MY HUSBAND IS PARLIN [Part 51]
MY HUSBAND IS PARLIN [Part 51]
- Part 51
- Ladang sawit kena banjir
" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "
FORTUNA MEDIA - Makin bahagia rasanya setelah kelahiran anakku yang kedua. Pengobatan parsiduduan atau rempah-ratus itu juga sangat manjur. Badan jadi ringan.
"Bang, Adek mahu diet," Kataku pada Suami di suatu hari. Saat itu kami lagi makan bersama.
"Diet?"
"Iya, Bang, badan makin besar aja,"
"Tidak kok, Dek, perasaan Abang tetap segitu kok,"
Memang benar, berat badanku tak pernah naik, naik hanya lima kilogram, itupun waktu hamil tua. Akan tetapi Aku merasa badan sudah terlalu besar. Ingin juga langsing seperti orang-orang lain.
"Kok tak makan, Dek?"
"Kan sudah kubilang, Bang, Adek mahu diet,"
"Begini sudah bagus, Dek, mengapa diet,"
"Iyalah, Bang, biar makin cantik, biar Abang makin senang."
"Hahaha," 😂
"Ketawa, Bang?"
"Abang suka sapi gemuk, kalau tak gemuk, kasihan saja lihatnya,"
"Aku bukan sapi, Bang,"
"Yang bilang sapi siapa, Dek?"
"Ish, Abang,"
Akhirnya kuambil nasi satu piring dan makan dengan lahapnya. Sudah dari pagi Aku belum makan nasi. Kufikir Bang Parlindungan akan senang kalau aku diet.
"Tidak jadi dietnya, Dek,"
"Tak!"
"Sudah, jadi Niyet saja, tak usah diet, tetap cantik kok,"
"Iya, Bang, iya,"
RELATED POST
Inilah #4 Cara Simple,Untuk Hindari Sakit Saat Traveling!
Inilah 30 Syarat Yang Perlu Anda Miliki Untuk Menggapai Cita-Cita dan Impian Menjadi Pramugari Pesawat
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, anak keduaku yang dipanggil Bang Parlin si Butet kini sudah enam bulan. Dia montok seperti Ibunya. Kesukaan Bang Parlin mengayun sambil menidurkan anak terus berlanjut. Kerana seringnya dia menyanyi, Aku jadi hafal lirik lagunya, biarpun Aku tak mengerti sepenuhnya. Saat itu Bang Parlin lagi bawa si Ucok jalan-jalan. Si Butet rewel. Coba kuayun dan menyanyi.
"Bue ... Bue.. da inang bueee..."
"Campong ale campong camporong lampu dingding. Ondepe ami ro, mangalap koda bajing-bujing."
Begitu kunyanyikan sebait, akan tetapi si Butet tak tidur juga, dia justru ajak bermain. Kulanjutkan nyanyian.
"Bue, bue, da inang bueeee, taru lomlom peda borukkon tolu kabupaten manyapaion,"
Kulirik ke ayunan, si Butet belum tidur juga, sebel. Kucoba lagu lain, lagu dangdut Terlena, lanjut ke lagu pop, sampai akhirnya Aku yang tertidur tepat di bawah ayunan.
Ketika terbangun Aku sudah berada di atas tempat tidur. Kulihat si Ucok juga tidur di sampingku. Kulirik ke ayunan, si Butet juga sudah terlelap. Bagaimana cara Bang Parlin angkat Aku kemari? Beratku sudah tujuh puluh kilo gram. Diangkat pula sampai Aku tak terbangun.
"Banggg!" Teriakku seraya turun dari tempat tidur dan berjalan ke ruang tamu.
"Eh, sudah bangun, Dek," Kata Suami, ternyata dia lagi asyik dengan handphone-nya.
"Bagaimana Abang angkat Aku dari bawah ke tempat tidur?"
"Siapa yang angkat, Dek, orang Adek pindah sendiri kok,"
"Ohh,"
Aku duduk dekat Suami, waktu seperti ini sangat jarang dapat, dua anak sudah tidur, ART juga sudah pulang.
"Lihat apa, Bang, serius sekali," Kataku seraya menatap ke layar handphone-nya.
"Ini, Dek, lihat ini, ada berita online katanya hujan sehari semalam di Daerah kebun kita," Kata Suami seraya menunjukkan isi handphone-nya.
"Sudah hubungi mereka, Bang?" Tanyaku. Mereka yang kumaksud adalah saudara yang dipercaya mengurus kebun.
"Sudah, Dek, tak aktif, mungkin kerana hujan, tak ada signal di sana?" Kata Suami.
"Mudah-mudahan tidak apa-apa, Bang,"
"Abang takut seperti dulu, pernah dulu di sana banjir besar, waktu itu banyak ternak yang hanyut," Kata suami, wajahnya tampak gelisah.
"Cari informasi lain, Bang," Kataku seraya mengambil handphone, Coba cari informasi. Akan tetapi tak ada yang bisa dihubungi mereka semua.
Tiba-tiba handphone jadul Suami berbunyi, perasaanku jadi tak enak, handphone itu bunyi bila ada masalah penting. Kuambil dan keterima.
"Halo, Assalamu'alaikum," Salam dan sapaku.
"Wa'alaikumsalam, ini aku Ria, kami sudah mengungsi, sungai meluap," Kata Ria dari seberang.
"Ya, Allah, bagaimana keadaan kalian?"
"Kami selamat,"
Bang Parlin lalu meminta dia yang bicara. Wajahnya tampak gelisah sekali, kuberikan seraya menghidupkan speaker.
"Ria, mana Suamimu?"
"Ini, Bang,"
"Bagaimana sapi," tanya Bang Parlin.
"Bagaimana lagi, Bang, mana bisa kami selamatkan, masih di kandangnya," jawabnya dari seberang.
"Begini, sekarang kalian sudah di mana?"
"Ini di tempat yang agak tinggi?"
"Banjirnya sudah sampai mana?"
"Kebun kita sudah selutut, Bang, hujan masih turun, akan naik lagi kata orang itu,".
"Mana si Lokot sama si Sangkut?"
"Ini, Bang,"
'Begini, sebelum banjirnya makin dalam, tolong lepaskan sapi semua, jangan ada yang diikat atau dikurung di kandang, tolong dulu kalian ke sana, biarkan sapi itu menyelamatkan hidupnya sendiri, tolong," kata Bang Parlin.
"Iya, Bang, kami ke sana sekarang," katanya lagi.
Bang Parlin mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu, dia tampak gelisah sekali, baru kali ini kulihat Suami seperti ini.
"Sabar, Bang, itu harta hanya titipan Tuhan," Kataku coba menenangkan.
"Bukan masalah hartanya, Dek, kasihan sapi itu jika masih diikat, masih dikurung, bisa mati tenggelam mereka semua, kalau dilepas mereka mungkin bisa bertahan, kerana sapi bisa berenang, tapi akan hilang hanyut ke hilir,"
"Sama saja, Bang, hilang atau mati tenggelam,"
"Tidak sama! hilang tidak apa-apa, tapi kalau mati kerana diikat, Aku tak bisa maafkan diriku. Biarkan sapi menyelamatkan hidupnya sendiri." Kata Bang Parlin dengan suara keras.
Tiga jam kemudian, handphone jadul itu bunyi lagi, Bang Parlin yang terima, dia berbicara menggunakan bahasa Batak, Aku yakin temannya bicara itu si Lokot, pemuda yang bekerja urus sapi. Deg-degan Aku menunggu apa yang akan terjadi.
"Bagaimana, Bang?" Tanyaku kemudian.
"Sapi sudah mereka lepas, pintu pagar juga dibuka, jika banjir makin besar, sapi bisa selamatkan dirinya, tapi akan hanyut, Dek, tahulah Adek jika hanyut, mungkin sapi akan kesasar, tak tahu jalan pulang, bisa juga diambil orang, kita hanya berdoa, Dek, semoga banjirnya cepat surut," Kata Suami. Ada bulir bening di sudut matanya, yang sayang kalilah Bang Parlin sama sapinya.
Suami lalu ke kamar mandi, ambil wudhu lalu duduk bersimpuh di ruang shalat, shalat sunah dua raka'at, terus berdoa yang sangat panjang.
Sementara itu hari sudah malam, Akupun shalat Maghrib, Suami masih saja bersimpuh di ruang shalat, entah apa saja doanya sampai sepanjang itu.
"Makan dulu, Bang," Kataku seraya menyiapkan makan malam.
"Iya, Dek, makanlah duluan," Kata Suami.
"Kalau Abang tak makan, Adek juga tak mahu makan," Kataku kemudian. Tentu saja Aku khawatir dengan kesehatan Suami.
Bang Parlin akhirnya makan juga, lalu kembali ke ruang shalat, dia berzikir, Aku hanya memperhatikan saja. Sampai akhirnya Suami tertidur di ruang shalat tersebut, Aku juga tertidur.
Ketika aku terbangun, anakku masih tidur, kulihat popoknya sudah berganti. Kulirik jam, jam tiga dini hari, mana Suamiku. Ya, Allah, dia lagi shalat, mungkin shalat tahajud. HP Nokia 1100 itu berbunyi lagi, cepat-cepat Aku terima.
"Halo, bagaimana di sana?" Tanyaku.
"Banjirnya sudah surut, Kak, Alhamdulillah, sapinya tidak ada yang hanyut, hanya terendam banjir," Kata Ria dari seberang.
"Alhamdulillah," Kataku seraya memberikan handphone itu pada Suami yang sudah selesai shalat.
Lalu Suami berbicara dalam bahasa Batak, mungkin dengan si Lokot itu.
"Bagaimana, Bang?" Tanyaku begitu dia selesai bertelepon.
"Suami Ria, dia betul-betul hebat, dia jaga sapi itu semalaman ini, tak tidur, dia manjat ke pokok sawit, memperhatikan sapi itu sambil bawa senter, kata mereka, jika banjirnya makin besar, dia akan turun dan buka pintu gerbang, biar sapi hanyut dan menyelamatkan dirinya, tapi Alhamdulillah, tak sampai begitu, banjirnya hanya satu meter." Kata Bang Parlin.
"Alhamdulillah,"
Pagi harinya, Kakakku menelepon, dia menangis sapi mereka mati tenggelam, tempat mereka memang lebih rendah dari pada kebun Bang Parlin. Mungkin mereka masih ikat atau kurung di kandang ketika banjir datang. [HSZ]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung, #SuamikuJadul,
VIDEO :
No comments
Post a Comment