KISAH SUFI, SANG KYAI [35]
KISAH SUFI, SANG KYAI [35]
- Pada siri ke-34. Dikisahkan dalam pengembaraan Sang Kyai di Arab Saudi, pelbagai ragam karenah manusia Arab Saudi dan para imigran dan tenaga kerja dari pelbagai Negara yang Sang Kyai temui.
- Salah satunya yang dialami Sang Kyai asalah, saat berurusan dengan birokrasi orang Arab Saudi. Apalagi soal pengurusan surat kerja (permit kerja), Sang Kyai hingga merasa trauma, jadi suntuk. Apalagi sifat orang Arab Saudi yang kebanyakan suka meremehkan orang lain. Padahal kalau menurut Sang Kyai, orang yang meremehkan orang lain, juga akan nantinya diremehkan.
Jam 9, Aku menghadap manager administrasi. Soalnya waktu berangkat dari Indonesia, Aku dijanjikan mahu dinaikkan gajiku kalau sudah di Arab Saudi. Sebenarnya sudah sering ku dengar kata-kata JANGAN PERCAYA DENGAN UCAPAN ORANG ARAB SAUDI, kata itu sering ku dengar dari teman-temanku yang pernah bekerja di Arab Saudi, selalu bilang, JANGAN PERCAYA UCAPAN ORANG ARAB SAUDI, JANGAN MAHU DIBERI JANJI TANPA ADA HITAM DI ATAS PUTIH, JANGAN MAHU DISURUH KERJA YANG BUKAN TERMASUK YANG TELAH DISEPAKATI WALAU DIJANJIKAN UPAH LEBIH.
Tapi Aku langgar semua kata itu, pertama Aku percaya pada manager yang mengatakan : Nanti setelah di Arab Saudi gaji ku naikkan. Dan jam 9 itu Aku menghadap ke manager untuk mengkonfirmasi janjinya. Tapi dia bilang, sekarang masa training, nanti setelah 3 bulan. Setelah masa training, gaji ku naikkan. Begitu katanya meyakinkan.
Setelah 3 bulan Aku menghadap lagi, Dan ternyata dia bilang: "Kenaikan gaji itu bukan hakku. Itu hak kantor pusat di ABHA. Jadi aku tak bisa memberi kenaikan". Aku geleng-geleng kepala, Ah dia telah salah memilih orang untuk dizalimi.
Ku katakan pada Muhsin,
“Managermu telah salah memilih orang untuk dizalimi. Ini ingat kata-kataku sebentar lagi pabrik akan mengalami kebangkrutan, perlahan akan hancur,”
Dan belum sampai setahun, pabrik benar-benar mengalami kebangkrutan, export ditutup pemerintah, biasanya yang beli semen sampai antri berkilo meter. Jadi sepi, karyawan mulai dipecati, yang tua dipulangkan, lembur (overtime) diwajibkan tapi tak dibayar, manager sudah seperti orang stres, tukang kayu disuruh jadi tukang kebun, tukang kebun disuruh jadi tukang kayu. Apalagi ditambah per4ng yang terjadi di sekitar pabrik antara pemberontak Houthi Yaman, dengan tentara Arab Saudi, keadaan pabrik makin merosot.
Profesionalisme memang bukan sifat orang Arab Saudi, maka jangan percaya dengan kata orang Arab Saudi.
“Katanya sudah menghadap manager soal kenaikan gaji, bagaimana hasilnya?” tanya Muhsin
“Ya, dia janjikan nanti setelah masa training.” jawabku.
“Ya, nanti ditunggu saja, lalu bagaimana
syaratnya menjadi muridnya Mas?”
“Tak ada syaratnya, harus ikhlas saja
menjalankan amalan yang ku berikan, ini
amalannya sudah ku tuliskan.” kataku sambil
menyodorkan kertas bertuliskan amalan.
“Ini hitungannya 10 ribu ya Mas?” tanya Muhsin.
“Iya.”
“Apa tidak salah nulis nolnya?”
“Salah di mananya? Nolnya empat kan?” tanyaku.
“Iya empat.”
“Kalau empat berarti benar, kan sepuluh ribu
enolnya empat,” jelasku.
“Iya kali saja tiga saja nolnya…, “
“Lhoh itu wirid sepuluh ribu, wirid paling ringan.”
tekanku.
“Kan sudah ku katakan menjadi muridku itu
berat, kalau mahu menjadi orang ampuh ya, harus kuat duduk, itu kan melawan kehendak nafsu,
menyelesaikan zikir, seseorang itu diijabah
atau tidak diijabah do’anya hanya melewati
lapisan nafsunya, dibuka hijab tutup makrifatnya
sehingga diberi pengetahuan ilmu-ilmu Allah, Ya, hanya melewati lapisan nafsunya, semakin
seseorang itu sibuk meladeni/melayani nafsunya. Maka
makin jauh orang dengan Allah Ta'ala, artinya orang itu
menjadikan nafsunya sebagai Tuhannya,
ILAHAHU HAWAHU. Segala macam amaliyah
itu hanya dengan maksud kita bisa menundukkan
nafsu dan menempatkannya pada kerangkeng/sangkar/cage yang bernama mutma’inah. Nafsu menjadi tenang,
tidak bergejolak ingin dipenuhi. Orang itu jika
masih punya keinginan mulia di sisi manusia,
jangan harap punya pangkat di sisi Allah Ta'ala. Orang
itu kalau masih mengharap pada manusia dan
kebendaan maka jangan harap do’anya diijabah
Allah, kerana sebenarnya dia tidak meminta
kepada Allah. Tetapi meminta kepada ketakutan
dan harapannya sendiri, kadang seseorang
merasa telah benar ibadahnya. Dan tanpa
disadari ibadahnya telah melenceng jauh. Sehingga bukan fadhilah atau anugerah buah
ibadah yang diterima. Tetapi yang dirasakan adalah kesesakan hati, suntuk dan makin jauh dari
Allah, lalu berlari ke kubur-kuburan. Mencari
jawab atas kemandekan/genangan/stagnation ibadah yang selama ini
dilakukan tidak mendapat apa-apa.”
“Iya Mas…”
“Sebenarnya ibadah yang menghasilkan buah
ibadah itu tak sulit, amat simpel, dan tak
bertele-tele, tapi manusia punya nafsu, dan
manusia harus menaklukkan nafsunya, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, saja
mengatakan per4ng Uhud itu per4ng kecil, Kita
akan pergi dari per4ng kecil ke per4ng besar,
dan p3rang besar itu adalah memerangi hawa
nafsu. Dikatakan besar kerana kita memerangi
diri sendiri. Dan umumnya tak ada orang yang
mahu menahan keinginan yang menggebu-gebu,
yang ada manusia yang selalu ingin keinginannya
dipuaskan".
"Padahal kepuasan, ketamakan itu tak ada ujung
pangkalnya, puasnya, Ya MATI, orang punya Istri
satu, ingin dua, punya dua ingin tiga, Orang
punya rumah satu ingin punya dua, punya dua
ingin punya tiga. Dan terus berkelanjutan, punya
sapi/lembu satu ingin dua, punya dua ingin tiga, punya
mobil satu ingin punya yang paling mewah dua. Dan seterusnya, kalaupun punya pulau satu. Maka
ingin dua pulau, punya dua pulau ingin punya tiga
pulau. Makanya sejak dulu kerajaan saling ingin
menguasai yang lain,
Dan tak ada cara mencegah berkobarnya nafsu
kecuali dengan memperkecil nyalanya, bukan
memadamkan tapi menyalakan di tempat yang
semestinya, kalau nafsu syahwat padam, kasihan Istri, kalau Istrinya impoten, Jadi keinginan atau
nyalanya nafsu itu ditempatkan sesuai
tempatnya, seperti api ditempatkan di lilin atau
kompor/dapur. Sehingga bisa dimanfaatkan, nafsu
sahwat ditumpahkan pada Istri. Dan nafsu itu
hanya bisa ditenangkan dengan mengenali jalur-jalur keluarnya, jalur keluarnya nafsu itu
dinamakan latifah, kelembutan sumber keluarnya
nafsu. Dan sumber itu kita sumbat perlahan
dengan zikir, ala bi dzikrillahi tatma’inul qulub, Ingatlah hanya dengan mengingat Allah lah hati
itu bisa tenang. Bagaimana siap tidak
menjalankan?”
“Ya, Mas saya siap..”
“Tidak ada manusia, Wali, Nabi sekalipun, Jin, Juga Malaikat atau Syaitan itu hebat, kecuali Allah mengizini dan menganugerahkan kehebatan. Maka
jangan sekali-kali menyandarkan pada selain
Allah, Orang 'Alim, Kyai, Nabi, Jin, Malaikat. Semua
itu ciptaan sama dengan kita, kalau kita
menyandarkan pada sama-sama ciptaan yang
punya kekurangan. Maka jelas salah kita,
bertawakal dan bersandarlah hanya pada Allah, Semua ciptaan selain kita. Itu tidak bisa memberi
manfaat dan bahaya, kecuali Allah mengizinkan
menjadikannya memberi manfaat, dan bahaya.”
“Hm… mumet Mas…” (mumet- pening)
“Hehehe, Ya, tiddak apa-apa, besok dilanjut lagi.”
kataku,
Setiap gerak, setiap kejadian. Dan setiap apapun
yang bergerak dan berhenti itu tak lepas dari
kehendak dan taqdir berlaku di dalamnya. Mungkin, Aku akan terlihat lebih diam dari pohon
mati dan lebih tak bergerak dari batu yang
keras, kerana Aku sering tenggelam dalam
penyelaman dunia hatiku, di saat orang bercanda
dan tertawa-tawa, Aku mungkin akan seperti
manusia yang tak ada, tak terseret oleh candaan
siapapun, Dan lebih suka menyendiri menyelami
tentang ilmu Allah, rasanya setiap waktu ku gunakan kefahaman walau telah berhari-hari Aku
menyelam. Namun dasar kefahaman tak juga ku
capai. Hanya keheningan tanpa aksara. Dan Aku
mencoba menghindari menyalahkan siapapun
manusia, Sebab Aku amat yakin semua telah
diprogram menempati taqdir-taqdirnya. Seperti
layangan yang ditarik benang, dan diterbangkan
dengan arah angin yang dikehendaki kemana
hembusannya.
Bahkan, Aku mendapat teman sekamar, kerana
kunci hanya satu. Dan dibawa temanku. Sehingga
hampir tiap hari Aku harus masuk kamar lewat
jendela atau Aku harus sering ketinggalan kerja
kerana teman yang mandinya berjam-jam, semua
adalah proses, semua manusia punya sisi buruk. Dan pasti tak jarang orang tak suka denganku,
kerana sisi burukku yang mengemuka, dan
cenderung Aku tak menyadari keburukan diri
sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala selalu menciptakan orang lain bisa jadi
untuk melatih kesabaran orang lainnya, seperti
menciptakan syaitan, guna dijadikan penguji bagi
manusia. Agar keimanan tertempa. Agar
keteguhan teruji, dan siapa yang pantas dan tak pantas mendapat anugerah dan pahala akan
terlihat jelas.
Kerja di pabrik semen mungkin sama dengan
kerja di pabrik lain, soalnya Aku tak pernah
kerja di pabrik manapun. Di pabrik semen yang
ku tempati, ada sistem kerja yang namanya
drama, lhoh kok bisa? Aku sendiri pertama
kaget ada kerja model kayak gitu, tahu kan
drama? Drama berarti ya tidak bekerja betulan,
pura-pura kerja tapi tak menghasilkan apa-apa
tapi kelihatan paling sibuk.
Contoh, misal menancapkan paku, paku ditancapkan
separoh, lalu sibuk mukul. Tetapi yang dipukul kanan
kiri paku. Jadi tak dikenakan pakunya. Sebentar
istrirahat, Nanti kalau ada mandor datang,
pakunya dipukul secara benar. Tetapi juga jangan
sampai ambles/tenggelam/sink, Ya, satu paku jatahnya satu hari
lah. Malah bisa juga diambil lemburan (over-time) dalam
rangka menancapkan satu paku itu.
Aku sendiri kaget, Aku penulis kaligrafi. Dalam
menyelesaikan kaligrafi, Ya, menurutku sih santai
saja, Eehh, ternyata di Arab Saudi yang ku selesaikan
dalam sehari itu bisa diselesaikan oleh penulis
sebelumnya dalam masa sebulan. Jadi kerana pabrik membuat ukuran sebelumnya, Jadi Aku
diberi tugas menyelesaikan tugas tulisan untuk
satu bulan, Ya, Aku selesaikan dalam sehari,
kerana tak tahu, Akhirnya dalam masa sebulan Aku
nganggur. Berangkat kerja, cuma mengisi absen,
dan duduk seharian waktu Zuhur pulang, Jam
satu balik kerja. Lalu duduk sampai jam 4 sore,
dan pulang, lama-lama jenuh juga, Maka mulai
itulah tulisan SANG KYAI ini ku tulis. Apalagi, Aku
bisa menjadikan internet Arab Saudi gratis, Walau
dengan handphone tulisan Sang Kyai mulai ku tulis sedikit
demi sedikit. Padahal di Arab Saudi internet amat
mahal. Sekali masuk 4 Riyal, satu Riyal sama
dengan dua ribu empat ratus rupiah. Untung Aku
bisa menjadikan internet gratis, semua teman
menganggap Aku gila, mengkhayal, kerana mengatakan
internet bisa gratis. Padahal, Aku katakan ke
yang lain, Aku sendiri telah menggunakan
gratisan ada setengah tahunan. Tetapi setelah
semua ku ajari caranya, maka semua mengikuti.
Drama, ya, memang sudah jadi kebiasaan kerja
drama. Aku tidak ikutan drama, Maka disalahkan
yang lain. Padahal jelas itu amat tak sesuai
dengan nuraniku, wang itu ku makan, dimakan Anak- Istriku, menjadi darah, mencuci hati, menjadi daging, Aku membayangkan. Jika Anak-Istriku ku beri makan dari hasil kerja mendrama,
yang tak halal, Aku membayangkan anakku akan
susah ku nasehati, Istriku akan jadi orang keras
kepala, Ah, tak sanggup Aku membayangkannya,
dan rasanya ingin pulang saja.
Tapi, Aku sudah di Arab Saudi, belum tunaikan Haji lagi. Apalagi keberangkatan ke Arab Saudi wangnya harus
ku ganti, kerana biaya keberangkatanku di
tanggung PJTKI.
Hari Khamis, libur, paling enak tidur, di hari biasa
saja di tempatku sudah tak ada kerjaan. Maka
jangan harap Aku mendapat lembur. Sementara
yang lain pada lembur/over-time.
Setelah sarapan pagi, siap-siap untuk tidur, handphone bunyi.
“Lagi apa Mas?” suara Muhsin.
“Ya, biasa tidur.” jawabku malas kerana sudah
setengah tidur.
“Tidak lembur?”
“Ah, mana ada lembur, apa yang mahu
dilemburkan?”
“Umrah yuuk..”
“Umroh? Ah, tidak punya wang, mahu Umrah pakai
apa?” jawabku.
Bagaimana mahu Umrah, gaji saja belum diterima, Ah ada-ada aja si Muhsin. Aku melanjutkan tidur
lagi, tapi sebentar handphone bunyi lagi, ku angkat.
“Mas, Aku sudah di depan kamar.” suara Muhsin.
“Iya sebentar ku bukakan.” kerana kamar ku kunci, Aku telah pindah kamar dari sekamar dengan
orang yang cuma punya satu kunci, pindah ke
kamar yang punya dua kunci, bersama orang
Madura. Kamar ku buka.
“Ayo Mas Umrah…, masih tidur?” tanya Muhsin.
“Iya…” Jawabku dengan mata memicing, kerana
silau oleh cahaya masuk ke kamar, maklum di Arab Saudi itu kalau pagi matahari sudah terik kayak
di Indonesia di waktu siang tengah hari.
“Ayo siap-siap.” ajaknya.
“Aku tidak punya wang..” kataku.
“Tinggal berangkat aja kok Mas.., itu taksinya
sudah nunggu di depan.”
“Wah, ini serius.?” tanyaku.
“Ya, iyalah..”
“Tapi, Aku tidak punya pakaian Umrah.”
“Sudah ku sedia’in semua, tinggal bawa pakaian
ganti.”
“Ya, kalau gitu Aku ambil pakaian ganti.” kataku
sembari/sambil berjalan ke lemari, ambil tas dan
memasukan pakaian ganti, sabun dan pasta gigi.
“Terus besok Sabtu kerja bagaimana itu?” tanyaku.
“Kan berangkat dari sini pagi, besok jam segini
sampai di Makkah, lalu siang hari Jum’at
berangkat ke Makkah. Malam jam tiga-an kan
sudah sampai di sini, Istirahat sebentar kan Sabtunya sudah bisa kerja.” jelas Muhsin.
Ternyata taksi sudah ada di luar. Dan di dalam
taksi sudah ada Munif. Orang Indonesia dan sopir
Raju, sopir taksi juga pekerja pabrik, yang juga
mahu Umrah. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
Be Smart, Read More ;
Novel Collection
Misteri Nusantara
The Story of The Prophet Muhammad SAW
No comments
Post a Comment