KISAH SUFI, SANG KYAI [34]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [34]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [34]

  • Pada siri ke-33 Dikisahkan, dalam pengembaraan perjalanan hidup Sang Kyai yang kini telah bekerja di Arab Saudi. Masih akan bertemu dengan pelbagai ragam kehidupan manusia. 
  • "Pulang dari kamar  Mas Sarno, Sang Kyai mampir ke kamar-kamar orang-orang yang sudah lebih dulu tinggal di Arab Saudi. Rupanya kebanyakan mereka adalah orang-orang tetangga Desaku. Sehingga kami lebih mudah akrab, kerana sama-sama merasa senasib di Negeri orang". 
FORTUNA MEDIA - “Oohh, Mas ini yang katanya Adiknya Pak Abdullah?” tanya orang yang bernama Muhsin.

Dia dudah bekerja di Arab Saudi sudah hampir 16 tahun. “Iya Mas…” jawabku.

Di dalam kamar banyak pekerja lain yang berangkatnya lebih dahulu dariku sedang lagi berkumpul.

“Kata teman-teman Mas ini banyak punya kelebihan.”
kata Muhsin lagi.

 “Kelebihan? Kelebihan hutang kali, lya telingaku juga dua, tangan dua, punya kelebihan apa?”  kataku hairan.

“Kamarnya sebelah mana mas?”  tanya Muhsin.

“Aku di Blok D 1-1,”  jawabku,

 “Kalau tidak salah.”

 “Nanti saya main ke sana boleh ya Mas…”
  kata Muhsin.

 “Boleh, silahkan saja.” 

   Be Smart, Read More ;
The Story of The Prophet Muhammad SAW

 Muhsin main ke kamarku.

Anu Mas kalau boleh mahu tanya.” kata Muhsin.

 “Tanya apa Mas?”  tanyaku balik,


“Tanya soal Istri saya di Indonesia.”

 “Wah, mending jangan, saya tidak enak mencampuri urusan rumah tangga orang lain.”


“Tolong dilihatin Istri saya bisa kan Mas?”

“Lha, sekarang phone pakai 3G kan bisa video call??”


“Ya, maksudku biar tahu keadaannya di rumah gitu.”  kata Muhsin.

 “Kadang tak tahu keadaan Istri itu lebih baik, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta'ala. Meminta Allah menjaga Istri, itu lebih baik, dan Allah itu sebaik-baiknya penjaga.”

 “Soalnya saya pernah mendengar khabar kurang enak soal Istri.”

 “Itu tidak usah diperduli, ada orang ingin mengganggu rumah tangga orang di kala si lelaki tak di rumah itu wajar, lha, yang Suaminya ada di rumah saja kadang Istrinya digoda. Apalagi Suami tak ada di rumah, hal seperti itu biasa, menunjukkan syaitan berupa manusia itu ada di mana-mana.” 


“Iya… iya Mas, penjagaan Allah memang melebihi penjagaan siapa saja.”  jawab Muhsin.

“Nah, begitu baru benar.”

“Iya mas, terima kasih atas sarannya, kalau saya sering main ke sini, boleh kan Mas?”


 “Boleh silahkan saja.”
Lalu Muhsin minta diri.

Hari-hari pertama di Arab Saudi, sibuk mengurus surat-surat, wira-wiri ke accounting, mengurus ATM dan KTP/I,C atau Aqomah, tanda diri mukim, dan urusannya yang membuat sibuk itu bukan masalah sulitnya tapi masalah orang Arab Saudi yang malas. Misalnya, mengurus kad ATM ke bank, sudah diserahkan data, besoknya disuruh kembali lagi, kadang kesiangan sedikit maka ditolak. Padahal jaraknya kan jauh, naik taksi, taksinya juga tak ada, menunggu taksinya di bawah panas terik, Ya,  belum apa-apa memang kerja sudah tersiksa.

Di Arab Saudi itu kerja mungkin 10 kali lipat beratnya kerja di Indonesia. Walau dalam bentuk pekerjaan yang sama bentuknya, lya belum kerja sudah keringatan, Apalagi kalau sudah kerja, 
baju bisa basah kayak dicelup ke air lalu diangkat dan dipakai, keringat/peluh mengucur seperti pancuran. Dan tentu saja kalau tidak banyak-banyak minum, Maka dijamin dehidrasi. Badan lemah, kerana kehabisan cecairan. Nyatanya banyak orang tetap mahu jadi TKI. Sebenarnya bukan masalah kerja di Arab Saudi enak. Tetapi nilai rupiah itu, lagi tingginya nilai Riyal mata wang Arab Saudi. Jadi walau digaji rendah. Tetapi kalau ditukar dengan mata wang Indonesia masih banyak bentuk wangnya jika dipakai di Indonesia.

Jika berurusan dengan orang Arab Saudi, apalagi soal pengurusan surat, ku jamin akan gondok/trauma, suntuk. Apalagi sifat orang Arab Saudi yang kebanyakan suka meremehkan orang lain. Padahal kalau menurutku orang yang meremehkan orang lain akan nantinya diremehkan. Mingkin saja Aku ini yang lagi apes/sial, tiap ketemu orang Arab Saudi kebanyakan kok ya ketemu yang jarang-jarang mandi, jarang sikat gigi. Sampai giginya menghitam, kalau tersenyum seperti orang yang kebanyakan makan tembakau.


Badan penat habis mengurus Kad ATM, tes kesehatan, tes darah, memberi data di klinik dan hospital, photo untuk KTP/Kad Pengenalan. Masuk ruang kerja, ee.. Ada yang marah-marah. Orang Pakistan bernama Kumar datang ke tempat kerjaku, Aku sih tidak mengerti bahasanya, kalau pernah nonton film India, Ya, seperti itu bicaranya, tangannya ke sana-sini, lehernya geleng-geleng tak mahu berhenti, Kumar bicara,  kalau melihat wajahnya dan sinar matanya juga bicaranya yang pakai gebrak meja, Aku yakin dia lagi marah. Tetapi Aku hairan juga, kenapa dia bisa marah denganku, sayang Aku tak tahu dengan bahasanya, apa dia salah orang ya? Atau mungkin Aku dikira orang yang punya hutang sama dia?

 Mungkin lebih baik kalau bicara dengan bahasa India dia diterjemahkan dengan gambar, misal kalau Aku mencuri kucingnya, digambar orang membawa kabur kucing, bukankah lebih mudah difahami. Untung Sarno masuk ke ruanganku, kerana mendengar ribut-ribut.

 “Ada apa Mas?”  tanya Sarno yang masuk disertai orang India yang bekerja dengannya


“Tidak tahu Mas Sarno, lha, ini orang masuk-masuk ke ruanganku, langsung marah-marah, tak tahu ini orang kesambet di mana.”  jelasku.

Lalu orang India yang masuk dengan Sarno menanyakan masalah kenapa Kumar marah, kemudian diterjemahkan ke bahasa Arab pada Sarno, dan Sarno mengucapkan dalam bahasa Jawa kepadaku. Jadi bicara dalam tiga bahasa.

 “Orang ini, Kumar marah kerana Mas kerja di sini, Ini kan ruangan kerja Ayahnya, sekarang sedang dikirim ke pabrik baru, dan kerana Mas kerja di sini maka nantinya Ayahnya Kumar akan dipecat, Makanya dia marah-marah, kerana, Mas membuat Ayahnya Kumar dipecat.” jelas Sarno.

Lalu ku jawab yang jawabanku diterjemahkan Sarno dalam bahasa Arab kepada orang India yang bernama Jabir lalu diterjemahkan dalam bahasa India kepada Kumar. Jadi proses 1-2 kata saja bicara jadi lama dan berbelit-belit.

 “Bilang Mas, Aku kerja di sini tak kenal dengan bapaknya, apalagi satu sekolah, Aku kan orang baru, penempatan kerja juga tergantung 
managernya, soal bapak dia dipecat atau bukan itu bukan urusanku, tapi urusan manager.”

“Dia tak perduli, pokoknya Mas Iyan ini menurutnya sebagai penyebab dipecatnya bapaknya.” terjemah Sarno.

 “Ooo berarti dia mengajak ribut..?” tanyaku.

 “Pokoknya Mas tidak boleh bertempat di ruang kerja bapaknya, kalau perlu pulang lagi ke Indonesia.”  terjemah Sarno.

 “Ooo begitu…” 
jawabku.

Kumar pergi sambil menendang kursi, dan semua barang yang ada diambil takutnya ku pakai. 

Tetapi seminggu kemudian Sarno bilang padaku.

 “Mas…! Orang yang bernama Kumar yang marah-marah di sini itu, sekarang kecelakaan, tak tahu bagaimana nasibnya, soalnya dia naik taksi dan mobil taksinya masuk ke bawah truk gandeng dan dilindas truk gandeng (trailer truck)
”  kata Sarno.

“Kok bisa?”  tanyaku hairan. 

“Ceritanya dia mahu tunaikan Umrah naik taksi, lalu kecelakaan, menurut cerita mobilnya dilindas truk gandeng, jadi roda truk gandeng sampai naik ke atas taksi.”  jelas Sarno.

“Wah, kayak di film saja…”

“Kalau menurut cerita si Kumar lehernya patah, tak tahu mati apa masih hidup, tapi sekarang di hospital.”  jelas Sarno.

Sebagaimana biasa tiap malam Muhsin main ke kamarku.

“Mas, ada orang Indonesia yang ingin minta tolong, apa Mas mahu?”  tanya Muhsin.

“Mana orangnya kok tidak ke sini saja, kalau Aku bisa menolong ya akan ku usahakan menolong, kalau Aku tak mampu ya, Aku minta maaf.”  jawabku.

“Orangnya bukan bekerja di pabrik sini kok Mas, tapi bekerja di luar sini.”  jelas Muhsin.

“Ya, suruh saja dia ke sini sendiri, lalu masalahnya apa… dia cerita, kalau Aku bisa menolong, akan ku usahakan.”

“Oh, ya bagaimana soal istri saya Mas…, apa tidak bisa dilihat?”

 “Wah, balik lagi ke Istri, Istri sampean tidak ada masalah apa-apa, begini saja, bagaimana kalau ku katakan di dalam sumur sampean ada belut putihnya, sampean percaya tidak?”

 “Tidak percaya.”

“Makanya kalau ku bilang ada belut putihnya, Aku bohong tak?”
  tanyaku.

“Ya, kalau ada tidak masuk akal juga, soal bohong apa tidaknya kan perlu bukti.”
jawab Muhsin.

 “Makanya segala sesuatu itu perlu bukti, jangan percaya dengan kata siapapun sebelum kita membuktikan sendiri, Allah saja berfirman, wa’budullaha khatta a’tiyakal yaqin, jadi segala sesuatu itu harus yaqin, dan keyakinan itu ada kerana ainul yaqin, melihat dengan yaqin, sebab melihat dengan mata kepala sendiri, bukan kata si A, atau kata si B, juga bukan kerana kata saya, seperti saya mengatakan ada belut putih di sumurmu,” 

“Aku pernah masuk ke rumahmu tidak?”  tanyaku pada Muhsin.

“Tidak pernah Mas.” jawab Muhsin pasti.

“Apalagi melihat sumurmu, kira-kira pernah tidak?”

 “Tidak pernah Mas.”
  jawab Muhsin lagi.

 “Berarti kataku mengatakan di dalam sumurmu ada belut putihnya mengada-ada kan?”  tanyaku lagi.

 “Iya mas…”

“Makanya jangan percaya, apalagi kamu bertanya soal Istrimu padaku.., lebih-lebih hal pribadi lalu menyandarkan suatu jawaban dari orang yang tidak tahu permasalahan, itu namanya ngawur.”

   Be Smart, Read More ;

Misteri Nusantara

 Pagi-pagi Muhsin telpon, “Ada apa?”  tanyaku.

“Istriku pas menimba air di sumur, mendapatkan belut putih di timbanya.” 
kata Muhsin.
 “Hm… lalu…"

“Kan berarti kata Mas benar, di sumurku ada belut putihnya, Mas… saya dijadikan murid ya…?”

 “Jadi murid Saya itu berat, harus puasa, harus zikir, harus menurut sama kata guru.”

 “Tidak apa-apa Mas, saya siap.”

 “Ya, kalau siap, silahkan saja.”

 “Ya, nanti malam saya ke kamar Mas.., “  
  [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

No comments