KISAH SUFI, SANG KYAI [38]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [38]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [38]

  • Pada siri ke-37  Sewaktu Sang Kyai berada di Negara Arab Saudi menemui pelbagai perkara yang aneh dan melucukan pada rakan-rakan sekerja. Diantaranya, ada para pekerja Indonesia yang menelpon rakannya dengan mengubah dan berlakon seperti suara perempuan.

  • " Besoknya yang dikerjai orang lain lagi. Bernama Pak Bunawi, Pak Widji dan Pak Bunawi itu juga orang tua yang sudah ubanan, lha, yang menghairanku kok bicara yang sayang-sayangan. Anehnya lagi, nanti setelah telefon pada ke tempatku. Dan cerita sama Safi kalau habis telefon-telefon'an sama cewek. Dan sayang-sayangan, seperti anak baru remaja saja. Tidak tahunya kalau yang barusan telefon orang yang sekarang diajak bicara. Ahh, benar-benar sudah edan semua, gara-gara pada kesepian ".

  • " Aku tinggal saja mereka semua, untuk melepas raga-sukma. Melanglang-buana pergi ke Cirebon ke Daerahnya Mas Mabrur ".

FORTUNA MEDIA - Sebagian orang ingin membunuh sepi, dengan tikaman paling sederhana, lalu sepi mati dan tak pernah datang lagi selama hidupnya. Tetapi sebagian pejalan pencari hakikat selalu mencari sepi seperti mencari anak yang hilang, yang sangat dikasihi, yang bisa mencerai beraikan hati, sekaligus juga manautkannya. Sebab hanya dengan kehilangan yang fana hati bisa menemukan yang kekal.

Sukmaku segera membumbung, melesat melintasi gunung batu dan malam yang membeku, laut yang mencair, dan perahu yang mencari harapan. Setiap nafas itu adalah perjuangan, atau keterbuangan hembusan tanpa makna, tanpa aksara, sampai juga di satu pemakaman (perkuburan) awam, dan satu makam dikeramatkan. Dan orang mencari serpihan harapan yang mungkin ditinggalkan orang yang telah mati atau ditindih tipuan salah satu tipu daya dari sekian banyak tipu daya syaitan yang telah dirancang sedemikian, 
rupa untuk menyesatkan manusia pada puncak ketersesatan.

Aku juga tak tahu kenapa Aku tertarik ke arah yang tak ku mengerti, lalu Aku melesat lagi sampai ke Masjid Tua, yang lantainya dari papan kayu, yang sudah halus di-elus kaki-kaki yang mengurai harapan, dari sisi yang diyakini kebenarannya, ku lihat orang ramai sholat. Aku sekalian mengambil wudhu' dan ikut barisan jama’ah, sekalian sholat Isya’ yang belum ku tunaikan.

Tak ada seorangpun yang melihatku. Selesai sholat, Aku mengkonsentrasikan tujuanku. Tetapi Aku malah terseret ke arah air terjun kecil, lalu baru melesat lagi dan berhenti di dekat pohon sawo (pohon ciku) tua, ku lihat Jin lebih tinggi dari pohon sawo tua. Mungkin tingginya ada sepuluh meter lebih, Aku mengitarinya dengan melayang di udara.

Ku lihat tubuhnya biru tua, bukan hijau, tapi biru ke arah ungu, matanya merah menyala, tak ada taring, tapi lengannya sebesar pohon kelapa, Aku yakin perwujudannya seperti itu kerana sifat yang dimilikinya, bibirnya basah oleh darah, 
entah darah siapa. Tiba-tiba tangannya mengibas menyerangku, Aku menghindar, dan berkali-kali Aku diserang, Aku berkelit seperti burung sri-gunting, meliuk di antara ketiaknya yang bau bangkai. Dan membuatku merasa mual mahu muntah.  Aku mencoba mengitarinya dengan ikatan ghaib tidak terlihat yang ku bangun dengan lafaz Ba’, seperti jaring laba-laba, berulang kali ku kitari tubuhnya, dan setelah dengan susah payah ku ringkus, Aku menyeretnya, ku seret sepanjang perjalanan, dia menyumpah-nyumpah dengan bahasa Etnik Sunda yang tak ku mengerti, ku seret terus sampai di pinggir air terjun. Dan ku ikat kuat-kuat di akar-akar pohon yang menjuntai. Lalu ku pukul telak dengan petir yang ku bayangkan tercipta dari takbir, dia pun pingsan. Lalu, Aku pun melesat pergi lagi. Setengah jam ku tempuh perjalanan jauh, dan sampai di tubuhku, kamar telah sepi, Safi telah tertidur sambil mengigau-ngigau, Aku pejamkan mata, mengucap syukur, Allah Ta'ala telah mempermudah dan memberi izin tugasku. Dan Aku berangkat tidur, setelah ku lihat jam di meja menunjukkan jam dua dini hari.

Jika segala masalah selesai semudah pembuat roti mencampur tepung membuat adonan roti. Dan semangat kerana hasil akhir yang diharap kenikmatan merasakan setiap gigitan. Walau nafsu itu se-sepele makanan melintasi lidah dan semua telah tak bisa dibezakan jika telah dikeluarkan. Nilai nafsu sebenarnya tidak sebernilai ketika dibanding perjuangan memuaskan kepuasannya. Perjuangan yang meneteskan setiap keringat dari pori-pori, dan dinikmati lebih cepat dari kerdipan mata. Dan selalu rasa bosan itu meraja. Sekalipun seorang lelaki jatuh bangun memperjuangkan gadis yang siang malam dimimpikan, Tidak akan lama juga akan bosan jika telah diraihnya. Dan jika hal itu tidak juga disadari. Maka manusia hanya mengulang-ulangi kisah yang sama di waktu dan kondisi yang berbeda.


Toni masuk kamarku dengan wajah yang tak bersemangat seperti biasanya, bahkan ku candai dia tak tertawa.


“Kenapa, kok murung amat..?”  tanyaku datar, sambil memainkan game Bubblet. Arif, Ibnu, Heri, Fathur, menyusul masuk, semua pada tertawa ngakak.😁

“Ada apa kok pada ketawa?” 
tanyaku hairan.

 “Ini Mas si Toni sudah dapat photo dari perempuan yang diajak 
telefon-telefonan.” jelas Arif.

“Benar Ton? Coba sini Aku lihat…!”  kataku.

“Sudah ku hapus.”  jawab Toni.

“Hahahahah 😂… jelek banget Mas..” sela Ibnu.

“Lebih jelek dari Kunti, ampun deh, tua, monyong, hitam, aku malah jadi merinding melihatnya, hahahaha…”😂  canda Arif.

 “Ah yang benar, apa separah itu…? Coba mana Ton…”  Toni mengulurkan handphone lipatnya, lalu ku buka.  “Di mana kamu menyimpannya?”  tanyaku.

“Ya, masih di inbox SMS.”  jawab Toni.

Ku buka inbox dan memang perempuannya jelek banget, sudah hitam, gemuk, mulutnya kayak Oma, rambutnya dilepas memang kelihatan seram.

 “Ya kan ada baiknya Ton, kamu tahu sebelum terlambat, setidaknya kamu kan tidak sayang-sayangan setiap malam. Sudah habis pulsa (data) banyak, Eee, tahunya perempuannya kayak gitu, Emakmu saja tidak bakal redha kamu kawin sama orang kayak gitu.”  jelasku.

 “Diikat di bawah ranjang untuk menakutkan tikus Mas…”
  canda Ibnu.

“Ah, itu pasti bukan photo asli.”  bantah Toni.

Semua terdiam, memang bisa jadi bukan photo asli.

 “Ya, untuk membuktikan kan mudah, misal itu photo orang lain,”  kataku.

“Caranya bagaimana?”  tanya Toni.

 “Ya bilang ke perempuan itu, kalau itu bukan photo asli, lalu minta photo baru, photo yang setengah t3lanjang, atau t3lanjang sekalian. Jika, 
itu yang di photo orang lain, apa mungkin mahu diminta photo t3lanjang?”

 “Terus kalau dia tak mahu?” tanya Toni.

“Ah, mudah itu Aku yang atur, dia pasti mahu, Ya maksudku, biar jelas sekalian, daripada wang kamu habis untuk hal yang tidak karuan juntrungnya, 
telefon -telefon sama cewek melulu, Aku dengar saja telinga rasanya gatal…”

 “Lalu caranya bagaimana?”  tanya Toni.

“Sekarang kamu 
telefon saja, minta photo yang baru, untuk membuktikan photo itu asli. Maka kamu minta photo yang setengah t3lanjang, atau yang t3lanjang.” jelasku.

 “Kalau dia tak mahu?” tanya Toni.

 “Ya langsung saja tutup handphonenya…, nanti kalau dia 
telefon  lagi biar Aku yang jawab.” jelasku. Sudah ku jamin dia mahu mengirim photo yang t3lanjang. Memang Aku kalau lagi mengacau, lebih ngacau dari siapa saja.

Toni menelfon, dan pasti jawabannya perempuannya marah-marah, dan tak mahu  memberi photo t3lanjang. Toni menjawab akan memutuskan hubungan. Handphone ditutup sama Toni.

Aku kasihan sama Toni, dia sudah 4 tahun di Arab Saudi, dia kerja di Arab Saudi kerana Ibunya bekerja jadi pembantu di rumah manajer pabrik simen. Makanya dia walau umurnya di bawah duapuluh tapi bisa bekerja di pabrik simen. Tetapi gara-gara 
telefonan sama TKW (Tenaga Kerja Wanita), gaji bulanannya ludes (habis), Bukan masalah membeli pulsa (data), tapi TKW yang selalu mengajak telefon selalu minta dikirimi pulsa, kalau tidak mengirim akan diputuskan, Ya anak muda seumuran Toni, Ya, jelas susah melepaskan kesenangan walau cuma mendengar suara cewek yang mendesah-desah.

Sebab kadangkala orang yang kesepian cenderung dibisiki syaitan sampai mempunyai kelainan khayalan. Dari mendengar desahan saja bisa membangkitkan birahi, Ya, ujung-ujungnya melakukan on4ni yang merusak badan dan fikiran, Sekalipun Aku tidak bisa menghentikan kebiasaan buruk orang-orang itu, setidaknya Aku berusaha. Bahkan dari usaha yang buruk sekalipun. Jika tidak tercatat sebagai amal baikku di sisi Allah Ta'ala Tidak apa-apa, asal teman, temanku bisa utuh wangnya, bisa mengirimkan kepada orang yang lebih berhak, yaitu Istri dan anak atau keluarga mereka. Bukan diberikan kepada orang yang bicara di handphone yang ah-uh tidak karuan.

Lama juga kami menunggu handphone Toni bunyi lagi, tak juga bunyi. Safi masuk, sambil 
telefon  dengan suara perempuan, semua tertawa.

 “Safi… sudah kasihan, jangan seperti itu, matikan handphone nya.”  kataku. Safi segera mematikan handphone nya.

 “Coba panggil Pak Bunawi ke sini…” kataku pada Arif. Yang segera beranjak ke kamar Pak Bunawi. Sebentar kemudian Pak Bunawi muncul disertai Arif.

 “Pak Bun… Pak Bun suka 
telefon-telefonan  sama cewek ya?”  tanyaku pada orang tua berumur 55 tahun itu.

 “Ah, tidak juga…”  jawab Pak Bun

“Heey Pak Bun, cewek yang Pak Bun telpon, dan Pak Bun kirimi pulsa itu bukan cewek beneran.”   kataku.

 “Tidak kok itu cewek, kami malah mahu bertemu kalau aku cuti nanti, kami mahu ketemuan di Indonesia.”  jawab pak Bun.

“Wah, bisa pedang ketemu pedang, begini Pak Bun, yang Pak Bun 
telefon itu sebenarnya Safi.”   jelasku.

 “Lhoh, kok bisa nombor cewek itu ada di Safi?”  tanya Pak Bun tak mengerti.

“Bukan nombornya ada di Safi, tapi itu ya Safi itu…” jelasku.

 “Coba Safi, kamu 
telefon Pak Bun biar Aku tak banyak menjelaskan.” Safi pun menelfon Pak Bun, dan handphone Pak Bun pun bunyi tanda ada telefon masuk, lalu diangkat oleh Pak Bun, dan Safi bicara dengan suara perempuan, Pak Bun gemetar.

“Bagaimana pak Bun? Sudah percaya dengan ucapanku? Sudahlah kembali ke tujuan awal, ke Arab Saudi itu untuk menca18pxri wang, bukan untuk menghabiskan wang untuk mengisi kesepian, Ya, kalau sudah jauh-jauh ke Arab Saudi. Tetapi malah pulang tidak bawa wang, hanya habis untuk telefon-telefonan, mending pulang, kerja kumpul keluarga, biar pendapatan sedikit asal berkah. Daripada sudah jauh Anak-Istri. Tetapi malah hati tak tenang, namanya tak kuat cobaan dan ujian.”  kataku dengan halus menjelaskan.

Pak Bun salah tingkah, Ya, tidak apa-apa daripada terlanjur kemana-mana, Aku harus menjelaskan kebenaran. Semoga nantinya dijadikan pelajaran. Walau Aku sendiri tak berharap banyak, sebab kebanyakan manusia selalu kalah oleh nafsunya.

Hanya orang yang selalu sadar, dan ingat akan selamat, "eleng lan waspodo". Sebab tipuan nafsu itu memang sulit dilawan. Nafsu itu seperti duri dalam daging ikan, Jika tanpa duri, nyatanya ikan itu perlu duri. Tetapi jika memakai duri maka ikan akan sulit jika mahu dimakan.

Seperti tulang di tubuh manusia, jika tanpa tulang. Jelas manusia itu akan lemah seperti plembungan kempes. Jadi memerlukan tulang. Tetapi kerana ada tulang maka manusia jadi patah tulang dan kalau dipukul jadi benjut (benjol),

Nyatanya manusia itu memerlukan nafsu, agar punya semangat hidup, mengejar bayangan yang ingin diraih. Tetapi juga kerana nafsu manusia punya sifat pembvnuh dan suka menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang diharapkannya.

Suara handphone Toni bunyi, dan dilihat ternyata ceweknya itu yang 
telefon, namanya sih keren, Cintia, Aku angkat telefon.

“Halo Mas Toni…” suaranya mendayu-dayu kayak ayunan.

 “Maaf Mbak ini siapa?” tanyaku.

 “Mas Toninya ada?”

 “Ada Mbak, ini lagi dipegangi teman-temannya.”   jawabku asal sambil memberi isyarat jari agar yang lain jangan ribut.

“Memangnya kenapa?”
tanya dari Cintia

“Tidak tahu Mbak, tadi mengamuk-ngamuk, pelernya (k3maluannya) sendiri dipukul-pukul pakai batu bata, sampai setengah hancur.”  jawabku ngawur.

“Ini juga dipegangi berusaha berontak, mahunya katanya menghancurkan pelernya sendiri, tadi sih bilangnya sedikit-sedikit katanya biar tidak dimiliki, 
perempuan, tidak tahu maksudnya apa, kasihan juga, dia jerit-jerit…”  ku kasih isyarat pada yang lain agar membantu membuat suara gaduh.

 “Pegangi tangannya, jangan sampai menarik pelernya lagi.”  kata Arif.

 “Kakinya-kakinya jangan dilepas…” kata Safi.

 “Darahnya itu jangan menitis di kasur.” kata Ibnu.

 “Aduuuh, lepas… lepas… biar aku mati saja.” 
kata Toni. Suasana jadi ramai, ada yang menggebrak meja, ribut amat, macam menangani orang gila yang lepas.

 “Percuma aku hidup..”
kata Toni.

 “Awas dia mau gigit lidahnya, ganjal giginya dengan sepatu.” 
kataku menambahi.

 “Mas…! Maass.. ada apa sebenarnya?” kata Cintia panik.

 “Ya, tidak tahu tadi habis 
telefon kok jadi kayak orang kerasukan, apa tadi telefon minta apa ke ceweknya tidak dikasih. Jadinya setengah edan gini…. ambil tambang (tali) ikat di pohon..”  kataku.seakan mengalami hal yang sebenarnya. Di selingi teriakan semua temanku ramai. Padahal kami lagi nongkrong santai di dalam kamar.

“Iya… iya Mas bilang aku mahu mengasih apa yang dia minta, jangan menyiksa diri.”  kata Cintia panik.

“Mahu mengasih apa Mbak?” 
tanyaku pura-pura tak tahu.

“Sudah pokoknya bilang sebentar lagi ku kirim..” jawab Cintia.

 “Oh iya Mbak akan ku kasih tahu, hey, Ton… sudah jangan ngamuk, Mbak ini mahu kasih apa yang kamu minta…. hee, jangan biarkan Toni pegang bata itu… ambilkan obat merah.”  kataku. Dan handphone Cintia dimatikan.

Sungguh sandiwara yang aneh… memang sesuatu yang serba bayangan harus menyelesaikannya dengan bayangan.

Sepuluh menit kemudian ada kiriman MMS masuk di handphone Toni, dan tetap photo wanita itu yang terkirim dalam keadaan t3lanjang.

“Nah sekarang bagaimana Ton, apa mahu dilanjut, kamu kirim pulsa ke cewek itu, atau mahu kamu 
nikahi atau bagaimana, sekarang sudah ku tunjukkan kenyataan.”  kataku mengingatkan.

 “Rasanya masih tak percaya kalau dia sejelek itu, padahal suaranya merdu habis.”  kata Toni lemah,

 “Dunia itu tak sesederhana itu Ton, dalam agama saja seorang lelaki tak harus asal cantik saja mencari pendamping hidup, Nabi SAW mengajarkan, kalau mencari pendamping hidup yang bernasab, nasabnya baik, bukan anak zina yang tidak jelas bapaknya. Juga kalau bisa yang kaya, kalau bisa yang cantik. Dan kalau bisa yang sempurna agamanya. Kalau cantik terus ditinggal sebentar sudah dibawa kabur lelaki lain kan juga makan hati. Jadi cari yang jelas jangan yang cuma lewat handphone, habiskan wangmu, kan wang kamu bisa dibelikan sawah. Nanti pulang dari Arab Saudi bisa digarap sawahnya atau digarapkan orang lain, atau dibelikan sapi atau kambing, disuruh orang merawatnya, nanti kan bisa dijual. Daripada kamu kasihkan wang kamu kepada orang yang tak jelas gitu… Apa kamu mahu di Arab Saudi sampai tua?”

 “Iya Mas…, memang aku sudah habis banyak",


“Iya kamu mengirimi dia pulsa tiap hari, dia jual pulsa itu pada temannya di sana, insaf, mending nanti pulang cuti, nikah sekalian.”  kataku.

“Iya terima kasih Mas…, mungkin kalau Mas tidak mengarahkan, aku akan makin habis-habisan.” kata Toni.

Pabrik simen punya tiga cabang tempat, yang dua di daerah Bissa, dan Tahamah. Dan ketiga pabrik itu penulis kaligrafinya cuma Aku. Jadi satu saat bisa saja Aku dikirim ke Bissa atau ke Tahamah. Di Bissa menurut teman-temanku Daerahnya dingin. Jadi biasanya yang pulang dari sana bibir akan pecah-pecah. Dan kulit ari pada terkelupas, kerana hawa dingin dan matahari terik. Jadi orang kayak kena penyakit panas dalam.

Sedang di Tahamah adalah pabrik baru yang baru dibangun, juga baru selesai. Jadi amat memerlukan banyak tulisan kaligrafi, entah untuk pintu kantor, nama-nama manager dan nama vila, sampai papan rambu jalan. Sepertinya dalam waktu dekat Aku akan dikirim ke Tahamah. Teman sepenerbanganku sudah  
dikirim ke Tahamah. Namanya juga pabrik baru, jadi segala fasiliti belum selengkap pabrik lama, Aku akan sering dikirim untuk mengerjakan pekerjaan kaligrafi, dengan sistem kirim dan balik lagi, tidak seperti yang lain tinggal menetap. Memang resiko pekerjaan, kerjaan ringan tapi wira-wiri. 

***
Muhsin datang ke kamar, sambil menenteng tas/beg  kresek.

“Ini Mas ada titipan dari Mabrur, dia tadi siang main ke tempatku, dan mengucapkan terima kasih kerana masalahnya sudah beres.”
kata Muhsin.

 “Oo ya syukur kalau begitu.”

 “Saya juga mahu mulai puasa Mas.”


 “Ya bagus, puasa itu untuk tempat lahan ilmu, puasa itu untuk membersihkan tanah hati. Jika mahu ditanami ilmu, maka puasa, seperti tanah mahu ditanami padi maka dibersihkan dari rumput dan batu, juga dicangkul, agar didapat kesuburan yang didapat, biji-biji fadhilah dari Allah akan 
tumbuh dengan subur, lalu disiram, dipupuk dan diistiqomahi dengan zikir, bila mulai puasa?”   tanyaku kemudian.

 “Sebaiknya bila Mas?”
tanya Muhsin.

“Kapan saja tak masalah, ingat ikhlaskan dalam menjalankan, jangan punya pamrih apa-apa. Jangan punya keinginan ingin bisa sesuatu, laksanakan zikir kerana memenuhi perintah Allah, 'Wadzkurullaha katsira', Ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, banyak menurut Allah tak terbilang menurut manusia. Di akhirat saja sehari sama dengan lima ratus tahun di dunia, dan jangan mengeluh waktu zikir, jangan membuat kalkulasi (pengiraan/hitungan), zikir segini selesai segini jam, sebab dalam zikir itu tak bisa dikalkulasi, hitungan penetapan itu hanya agar seseorang itu istiqomah. Walau di dalamnya menyimpan banyak rahasia. Tetapi jangan mengkalkulasi zikir dengan hitungan jam dan ketetapan waktu. Sebab Allah Subhanahu Wa Ta'ala sendiri membuat penekanan, 'Wayarzuqhu min khaisu la yakhtasib', Allah memberi rezeqi dalam maksud umum, sebab rezeqi itu bukan cuma harta. Tetapi juga waktu, kesempatan dan berbagai macam, itu dengan arah yang tidak dapat 
diprediksi, dihitung, dihisab. Makanya ada istilah to’yul wakti, atau melipat waktu, seperi Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang Mi’raj ke langit tujuh sampai Sidrotul Muntaha. Hanya memerlukan waktu satu malam, kalau di perhitungan dengan ilmu paling canggih di zaman ini. Mungkin langit satu saja perlu waktu jutaan tahun perjalanan kecepatan cahaya baru sampai. Cahaya matahari yang sampai ke bumi bukan cahaya yang di hari ini. Tetapi cahaya yang ribuan tahun silam. Makanya kalau sudah unsur Allah Azza Wa Jalla, Maka tidak bisa dihitung dengan perhitungan manusia, sebab Allah itu menjadikan yang mustahil di pemikiran manusia menjadi sesuatu yang nyata, kalau diri masih eyel-eyelan dengan kekuatan akal sendiri. Maka tidak akan keluar dari kemusykilan, sebab masih menyandarkan pada kekuatan akal sendiri. Jika mendekatkan diri pada Allah harus mahu menutup indra, dan biarkan Allah memberikan Nur Makrifat kefahaman pada hati, dan menjauhkan diri penyandaran pada akal,”  kataku panjang lebar.

 “Iya… InsyaAllah Mas, mohon bimbingannya.”
kata Muhsin. 


“Jika menemui hal aneh, misal mimpi ditemui oleh orang berjubah putih. Ingat jangan mudah tertipu oleh rupa-rupa syaitan, orang Arab juga semua berpakaian putih, lalu mimpi ketemu orang berpakaian putih misal kamu kemudian sampai disuruh ini, diperintah itu, Maka kamu menurut, berarti kamu telah disesatkan.”  kataku.

“Lho kok bisa Mas, misal aku disuruh membaca Al-qur’an, apa aku juga disesatkan, kan itu membaca qur’an.” kata Muhsin.

 “Iya itu disesatkan, kamu sendiri tahu kan, orang ibadah itu bagaimana, niat solat itu bagaimana, niat puasa itu bagaimana? Kan ujungnya lillahi ta’ala, kerana Allah Ta’ala, lha, kok kemudian kamu menjalankan bacaan Al-Qur’an kerana diperintah oleh orang yang kamu temui di dalam mimpi yang berjubah putih. Bukankah kamu membaca Al-Qur’an berarti kerana perintah orang dalam mimpi itu, bukan menuruti perintah Allah, faham tidak..”

 “Oo ya…ya.. baru aku berfikir kesana…”


 “Ingat namanya ikhlas dalam Thareqat itu, tak menganggap ibadah yang kita jalankan itu perbuatan kita sendiri. Trtapi itu adalah perbuatan 
Allah, sebab semua tubuh, jiwa, ruh, hati dan sampai kita bisa bergerak dan melakukan ibadah dengan cara dan ilmunya, itu tidak ada lain atas izin, kesempatan dan kekuatan Allah yang diberikan pada kita, sehingga tubuh mati kita bisa hidup dan bergerak melakukan ibadah. Maka ibadah itu secara hakikinya bukan perbuatan kita, kerana bukan perbuatan kita. Maka tidak selayaknya kita mengharap balasan, Nah baru amal itu bernilai, dan patut mendapat balasan yang setimpal.”

“Jika wirid, upayakan hati zikir, zikir itu ingat dan zikir itu hanya Allah dan nama-namanya, wadzkurullah, ala bidzikrillahi. Jadi semua berhubungan dengan Allah, dan zikir itu di hati secara umumnya, dan di latifah-latifah secara penempatannya, cukup ketika wirid itu hati menuliskan lafaz Allah. Dan memegangnya dan menahannya dalam dada. Sampai dada itu terasa pecah dan mengalirkan cahaya Ilahiyah, serasa dingin seperti aliran air dari frezer, mengaliri seluruh urat, Dan menenangkan, menunjukkan hati telah mulai subur. Setiap waktu cahaya makrifat itu menyinari hati. Tetapi jika hati penuh oleh keinginan nafsu. Maka cahaya makrifat itu 
 berlalu tanpa efek sama sekali. Seperti kita bercermin di kaca, sementara kaca tertutup berbagai macam barang. Itu seperti ketika cahaya makrifat melintas di hati dan hati tertutup berbagai keinginan nafsu. Maka ada ilham yang sampai di hati tak terbaca.”  kataku

“Hm… iya Mas.".  
 [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

No comments