MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 24]


<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 24]">

MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 24] 

Cerbung (Cerita Bersambung) Horor humor komedi lucu.Untuk hiburan dan selingan Para Sahabat. Maaf, kerana sesuatu hal, tidak dapat dielakkan. setahun lebih kisah ini terhenti begitu saja. Yups, kita sambung lagi..

WAITING FOR GAMA

BREXIT


Dampak mestik (mesin ketik-typewriter) "ngetik-sendiri" sungguh dahsyat. Mitro dan Meyek langsung mengajukan brexit (break and exit) dari koalisi Jes Gondes Bersatu, alias emoh (tak mahu) jadi tukang ketik (taip) lagi. Tidak hanya itu, duo gondes ini juga pamit pindah dari mansion Tegalkuniran.

"Saya sudah tidak tahan. Masak hidup terus-menerus dicekam ketakutan. Itu melanggar hak asasi manusia, freedom from fear," ujar Mitro.

"Yaaeelah.. takut ya takut saja, Tro. Tak usah bawa-bawa HAM segala!"


Tapi ya monggo saja kalau mahu pindah. Toh itu juga dijamin oleh hak asasi mahasiswa (singkatannya HAM juga) pasal 1 ayat (3): bebas memilih kos sesuai hati nurani dan kantong, tanpa paksaan dari siapapun dan/atau pihak manapun.
(Kos maksudnya rumah sewa para mahasiswa)

"Saya juga tidak tahan... Tiap hari kedinginan... Tidur di ubin tanpa tikar...  Nyamuk-nyamuk menjengkelkan..." sambung Meyek.

"Itu alasanmu pindah?" kejarku.

"Bukan. Itu syair lagu dangdut."

"Wooo.. dasar Alumni lapangan Sriwedari!
(Saat itu tiap malam minggu di Sriwedari ada pentas dangdut)"


"Tapi saya memang mahu pindah, Ndul. Ada kos yang lebih murah dan.. bisa diangsur.." bisik Meyek.

"Wooo... Ke mana kalian akan boyongan?" kejarku.

"Aku ke Ibu Pang. Mitro ke Ibu Santoso."

Saya tepuk jidat (dahi). Lhah, dua kos-kosan itu kan cuma berbatas pagar dengan kos bu Sri! Bahkan yang kosnya Ibu Santoso, jika dibobol dindingnya, tembus ke kamarku.

"Kalau mahu pindah yang jauh sekalian. Ke jabalkat kek, atau ke rahmatullah... Lhah ini, pindah kok cuma 10 meter. Ra kacek!" 


"Eh, anu je, Ndul. Aku penginnya kita tetap bisa kumpul sakgondesan, meskipun tidak sakpetarangan," cetus Mitro.

"Kadhung nyandu pepatah mangan ora mangan asal kumpul je, ndes!"
imbuh Meyek.


Saya cuma bisa garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Iya, kumpule enak, lha ora mangane kuwi sing gak nguati!

Yang pasti, brexit-nya duo M dari grup nunuler, membuat Jes ibarat mati berkalang tanah, hidup berkalang kabut. Dengar kabar itu, pagi-pagi ia sudah berkotek-kotek, suaranya njebret sak Tegalkuniran.

"Jindul ik! Metu ya metu, tapi mbok pakai permohonan dulu. Kalau dadakan begini kan jadi amburadul targetnya!" Jes uring-uringan dengan wajah menghitam. Ya, maaf, memang dia sudah hitam dari sononya...

Terpaksalah dia ngrekrut tukang ketik baru dua orang, warga kampung situ. Sayangnya, mereka cuma bisa mengetik, tidak faham logika dan alur fikir skripsi. Tak pelak ketikannya salah melulu. Lembar skripsi jadi penuh tip-exx, therok-therok kayak wajahe Mbok Tomblok. 

Maka daripada dikomplain pelanggan, dalam waktu setengah hari saja, pengetik baru itu pun sukses dipecat tanpa pesangon!

"Hadeehh.. bisa setres yen ngene carane!" jeluh Jes sambil mengacak-acak rambutnya yang memang sudah acak-acakan dari sononya...

"Tenang, ndes, kan masih ada aku dan Tekek. Kita selesaikan bersama!" tantangku.

"Naah.. itu baru temannya friend namanya! Joss!!" ujar Jes girang.

"Tapi tarifnya harus khusus ini. Kalau tidak, ya maafkan kami..," pinta Tekek.

"Bagaimana kalau satu setengah kali, plus bonus Maido."

"Deal!" jawab Tekek cepat, yang kemudian saya aminkan.

READ MORE: MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading[Chapter 2 Part 23)


Jadilah malam itu kami bertiga lembur berlembar-lembar. Saking banyaknya yang harus diketik, saya sampai eneg sendiri. Skripsi yang harusnya skripsweet kerana mengandung duit, malam itu tiba-tiba berubah jadi skripshit!

Apalagi saya kebagian skripsi yang banyak tabelnya. Ya Allah.. mengapa cobaan ini Engkau timpakan kepada saya! Yang namanya bikin tabel dengan mestik (mesin ketik-typewriter) manual itu.. sesuatuh banget! 

Namanya sudah sanggup, ya dikuat-kuatkan, meski ujung telunjuk sudah kebas mati rasa. Tekan terus, ndess! Jika semalam dapat 100 lembar saja, bisa kumpul 100 x Rp75 = Rp7.500, plus bonus hik Maido sakklenger-nya!

Namun jangankan 100 lembar, belum lagi dapat 50, Jes sudah tepar duluan. Tepat pukul 01.45, matanya sudah merem(tutup) sempurna dengan kepala "nancep" di tuts mestik!

"Weh, juragan KO. Kita ikut rehat yuk!" usulku.

"Tidak bisa, ndes! Harus makan dulu! Maido first, sleep behind!" tukas Tekek.

Wah, iya ya...

Saat Jes mahu saya bangunkan, Tekek melarang. "Tak usah dibangunin. Nanti malah kita disuruh ngetik lagi!"

Wah, iya ya..

Tekek, langsung menyeret saya ke Jalan Kolonel Sutarto, tempat mbah Maido dan angkringannya bertakhta. Saya manut-ikut saja, kan waktunya memang sudah memasuki WIB.. waktu Indonesia bagian badh*g. Hehe..

"Wis sugih ya, wis ra sudi mrene! (Sudah kaya ya, gak mau ke sini lagi)" semprot mbah Maido begitu melihat kedatangan kami.

Saya dan Tekek cuma nyengir mendengar sapaan "mesra" itu. Normal dan standar, fikir saya, sambil menyambar nasi kucing, gorengan dan pesan teh ais dua gelas gajah.

"Sedang sibuk garap skripsi, mbah!" ujar Tekek.

"Yang nanya siapa!" potong mbah Maido.

Bwahahaha! Modar kowe! Saya dan Tekek tergelak, diskak-ster mbah Maido tanpa ampun...

Selesai makan, saya sepak kaki Tekek keras-keras. Isyarat agar dia yang ngomong bahwa yang akan bayar adalah Jes. Tapi Tekek balas menyepak kakiku lebih keras, sambil mengarahkan dagu ke Maido. Saya menggeleng. Tekek balas menggeleng, lalu angkat bahu.

"Mahu bayar tak? Ini sudah mahu tutup! Gek minggat! Tak usah tidur di sini!" bentak mbah Maido seperti membaca pikiran kami.

Akhirnya saya dan Tekek ping suit. Dia keluar jempol, saya kelingking. Saya menang. Segera saja tubuh Tekek saya dorong sekuat tenaga ke arah mbah Maido. 

"Eh, nganu, mbah.. yang akan bayar si Jes.." kaya Tekek terbata-bata.

"Endi bocahe!?! (Mana anaknya)"

"Nganu, mbah.. besok mahu ke sini. Bayarnya besok.."

"Jindul! Alasanmu sak kolam renang! Kalau tak punya duit gak usah ke sini! Maido pantang dihutang!!" bentaknya.

Tak mahu berpanjang urusan, Tekek saya gelandang pulang. Tak peduli Mbah Maido teriak-teriak sambil mengacung-acungkan pemecah ais.

"Hei! Bayar sik cah mlarat! Wani mulih takcacah-cacah kowe!
(Berani pulang saya cincang kamu)"


Kami cuek, terus saja melangkah sambil terkikik-kikik. Wis, sakkarepmu, Mbah. Sekali ini saja kasbon. Besok saya, eh.. Jes akan bayar jreng..

Sampai di kos, saya dan Tekek mengendap-endap kembali ke dekat mestik. Bukan mahu ngetik lagi, tapi mbeber tikar dan tidur menemani Jes yang sudah duluan dibuai mimpi. Ngantuk, ndess...

Tepat Azan Subuh, Jes bangun. Tak pakai lama langsung  menghardik kami sambil kepreh-kepreh.

"Ndladuk.. kok malah dha turu ki piye? Nih, Gundul cuma dapet 51 halaman. Tekek 52 halaman. Gimana sih, kan janjinya 100 halaman?!"

"Sabar.. dirimu dapat berapa?" tanyaku.

Jes menyambar hasil ketikannya, menghitung, lalu nyengir. "46..," desisnya.

"Saya benchmark-nya ya dirimu, Jes. Kamu kerja, saya kerja. Kamu tidur, saya juga tidur..." eyel saya.

Jes terdiam. "Eh, ngomong-ngomong kalian lembur sampai jam berapa?"

"Ngg.. jam 3-nan ya, ndes.." jawabku sambil mengejapkan mata ke Tekek.

"Lebih..," imbuh Tekek.

"Oke.. oke.. maafkan saya kerana ketiduran duluan."

"Tidak apa-apa, Jes. Yang penting kamu harus ingat pesan Rasulullah."

"Apa itu?"


"Bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya."

Jes menjep. Menyambar kalkulator, nunul-nunul sebentar, lalu mengangsurkan uang kertas dan kricik.

"Nih, Gundul Rp3.875. Tekek Rp.3.900. Tapi maaf, bonus tidak keluar kerana target 100 lembar tidak tercapai!" ujar Jes sambil pergi.

Saya memandang Tekek. Tekek memandang saya. Lalu kami berdua memekik, "Bajinduuuulll!!"

Sido dicacah-cacah Maido tenan ki mengko!!
(Kita dicincang-cincang Mbah Maido betul nantiknya)
[hsz] 
To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya, Anda boleh lihat disini linknya; 
Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of articles by, Nursodik Gunarjo
Rep, Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com

VIDEO; #TRUESTORY, BERTAPA DAN TERPERANGKAP DI PERKAMPUNGAN JIN BUNIAN GUNUNG JERAI NEGERI KEDAH || PART-1


No comments