MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 26]

<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 26]">

MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 26]

SKRIP-SWEET

Tak terasa empat tahun sudah saya menggondes di Tegalkuniran,Yogyakarta. Selama itu pula kekoplakan menjadi pengikat hati para gondeser. Konflik tentu ada, tetapi selalu bisa diselesaikan dengan jalan usah-marah dan mugpapat (empat mug kopi) di Maido.

Lucu juga ya, menyelesaikan konflik di tempat yang penuh konflik!

Lha piye, di Maido semua yang sedang dilanda dongkol akan dimarahi juga. Anehnya, rasa jengkel biasanya akan segera sirna, berganti dengan ngekek berkepanjangan. Rupanya begini praktik anger management yang sesungguhnya, ahihihi..


Soal Mitro dan Meyek yang desersi (desertion), tidak usah dibahas lagi. Toh nyatanya Ibu Sri juga tidak terlalu ngurusi. "Kos di luar monggo saja, wong di sini mereka juga bayar kosnya dhat-nyeng," ujar Ibu Sri.

Horoookk.. ternyata gitu ya?

Praktiknya, duo M (
Mitro & Meyek) itu kalau siang masih suka ngendon di kamarku, atau kalau tidak ya, parkir bokong di lincak halaman kos se-sorean. Masuk kamar cuma kalau sudah mahu merem. Jadi sejatinya mereka ya cuma... setengah pindah!

Oya, soal prestasi akademik, saya termasuk lumayan. IPK saya sampai semester 8 mencapai 3,01. Top tenan! Lhoh, jangan salah, zaman itu bisa nembus IP 3 itu sudah ngeden sampai kemringet. Masih ingat kan pepatah, "IP 2 milik mahasiswa, IP 3 milik dosen(lecture), dan IP 4 milik Tuhan." Naah.. level saya sudah setingkat dosen. Hehehe..

Hanya Jes dan Mitro yang agak terseok-seok mengejar lari sang semester. Jes kepentok di Matrikulasi Matematika Dasar-Matdas dan Mitro tercabar Matrikulasi Logika.

"Jindul ik.. Aku ngambil Matdas sudah empat kali, tapi gagal terus," keluh Jes.

"Memangnye kandalamu apa, Jes?"

"Aku kena sindrom numeria neurosa."

"Apa itu? Sepertinya istilah anyar-new?" kejarku.

"Penyakit mual kalau melihat angka-angka."

"Lho, ada tak penyakit seperti itu? Kok kalau lihat angka Rupiah kamu tidak mual?"

"Mual juga eh! Apalagi angkanya Rp10.000, tapi hutangku Rp30.000. Tak cuma mual, tapi mules juga!"


Bwahaha.. keree.. kereee!

"Kalau saya, ambil Logika lima kali, kelima-limanya dapat D," cericit Mitro.

"Hambatannya apa?" tanya Tekek yang ikut nrambul.

"Bikin contoh silogismenya selalu gagal. Kata dosennya, pak RG Sukadyo, silogisme saya gak logis.."

"Yang kamu bikin, contohnya gimana sih?" tanyaku kepo.

"Tidak setiap petani menanam padi. Pak Tekek kadang-kadang bertani. Maka Pak Tekek jualan burung."

"Waaaa.. layak entuk-dapat D! Lha wong tka nyambung blas!" gerutu Tekek.

"Lho.. salahku di mana? Kan Pak Tekek bertaninya cuma kadang-kadang. Apa salahnya waktu senggangnya dipakai jualan burung! Kan bagus itu. Nyatanya sampai sekarang Tekek jualan burung betulan. Ya nggak, Kek?"


Kami pun terkakak-kakak sak adiknya, saking gelinya. Jindul.. silogisne kok disangkut-pautkan dengan profesi keseharian!

READ MORE
Mungkinkah Masalah Rumah Tangga dan Politik Negara Menyebabkan Imuniti Tubuh Turun?
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 25]
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 24]




Mengingat dst, menimbang dst, bahwa sudah empat tahun kuliah tapi belum ada tanda-tanda wisuda-graduate, maka wedangan di Maido malam itu kami gunakan untuk rakorsus membahas hal tersebut.

Biar tidak diusir, kami pesan nasi kucing 10 eksemplar, kopi 4 gelas gajah, ais teh 1 dan gorengan aneka rupa 10 biji. Tak lupa tips "sewa tikar" Rp100 untuk semalam suntuk. Aman!

"Kita ini mahasiswa paling aneh sak dunia dan akhirat. Bikin skripsi orang sudah ratusan, tapi bikin untuk diri sendiri malah tidak!" ujar Jes.

"Aku mbalah konsultan mbereng je, ndes. Tapi konsultasi dhewek rung tau blas!" sambung Mitro masgul.

"Tidak bisa dimungkiri, bikin skripsi adalah sebuah keniscayaan. Kita sendirilah yang bisa memulai. Maka mahu tidak mahu, kita harus memulainya di sini, saat ini juga!" pidato Meyek berapi-api. 

"Malam ini juga, ayo kita sewa komputer di Gatot Rental. Ngetik sakkenyoh-kenyohe. Paling tidak, besok kita sudah ajukan judul. Setujuuu?" sambung Tekek.

"Wookeeh.. makan langsung kita kemon!" ujarku penuh semangat.

Nasi kucing dan gorengan langsung diganyang. Kopi dan ais teh diminum dengan metode one gleg! Sebentar saja semua menu sudah licin tandas ke perut. Lanjut bayar jreng ke Maido, lengkap sak-dengan sewa tikarnya.

"Lho, katanya mahu semaleman. Kok baru sakndulit sudah bubar? Trus piye klasane (tikarnya) iki, dah dibayar kok nganggur?" cecar mbah Maido.

"Sampean(kamu) pakai sendiri saja mbah! Mahu untuk guling-guling monggo. Mahu untuk koprol ya silahkan!" celetuk Meyek.

"Ndlogok ik! Peh wis sugih kemaki! (Mentang-mentang sudah kaya jadi sombong)," semprot mbah Maido.

Kami terus saja lenggang kangkung sambil obral ketawa. Yang kami tuju rental komputer Gatot, sebelah Timur Tiong-Ting.

Sampai di lokasi kami ngowoh. Ternyata sudah tutup. Wah, jinguk tenan.. ngendor-ngendorkan semangat ini!

"Dhodhog saja pintunya. Bilang ada tugas maha penting!" kata Tekek.

Jes pun langsung mengetok pintu gerbang keras-keras. Tak lama, Mas Gatot si empunya rental nongol (muncul).

"Dah tutup Mas!" ujarnya.

"Yang nutup siapa?" 

"Ya saya."


"Nah, sekarang buka lagi, kerana kami berlima mahu rental semalaman," sambung Meyek meyakinkan.

Sambil pasang wajah ogah-ogahan, Mas Gatot membuka gerbang, membuka rolling door, lalu mempersilahkan kami masuk. Tak pakai tunggu, kami sudah menghadapi komputer masing-masing. Siap action!

"Silahkan. Ini disk program, ini disk data, pakai saja. Sewa satu jam Rp75. Saya tinggal tidur. Nanti kalau sudah kelar, bangunin saya," Mas Gatot memberi tutorial singkat, lalu kembali masuk ke ruang dalam.

Tinggal kami termangu-mangu di depan monitor. 

"Iki 
nyetele piye?" cetus Jes lirih. (Ini cara setingnya gimana?)

"Hah.. saya kira kamu faham.." jawab Meyek. "Kamu tahu gak, Tro?"

"Babar pisaaan..." jawab Mitro.

"Wah, aku ya gak enjos, je," kata Tekek sambil menoleh ke saya. "Gundul?"

"Idem," sambungku.

Terpaksa Mas Gatot kami bangunin lagi. Sambil bersungut-sungut ia menghidupkan komputer satu persatu, lalu pergi tidur lagi.

Saat tulisan WordStar 4.0 muncul dan kursor berkedip-kedip, sekali lagi kami saling berpandangan. Jangankan mengetik, mahu nunul keyboard saja ragu-ragu, takut salah!

Sampai seperempat jam kami hanya membisu sambil menatap layar penuh ragu. Njlegedheg seperti reco Gladhag. Niat menulis pun berganti menjadi cengar-cengir berkelanjutan.

"Ndladhuk ik.. bul gak enek sing isa komputer! Trus buat apa sewa segala?" gerutu Tekek.

"Lhah... Kan kamu provokatornya!" tandasku.

Tekek cuma njuwiwi seperti kethek ditulup.

Apa boleh buat, Mas Gatot terpaksa kami obrak sekali lagi.

"Sampun, Mas..," ujar Jes.

"Lhoh.. kok cepat, katanya mahu semalaman?" celetuknya dengan wajah penuh tanya campur dongkol kerana tidurnya terinterupsi dua kali.

 "Lha ini malah belum ada pemakaian samasekali! Bagaimana sih kalian ini! Ya sudah, pulang sana! Ganggu orang tidur saja!!" sembur Mas Gatot.


Kami cuma meringis menahan malu sambil cepat-cepat berlalu.

"Dapat apa kamu dari rental komputer, ndes?" goda Mitro sambil melangkah gontai menuju kos.

"Setidaknya, Aku sudah tahu cara menghidupkan dan mematikan," Tekek membela diri.

"Aku malah sudah dapat rancangan judul skripsi!" potong Jes.

"Heh, tenane-betul ni? Apa judulnya?" kejar Mitro.

"Pengaruh Tingkat Kegoblokan Mahasiswa terhadap Pemahaman Posisi Tombol On-Off Komputer. Studi Kasus Gondes Tegalkuniran"

Jiahaha.. W4gindul! Judul yang skripsweet tenan yen iki!
[hsz] 

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya, Anda boleh lihat disini linknya;  Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of Articles by, Nursodik Gunarjo
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com

VIDEO, #PART_4 TERPERANGKAP DIPERKAMPUNGAN BANGSA JIN BUNIAN DI GUNUNG JERAI || #TRUESTORY

No comments