti biasa
Muhsin membawa makanan, kali ini soto babat.
“Wah, Aku masih kenyang, tadi habis makan di
rumah Musadad orang Mesir.” kataku.
“Wah, kok ke tempat Musadad segala?” tanya
Yono.
“Iya tadi disuruh melukis.”
“Biasanya Musadad itu orangnya kikir, kok
sampai mahu bagi makan?” tanya Muhsin.
“Tidak juga, orangnya baik kok.” kataku.
“Syukur kalau sama Mas orangnya baik, ” kata
Muhsin.
Phone ku bunyi, dan ku angkat, suara Musadad.
“Ini guru ada makanan dari Istriku, guru keluar
sebentar, saya tak bisa masuk,”
Aku keluar dari barak, dan Musadad menunggu
di mobil, dan memberikan senampan makanan.
“Wah, susah-susah banget.” kataku.
“Ini permintaan Istriku guru, doakan anakku lahir
dengan selamat. Dan bisa menjadi manusia seperti guru…, soalnya ini mahu ke hospital membawa Istriku, doakan ya guru, supaya
kelahirannya lancar.”
“Insya Allah lahirnya lancar.” kataku.
Aku pun masuk ke dalam.
“Makanan dari siapa Mas?” tanya Muhsin.
“Dari Musadad, dia minta dido’akan supaya
kelahiran anaknya lancar, dan selamat.” jawabku.
“Hehehe… orang pintar di mana-mana banyak
yang bawakan makanan.” gurau Yono.
“Sudah ayo dimakan bersama-sama.” kataku.
“Wah, ini yang mana dulu?” tanya Yono.
“Yang mana sajalah, Aku cicipi soto babatnya
dulu.” kataku mengawali, dan kami ramai-ramai
makan.
Kebersamaan yang kadang sekejap itu kadang
yang paling berkesan. Dan menjadi kenangan
sederhana yang sulit dilupakan. Dan menjadi
pengikat persaudaraan tanpa ada syak wasangka.
Keikhlasan itu tidak harus difikirkan tapi dijalani
dengan apa adanya,
“Saya mahu curhat Mas…” kata Yono selesai
makan.
“Wah, di mana-mana Aku kok tempat curhatan
orang toh… heheheh…, curhat apa itu?” tanyaku.
“Soal rumah Mas.”
“Kenapa dengan rumahnya?”
“Ya, beberapa hari yang lalu, Istri pernah
mengalami hal yang aneh,”
“Hal aneh apa itu?”
“Ya, seperti melihat orang masuk rumah, tapi
setelah dicari tak ada.”
“Jam berapa?”
“Ya, sekitar habis Maghrib gitu, lha ini kok Istri,
anak saya yang kecil kalau malam menangis terus,
lalu badannya sekarang panas, sudah dibawa ke hospital. Tetapi panasnya tidak juga turun-turun.”
“Hm… Maaf, ada tetangga yang suka pakai peci
ada hiasannya, dan pernah punya masalah dengan
orang itu ya?” tanyaku
“Iya Mas, kok Mas tahu?” tanya Yono.
“Ya, pas kebetulan saja .” jawabku.
“Lalu apa hubungannya dengan orang itu?” tanya
Yono.
“Orang itu pernah menanam tulang anjing di
depan rumah, di kali kecil kering di bawah pohon
bambu.” kataku.
“Oohh, di situ, di depan rumahku memang ada pohon
bambu.” jawab Yono.
“Lalu bagaimana solusinya Mas?” tanya Yono.
“Sediakan saja air, Istri suruh sedia air di
rumah, biar saya transfer obat ke air itu. Nanti
diminumkan untuk anaknya setutup botol air mineral saja. Dan untuk minum Istrimu suruh minum satu
gelas.” kataku.
“Ya, biar saya telefon istri saya Mas.” kata Yono.
“Saya sebentar lagi mahu cuti Mas. Apa Mas tidak menitip apa-apa dari Indonesia?” tanya Muhsin.
“Ya, titip r0kok saja,” kataku.
“R0koknya apa Mas?”
“Sampoerna mild saja, biar tidak berat.”
“Baik nanti saya bawakan.” kata Muhsin.
“Oh, ya saya sudah puasa Mas, kok sering
mengalami hal aneh.” kata Muhsin.
“Hal aneh apa?” tanyaku.
“Kalau di Masjid, banyak orang yang tak ku kenal
menyalamiku.” kata Muhsin.
“Ya sudah jangan difikirkan. Anggap saja biasa,
mengalami hal apapun yang paling aneh sekalipun
anggap saja biasa. Sebab tujuan diri bukan
menemukan hal aneh atau ganjil. Tetapi tujuan diri
adalah penghambaan pada Allah dalam setiap
tarikan nafas.” jelasku.
“Iya Mas, mohon selalu dibimbing.”
Setiap kesempatan, setiap waktu berbuat baik
jika bisa, itu yang selalu ku pegang, entah apa
hasil akhirnya, yang penting kita berusaha
berbuat baik, seikhlas kita mampu ikhlas. Orang
lain entah berpendapat apa, itu urusan orang
lain, yang penting kita berusaha selalu di jalur
yang diredhhi Allah. Jika keluar jalur dan cepat-cepat kembali, selalu membiasakan diri bertaubat. Membiasakan diri selalu merasa
bersalah di hadapan Allah, kerana kenyataannya
kita itu manusia yang selalu salah, tempat salah
dan dosa. Jadi selama kita manusia pastilah
masih ketempatan salah, seperti kita kalau
mandi selama kita manusia jika mandi wajarlah
ada dakinya. Asal kita tak bosan menggosok diri. Selamanya menggosok diri, seperti besi pasti
berkarat. Asal kita tidak malas mengasah, karat
juga pasti akan hilang, dan timbul lagi, kecuali
kita sudah jadi Tuhan. Dan kita bukan Tuhan,
kita itu manusia yang selalu berusaha menjadi
manusia yang menghamba sampai akhir hayat
kita.
“Sudah Mas, sudah disediakan airnya.” kata
Yono.
“Lalu soal tulang anjing itu bagaimana Mas,
soalnya ini kata Istri yang sakit malah sampai ke
saudara-saudaraku.” cerita Yono.
“Ya, kalau itu harus dihilangkan kekuatan
hitamnya, ya nanti ku buatkan pagar batu untuk
ditanam sebagai pelawan dari kekuatan hitam
tulang anjing itu.” kataku.
“Iya makasih Mas sebelumnya.”
***
Pulang dari Sholat Juma’at, Aku ketemu Yono.
“Bagaimana Mas Yon…, anaknya sudah sehat?”
tanyaku.
“Belum Mas, lha, airnya sama mertua lelakiku tidak
boleh diminumkan ke anakku, katanya terlalu
kuat.” jawab Yono.
“Terlalu kuat bagaimana?”
“Ya Mertua lelakiku kan juga biasa dimintai
tolong orang, dia biasa mengamalkan nyepi-nyepi begitu Mas, lha, kata dia air transferan Mas itu
katanya terlalu kuat, takutnya bahaya ke si
anakku.”
“Hm… aneh, itu kan sudah ku perkirakan untuk
anak kecil. Sudah diminumkan saja, setutupnya, Ya, kalau Mertuamu memang bisa, kenapa tidak dia
yang menolong, aneh-aneh aja.”
“Maaf Mas, jadi tidak enak.”
Habis Maghrib, Yono main ke kamar,
“Ini ada r0kok Indonesia Mas.” katanya menaruh
rokok di meja.
“Kok dapat r0kok Indonesia dari mana?” tanyaku.
“Tadi ada sopir truk dari Indonesia,
pengangkut simen, dia bawa r0kok.” jelas Yono.
“Bagaimana khabar Istri dan anaknya? Sudah
sehat?” tanyaku.
“Alhamdulillah, setelah minum air yang dari Mas,
kata Istri langsung enakan, juga si kecil langsung
dibawa pulang dari hospital.” jelas Yono lagi.
“Ya syukur kalau begitu.” Kamar diketuk lagi,
“Masuk..!” kataku.
“Wah, ada Mas Yono.” kata Ramadhon, pekerja
dari NTT.
“Ada apa Dhon, tak biasanya main ke kamarku?”
tanyaku.
“Biasa Mas, seperti yang lain, mahu minta tolong.” jawab Ramadhon.
“Soal apa?”
“Soal Ibu saya Mas.”
“Kenapa Ibunya?”
“Sakit Mas.”
“Apa sakitnya, wah aku jadi malah kayak doktor,
hahahaa..”😅
“Wah, kalau doktor manapun tidak ada yang bisa mengobati dari jarak jauh..” sela Yono.
“Sakitnya di kepala Mas.”
“Pening gitu?”
“Iya.”
“Ya minum saja panadol" kataku.
“Sakitnya terus menerus Mas, sudah dibawa ke
doktor juga tetap tak sembuh.” jelas Ramadhon.
“Wah bahaya itu.”
“Bahaya bagaimana Mas?”
“Ya bahaya, apa kamu punya masalah soal tanah
di rumah, maksudku tanah rebutan keluarga
gitu?”
“Iya Mas, tanah warisan jadi rebutan.”
“Bisa kamu sekarang telefon Ibumu?” tanyaku.
“Sebentar biar ku hubungi.”
“Coba hubungi, lalu suruh duduk menghadap ke
barat, biar penyakit di kepalanya ku tarik dari
sini.”
“Apa bisa Mas ditarik dari sini.”
“Ya, bisa tidak bisanya kan belum tahu, nanti saja
dilihat perkembangannya.” kataku.
“Baik Mas saya hubungi.” kata Romadhon.
Aku menunggu Ramadhon menghubungi Ibunya,
sementara itu Aku ngobrol sama Yono.
“Wah, aneh sekali ya kelebihan Mas Ian?” tanya
Yono.
“Ah tak aneh, sebenarnya semua orang juga bisa,
asal mahu menjalankan lelakunya, Aku sendiri juga
tak memiliki kelebihan apa-apa.” jawabku.
“Apa mungkin semua orang juga bisa mempunyai
kelebihan seperti itu?”
“Semua orang bisa, syaratnya jelas Islam, mahu
menjalani lelaku, dan mau menuruti apa saja yang ditunjukkan oleh guru pembimbingnya. Sebenarnya teorinya cuma mendekatkan diri
pada Allah, lalu Alloh mengijabah do’a kita. Jadi
kalau seperti Aku sendiri, jelas tak punya
kelebihan apa saja, do’a itu kan kekuatan kita,
kerana meminta pada Allah, dan murni meminta
pada Allah, tidak lewat Jin, atau khadam, atau Malaikat sekalipun. Makanya ijabah tidk
menunggu hari atau bulan atau tahun. Tetapi bisa
seketika diijabah, tergantung kedekatan diri
pada Allah. Jadi kuncinya mendekatkan diri pada
Allah. Jika sudah dekat. Maka ijabah Allah itu
tidak terhalang, kalau berhalangan namanya
bukan Allah, Alloh itu ‘ala kulli syai’ing qodir,
sanggup melakukan apapun. Jadi tidak terhalang
mengijabah do’a kita, kok do’a kita tak
terijabah, berarti bukan Allah yang terhalang. Tetapi kitalah yang tak ikhlas, tak mahu
mendekatkan diri pada Allah.”
“Mendekatkan dirinya itu yang sulit Mas.” kata
Yono.
“Ya kan sudah ada guru yang mengarahkan, jika
diri mengikuti arahan guru, maka proses juga tak
akan lama. Proses menjadi lama itu kerana diri, masih tertawan dengan nafsu, dengan ego,
merasa diri sok mulya, merasa diri lebih dari
orang lain, punya suara merdu saja sudah gaya,
punya kegantengan sedikit sudah engkek/bongkak, punya
kekayaan sedikit sudah petentang-petenteng. Dan berbagai macam kelebihan yang akhirnya
menjadikan diri malah punya banyak kekurangan, Tidak ada manusia yang mulya, kecuali manusia
yang terpilih memang mulya, seperti Nabi
Muhammad, kalau diri merasa lebih dari orang
lain, ya susahlah diajak maju…”
“Sudah Mas, Ibu saya sudah duduk menghadap ke
barat.” Kata Romadhon.
Aku segera konsentrasi, menyatukan daya, do’a, zikir. Menyatukan ingatan pada sang pemberi
kesembuhan yaitu Allah, lalu mengirim
konsentrasi dalam satu titik, yaitu sakit di
kepala Ibunya Ramadhon. Dan meminta pada
Allah agar penyakit di kepalanya dibuang.
Setelah selesai penarikan, Aku berkata pada
Romadhon.
“Coba sekarang, kamu telefon ibumu, tanyakan
sudah enakan belum.” kataku pada Ramadhon,
Lalu Ramadhon menelpon pada Ibunya, dan
kemudian selesai.
“Sudah enakan mas katanya, katanya kayak ada
hawa diingin masuk ke kepalanya, dan ada
sesuatu yang seperti tertarik keluar.”
“Benar sudah enakan?”
“Bener Mas.”
“Ya, syukur kalau gitu., moga saja sembuh.”
kataku.
Malam sudah makin larut, ada beberapa ledakan
di luar kamar, menghantam tembok, risih juga
sering-sering mendengar ledakan, walau santet (santau) tidak mengenaiku. Tetapi kadang pas tidur ada
ledakan bikin kaget juga.
Suara ketukan pintu, pasti si Yatno, biasa pasti
dia kesakitan.
Benar dugaanku, Yatno masih memakai pakaian
kerja, dan masih penuh debu.
“Ada apa lagi Yatno?” tanyaku setelah membukakan
pintu dan membiarkannya masuk kamar,
“Aku rasanya tidak kuat Kang…!” kata Yatno
memelas.
“Sakit lagi..?” tanyaku.
“Dadaku rasanya seperti diremas-remas Kang, aku
ingin bunuh diri saja, aku ingin mati saja, aku tidak
kuat Kang…!” kata Yatno.
“Hehehe, dulu, sudah ku katakan kalau kamu
akan mengalami masalah seperti ini, kamu juga
tidak mahu percaya. Memangnya mati akan
menjadikan masalahmu selesai? Kamu akan malah
disiksa sampai hari kiamat Yatno.” kataku.
“Tapi aku tak kuat Kang, di dalam fikiranku
selamanya kok ya bayangan cewek itu melulu,”
“Ah, kamu ini cemen, cengeng,”
“Ya, tapi ini juga tidak wajar Kang.”
“Makanya kamu jangan kalah, permasalahan
sebenarnya bukan dari luar dirimu Yatno, tapi dari
dirimu sendiri.”
“Lho, kok malah sampean menyalahkan aku toh Kang.”
“Lha , kalau tidak menyalahkanmu, memangnya Aku menyalahkan kambing, ayam, bebek.” kataku
“Ya, maksudku kan aku yang dikerjai Ni Kang.”
“Ya, kamu kan tidak akan dikerjai, jika batinmu
kuat, keteguhanmu mantap, lha, kamu cengeng, sok
main cewek, Tetapi tidak tahan banting, Aku dulu
cewekku banyak tapi tidak seribut kamu.” kataku
agak jengkel.
“Ya, sudah aku mengikut sampean.” kata Yatno.
“Nah, kalau mengikut Aku, ini ku kasih zikir, ini
amalkan, kalau tidak kau amalkan, jangan salahkan
kalau kamu benar-benar jebol disantet.” kataku.
“Baik akan ku amalkan Kang.” kata Yatno.
“Jangan baik-baik, ini serius.”
“Iya Kang, tapi dibantu ya.”
“Apa Aku kelihatannya tidak membantumu? Coba
lihat siapa orang Indonesia yang perduli dengan
nasibmu?”
“Coba lihat, Aku ini bukan saudaramu, kenal juga
di Arab Saudi sini, bukan sanak, bukan kadang, bahkan
hubungan kerabat sama sekali tidak ada, mahu
membantumu, kira-kira apa yang Aku harap
darimu? Tidak ada kan? Juga Aku membantu, pada yang lain, apa aku agar tenar, terkenal?
Coba diangan-angan, apa aku pernah meminta
pada yang ku tolong? Se-real saja tak minta kan?
Kemana-mana juga Aku bayar sendiri, sebab Aku
yakin, yang Aku lakukan akan mendapat balasan
dari Allah, jadi bukan kerana harapan yang tidak
seberapa dari manusia.”
“Iya Kang, aku mengerti, kalau ku mintai bantuan
lagi mahu tak Kang?”
“Aku ada teman perempuan, yang sering dipukuli Suaminya, kerana Suaminya sering main saham. Awalnya sih kaya kerana main saham. Tetapi
belakangan malah bangkrap, dan kerana itu
malah sering memukuli dan membentak-bentak Istrinya, dibilangnya Istrinya membuat dia sial
lah.” cerita Yatno.
“Sekali ini Aku mahu membantu. Tetapi lain kali
tidak, bukan Aku tidak mahu, Tetapi Aku juga manusia
biasa Yatno, bukan seorang superman yang semua
masalah bisa ku selesaikan, kalau mahu membantu
orang lain, bantulah semampumu, misal kamu
melihat seorang Nenek-Nenek membawa sekarung
beras, lalu kamu ingin membantu, lalu kamu
menyuruhku mengangkut karung itu, la kalau, jalan sama kamu, ketemu Nenek-Nenek seratus
bawa karung beras semua, lalu semua karung
beras kamu suruh Aku mengangkat semua,
bukankah Aku akan mati ketiban karung?”
“Iya, juga yo Kang..”
“Semua orang punya problem Yatno, Aku sendiri
juga punya keluarga, Aku punya anak, dan tentu
anakku tidak mahu ku kasih makan angin. Jadi ya, Aku
membantu selama Aku bisa, Aku sendiri kan juga mengurus keluargaku. Semua orang punya problem
dan punya masalah dalam keluarganya. Dan Allah
tidak membebankan masalah di atas kesanggupan
seseorang. Jadi sudah cukup kamu mampu
menyelesaikan masalahmu. Jangan lantas kamu
mencari masalah orang lain kau timpakan
masalahnya kepadaku. Sekalipun Aku kuat, Aku
kan perlu juga menghidupi keluarga, bekerja,
sebab Aku bukan Allah. Mintalah penyelesaian
masalah pada Allah, jangan padaku.” kataku
panjang lebar.
“Lalu bagaimana temanku itu Kang…?”
“Suruh saja sedia air, nanti ku transfer ke air,
kalau lelakinya sedang marah siram saja dengan air itu, ingat jangan mencari masalah orang lain,
lalu kau timpakan padaku.”
“Iya Kang…!” jawab Yatno.
“Jangan iya-iya, jangan menjadi calo/ejen, kalau kamu
memang tidak bisa menolong orang lain. Maka tidak
usah sok-sokan bisa menolong tapi menggunakan
tangan orang lain, biar kamu dapat nama,”
“Aku tidak mencari nama Kang.”
“Ya tidak mencari nama juga, kamu menyusahkan Aku. Walaupun Aku tak mengharap apa-apa juga, Aku ini kan juga manusia wajar, perlu makan, perlu keperluan untuk hidup. Jadi Aku juga perlu menjalankan pekerjaanku sendiri. Walau Aku ikhlas. Tetapi bukan berarti kamu boleh
kemana-mana mencari orang yang perlu kamu
tolong, lalu menimpakan padaku, itu namanya
calo, Ya, kalau kamu mahu menolong orang lain,
tolong dengan kedua tangan dan kemampuanmu, Ayahmu saja kamu ajak kemana-mana, lalu kamu
suruh kalau ada orang punya hutang, Ayahmu
kamu suruh bayarin, apa Ayahmu mahu. Sekalipun Ayahmu kaya tujuh turunan, wangnya pasti habis,
Raja Arab Saudi yang kaya raya, kamu ajak ke Indonesia, lalu membagi makan seumur hidup
semua gelandangan di Indonesia, tidak akan mahu.”
“Wah, kok sampai Raja Arab Saudi segala Kang, aku kan tidak mengajak Raja Saudi.”
“Ya, namanya juga perumpamaan, Aku mahu
memperumpamakan siapa kan asal kataku saja,”
Memang kadang banyak dan sering ku temukan. Seseorang yang mengambil kesempatan, biasanya
akan menyodorkan tetangganya, Mas ini ada
tetanggaku yang sakit. Ada temanku, Ada orang Desaku. Ada teman satu kantorku, ada… ada… ya, di mana tempat juga ada. Jika satu orang yang
kenal Aku kemudian membawa 100 orang untuk Aku do’akan. Dan temanku ada seribu, bukankah Aku bisa tidak kerja, seharian berdo’a juga belum
cukup bisa menyelesaikan semua…. ck… ck… Dan
kenyataannya sampai sekarang teman-temanku
seperti itu ada. Entah untuk mencari nama untuk
pribadinya, atau entahlah.
Memang di dunia ini banyak sekali orang
berfikiran aneh, patut Kyaiku sendiri selalu
menghindar. Menyembunyikan diri, kerana
banyak orang yang memanfaatkan kelebihan yang, dimiliki, Aku malah pernah orang membawa kad undian. Minta ditiup, agar undiannya menang,
atau orang minta dido’akan agar ayam aduannya
menang. Edan, tidak berotak, memang kebanyakan
orang selalu menilai orang lain dengan porsi
akalnya. Dan nyatanya banyak orang yang
berfikiran dangkal, masak ya, minta pada Allah
hal-hal yang diharamkan. Malah ada yang minta
agar bisa menaklukan hati si cewek ini, untuk
istri kedua.
Aku sendiri sering mengalami hal itu, dimintai
seperti itu, Ya, kalau untuk kesenangan kenapa tidak usaha sendiri.
Ingin mendapatkan jabatan, menjadi anggota DPR, Ah
memang manusia yang tamak, selalu menilai
orang lain dengan dosis ketamakannya. Lalu
berusaha orang lain diberusahakan membantu
apa yang ditamakkannya akan tercapai.
***
“Mas aku kecelakaan.” suara Muhsin di handphone, dia
sedang cuti dan berada di Indonesia.
“Kecelakaan di mana, kecelakaan motor?
“Bukan, tapi kesetrum letrik.”
“Bagaimana ceritanya kok sampai kesetrum
letrik?” tanyaku.
“Aku kan bersih-bersih rumah baru, Ya, ku siram
semua pakai air, rumah yang tidak ku tempati kan
semua kabelnya dicuri orang. Jadi minta izin PLN
letriknya mengambil langsung dari lonceng, untuk
sementara, terus kabel semua yang pasang
pamanku, kok pasang kabel sanyo pasangannya
kebalik, yang ada setrumnya kok choknya yang
lelakinya.”
“Maksudnya yang lelakinya?”
“Ya, itu yang ada chok-nya, yang kabel tak ada
coknya malah tidak ada letriknya, pas aku
cabut jeknya, langsung tanganku kesetrum. Apalagi di bawahku penuh air menggenang kerana
di tengah dapur, aku kibas-kibaskan kabelnya
nempel di tanganku, aku terbanting di lantai
yang penuh air, montang manting tidak karuan,
lalu aku ingat Mas, aku ingat Mas pernah bilang. Jika mengalami apapun yang berbahaya, atau
membahayakan diri, maka upayakan ingat Allah,
dan minta pertolongan padanya, lalu aku ingat saja pada Allah, aku membaca takbir sekuatnya,
dan aku pingsan, tapi kok aneh, aku sadar sudah
menggeletak di tempat yang kering, tapi
tubuhku penuh luka. Dan di tanganku ada bekas
menancap lubang bekas chok-an, ini aku lagi di hospital.” cerita Muhsin.
“Syukur kalau masih selamat.” hiburku.
“Aku di do’akan Ya Mas, biar lekas sembuh, dan
biar bisa selekasnya kembali ke Arab Saudi.” kata
Muhsin.
“Iya, Insya Allah, semoga Allah
memberi kesembuhan". [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
No comments
Post a Comment