MY HUSBAND IS PARLIN [Part 44]
MY HUSBAND IS PARLIN [Part 44]
- Part 44
- Nia hamil lagi
" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "
FORTUNA MEDIA - Ternyata sekolah yang kami dirikan sudah mulai tercoreng. Ada seorang guru yang jatuh cinta pada pengurus sekolah. Padahal kakakku yang bertugas sebagai ketua yayasan, Suaminya hanya bantu-bantu. Tak disangka ada guru yang jatuh cinta pada Suami kakakku tersebut.
"Kak, ada masalah ya?" Tanyaku pada kakak lewat sambungan telepon.
"Iya, Nia, sepertinya di sini kekurangan lelaki, Suami orang pun mahu dia ambil," Jawab kakakku, suaranya terdengar berat.
"Pecat saja, Kak,"
"Dipecat pun percuma, kalau memang dia suka Suamiku mahu dibilang apa,"
"Jadi kakak mahu diduakan?"
"Tidak lah, Nia, tunggu respon dari Abangmu, semua tergantung lelaki, kalau dia mahu poligami, ya, cerai, tapi katanya dia tak tahu menahu, padahal gosipnya sudah heboh di sini," Kata kakak lagi.
"Ohh, tapi sepertinya wanita itu tidak baik ya Kak?"
"Baik, dia guru yang baik, murid suka padanya, entahlah, mungkin abangmu terlalu tampan di sini, hahaha," 😂
Kakakku itu masih bisa tertawa juga, harus bagaimana lagi. Jika dibiarkan, Lama-lama Suami kakakku itu bisa tergoda.
"Coba tanya dulu si Parlin, biasanya dia selalu dapat solusi," Kata kakak lagi, seraya memutuskan sambungan telepon.
RELATED POST
FULL PROFILE OF CANDIDATES RI-1 2024: ANIES RASYID BASWEDAN
Capres Pilpres 2024 Anies Baswedan: Selesai Amanah di Jakarta, Kita Berjuang untuk Indonesia
Project IKN Gagal "Presiden Jokowi Ditipu oleh Masayoshi Son, CEO of SoftBank"-Agustinus Edi Kristianto
Bang Parlin, sang Suamiku yang jadul ini memang selalu dapat solusi jitu, akan tetapi dia kini tak jadul lagi. Dia bahkan lebih cepat tahu gosip daripada Aku. Difikir-fikir nekat juga wanita itu, masak dia minta pendapat ke Suamiku? Padahal dia tahu Suamiku masih bersaudara dekat dengan orang yang dia taksir.
Abang iparku itu memang tampan, apalagi setelah tinggal di kampung, dia sudah berubah jadi alim. Mungkin di daerah perkebunan dialah orang tertampan.
"Bang, bagaimana menurut Abang soal Abang ipar itu?" Akhirnya ku tanya juga pada Suami. Saat itu kami lagi menemani si Ucok bermain di halaman rumah.
"Siapa namanya tadi cewek itu?" tanya Bang Parlin.
"Fatimah,"
"Oh, menurutku si Fatimah itu pecat saja, tapi kasihan dia, pecat jadi guru, bawa ke Medan, kita jadikan dia asisten apa namanya, sekretaris pribadi, kan Abang perlu sekretaris, usaha jual beli tanah makin maju," Kata Suami.
"Kok solusi Abang tidak masuk akal kali ini?"
"Tidak masuk akal bagaimana, Dek, dia kan pekerja yang baik, siapa tahu bila dia kerja untuk kita, kita makin jaya, usaha makin maju, makin banyak orang terbantu," Kata Suami lagi.
"Aku kok curiga sama Abang?"
"Curiga apa, Dek?"
"Kenapa harus dibawa kemari, biar bisa Abang dekati ya, Abang mahu selingkuh ya, mahu kawin lagi, ya, gara-gara Aku belum bisa kasih anak perempuan ya,"
"Ampunnn!" Kata Suami seraya memegang kepalanya.
"Ayo, ,engaku aja, Bang, awas ya, kupotong dua nanti ini," Kataku seraya memegang selengkangannya.
"Oiii, ampun Nyonya, ampun," Kata Suami seraya tertawa.
"Abang, sih, sini dulu lihat handphone Abang, entah berhubungannya Abang sama dia?" kataku seraya mengambil HP dari kantong celananya. Entah kenapa aku jadi parnoan begini.
Kuperiksa HP itu dengan teliti, mulai dari WhatsAoo, messenger, nombor kontak telepon. Tapi tak ada yang aneh.
"Sebaiknya Adek periksa dulu," Kata Bang Parlin.
"Periksa apa, Bang,"
"Periksa ke dokter, Dek, ada yang aneh dengan adek?"
"Apa, Bang, maksud Abang aku gila gitu ya, abang tak asyik kali diajak bicara,'
"Adek mudah marah gitu,, mungkin hamil lagi, Dek, coba periksa dulu," Kata Suami.
Apa iya, segera kuambil motor vario-ku, "sebentar ke apotik ya, Bang," pamitku pada Suami. Aku baru sadar sudah dua minggu Aku terlambat, mungkin Aku hamil, makanya jadi mudah tensi begini. Beli test pack dan langsung pulang ke rumah dan terus ke kamar mandi.
"Bang!" Teriakku seraya berlari dan memegang test pack yang sudah bergaris dua.
"Aku hamil, Bang," Kataku seraya memeluk Suami.
"Alhamdulillah, apa kubilang," Kata Suami.
Anak kami sudah berumur satu tahun empat bulan, Aku hamil lagi, senang rasanya, tadinya Aku sudah takut tak bisa hamil lagi.
"Bibit Abang tokcer, kan," kata Bang Parlin lagi.
"Rahimku yang subur, Bang," jawabku.
"Ibarat tanah, biarpun subur, kalau bibitnya tak bagus ya, tidak jadi juga,"
"Ibarat bibit, biarpun bagus, kalau tanah tak subur, ya, tak tumbuh," Kataku tak mau kalah.
"Pokoknya bibit Abang yang tokcer," Kata Suami.
"Tidak, pokoknya rahimku yang subur," Seperti ini memang kami, kadang berdebat untuk masalah yang tak jelas.
"Sudah cocok dicari asisten ini, Dek?" Kata Suami ketika kami sudah lelah berdebat.
"Asisten apa, Bang?"
"Asisten, yang bantu Abang kerja, adek kan hamil, tak bisa bantu lagi,"
"Iya, juga ya, Bang, siapa yang cocok ya,"
'Itulah si Fatimah itu, dari pada bikin rusuh dia di kampung," Kata Suami seraya melirikku.
Aku tahu dia sedang mahu bercanda, tapi candaannya justru membuat Aku sebel-kesal.
"Fatimah lagi, bilang aja Abang ingin dia," Kataku seraya berdiri dan menggendong si Ucok.
"Ayo, Cok, Ayahmu lagi kasmaran," kataku lagi.
"Sini sama Ayah aja, Cok, Omakmu lagi positif," Kata Suami.
"Sensitif, Bang, sensitif, kok positif pula,"
"Ini apa bukan positif namanya ini, Dek?" Kata suami seraya menunjuk test pack bergaris dua tersebut.
"Oh, iya, ya," Suamiku ini sudah makin pintar saja sekarang, Aku jadi sering kalah debat.
Entah kenapa kehamilan selalu membuat Aku sensitif, sering curiga sama Suami. Seperti hari itu, kami baru pulang dari doktor.
"Sudah sepuluh minggu, Bang," kataku sambil mengelus perut yang masih rata.
"Iya Dek, semoga anak perempuan, Abang ingin punya anak perempuan," kata Suami.
"Oo, mahu Abang bikin namanya Rara kan?"
"Tidak lah, Dek,"
"Sudah, Bang, mengaku aja,"
"Tidak, kok,"
"Mengaku, Bang, ngaku,"
"Iyaa, deh, Abang ngaku,"
"Oh, jadi gitu, kurang apa lagi aku, Bang, kurang apa, kenapa harus Rara lagi?"
"Duh, Abang harus bagaimana lagi, Dek, dibilang nggak, disuruh ngaku, tiba ngaku jadi gini pula," Kata Suami.
Tiba di rumah, entah kenapa Aku masih kesal, mungkin benar ini bawaan hamil, kasihan juga Suamiku. Aku masuk kamar dan mengunci pintu. Tak kupedulikan lagi Bang Parlin memanggil.
Beberapa saat kemudian, Handphone jadul Suami berbunyi. HP itu jarang berbunyi, kalau berbunyi berarti ada sesuatu yang penting. Kerana yang tahu nombor itu hanya saudara dekat saja.
"Dek, ada telepon dari kampung," Teriak Suami.
"Tidak percaya Aku, Bang, hanya akal-akalan Abang itu biar kubuka pintu," kataku.
"Dek!" Seketika suara Suami mengeras, diikuti suara ketukan di pintu yang cukup keras.
Aku takut juga, kubuka pintu, lalu Handphone jadul itu diberikan Suami. Ternyata panggilan dari perawat yang mengurus Ayah mertua.
"Kak, Aku tak tahan lagi, aku mau berhenti kerja, tolong cari penggantiku," katanya dari seberang.
"Kenapa, kenapa gak tahan?"
'Pokoknya gak tahan aja, tolong cari penggantiku, kalau tidak datang penggantiku di akhir bulan ini, aku pergi," katanya lagi.
Duh, di mana lagi di cari, orang yang mahu tinggal di Desa sangat sulit dicari, segera kuhubungi beberapa kenalan. Tak ada. Sampai tiga hari kemudian tak ada juga dapat, sementara akhir bulan sudah tiba.
"Kita pulang kampung saja, Bang," Kataku pada Suami.
"Iya, Dek, entah kenapa rezeki anak kita begini, harus terguncang terus waktu janin," kata Suami..
Kami harus pulang kampung, tidak mungkin dibiarkan Ayah mertua tanpa perawat. Ayah mertua sudah tak bisa jalan, sehari-hari hanya di kursi roda. Betul juga mungkin kata Bang Parlindungan. Rezeki anakku selalu terguncang di waktu janin. Perjalanan semalaman lagi. 😉 [hsz]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung, #SuamikuJadul,
VIDEO :
No comments
Post a Comment