MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 25]

<img src="fazryan87.blogspot.com.jpg" alt=" MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 25]">

MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 25]

WAITING FOR GAMA

TUMPAH RUAH


Bau hangit daging manusia terbakar meruap ke angkasa. Suara plethus-plethus tulang yang termakan api terasa menggetarkan dada. Uhh.. tengah malam begini krematorium Tiong-Ting malah "punya hajat"...

Biasanya, kremasi selalu diadakan siang hari. Pertimbangannya agar polusi suara dan baunya tersamar bunyi dan asap knalpot (exos) kendaraan yang lalu-lalang. 

Tapi entahlah, mungkin ada request khusus, sehingga "Ngaben"-nya warga Tionghoa (Cina) kali ini digelar menjelang dinihari. Namanya saja tengah malam, ya sepi. Dampaknya, bau dan suara itu jadi semakin menusuk indera.

Sesaat setelah letusan tulang yang ketiga, yang paling keras suaranya, Mitro muncul di pintu kamarku. Wajahnya terlihat pucat. Tubuhnya berkelumun sarung sambil tangannya membopong.. guling!

"Waahh.. penghuni kos sebelah! Ada apa kok tiba-tiba nongol dengan wajah seperti Scooby Doo?" sapaku heran.

"Aku takut, ndes! Mbayangke wong diobong (orang dibakar) kok rasanya mrinding disko. Serem. Jadi gak bisa tidur nih.."

"Well... Lalu...?"

"Aku mau nginep di kamarmu, boleh ya?"


"Wooo, jindul ik! Kemarin pindah dari sini kerana takut. Eh, sekarang boyong lagi ke sini kerana takut juga!" gerutuku sambil garuk-garuk kepala.

"Kritis, ndes! Bener-bener takut nih. Bayar gak-papa wis, yang penting saya ada temannya!" tukasnya.

Wah, maksa nih! Tapi dengar kata "bayar", Saya jadi terkikik sendiri. Kok ke sana arahnya? Memanya saya tipe renten (cety) yang suka ngambil rente dari rental?

"Ya udah, semalam Rp250 saja. Tapi tidak pakai peluk! Catat, sekali lagi, tidak pakai peluk!" ancam saya sambil menahan geli.

Mitro meringis kecut, manggut (ngangguk), lalu nyungsep di tikar bawah kakiku. Langsung membungkus daun telinganya dengan sarung dan menindihnya dengan bantal guling. Saya tertawa melihat upaya kerasnya meminimalisasi suara.

"Kenapa kupingnya gak kamu tinggal di kos saja, Tro!" gerutuku.

Mitro nyengir, sambil terus berusaha merem secepatnya.

Baru saja mahu memejamkan mata, eh.. terdengar suara ketukan perlahan di kaca kamar. Hadeeh, sopo maneeh iki? (Siapa lagi ini)

Saat saya buka.. woalah, Meyek!
Ia muncul dengan wajah ala Shaggy, kawan Scooby yang jirihnya ampun-ampunan itu. Sudah saya duga, kedatangannya juga pasti mahu minta suaka marganendra alias nunut tidur!

"Kapal keruk, jangkare kobong. Silahkan masuk, kamare kosong!" ujarku berpantun sambil menahan gemes.

"Jeruk purut dibuat es. Aku takut, ndesss...!" ujar Meyek sambil menyusul rebah mendampingi Mitro.

"Eit.. nanti dulu. Tarif hotel Rp250 semalam. Kalau tidak akur, sila tidur di emperan," godaku.

"Setujuh! Tapi...  tolong mesin ketiknya keluarin dulu..." kata Meyek sambil melirik mestik Brother yang ada di meja belajar dengan wajah takut.

Hadeehh! Sudah numpang, masih bikin rempong pula ni anak. Tapi saya maklum, Meyek dan lebih lagi Mitro pasti masih trauma. Takut mestiknya auto play lagi! Hehehe.. 

Terpaksalah si Brother, Saya gotong ke bekas kamar Meyek. Saya parkir sementara di situ.

READ MORE;
 MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 24]


Duo penakut itu sudah amblas dilalap mimpi, tapi malah saya yang ganti kelop-kelop. Mahu tidur, tempatnya sudah dianeksasi gondes-gondes itu. Apalagi kaki Mitro yang besar melintang di kasurku, seperti portal perumahan dosen Palur. Wah, mahu tidur di mana lagi nih saya?

Tiba-tiba terbersit fikiran usil saya. Biar saja mereka tidur di kamarku. Toh mereka bisa saling mengawani (bukan mengawini!). Dan Saya, bisa tidur leluasa di bekas kamar Meyek. Besok bangun, tinggal nagih Rp500 ke mereka. Kan lumayan, buat sarapan, hehe..

Saat berbaring di kamar Meyek, Saya baru sadar, ternyata dari sini bau daging manusia yang terbakar di Tiong Ting sangat menyengat. Jauh lebih menyengat dibanding di kamar saya. Hhhh... memualkan.

Lebih dari itu, baunya juga menciptakan suasana mistis yang aneh. Bau yang lebih kuat dari dupa atau kemenyan, yang biasanya membuat para lelembut belingsatan.

Saat fikiran menerawang, sekonyong-konyong Saya mendengar suara ribut. Gak jelas arahnya dari mana. Seperti orang bercakap-cakap, langkah-langkah kaki, suara musik, ah.. campur aduk.

Penasaran saya bangkit. Seperti ada yang menuntun, kaki ini melangkah ke halaman belakang.

Tepat di hujung halaman, Saya lihat Eyange berdiri mematung sambil memegang senjata andalannya, sapu gerang. Tapi beliau tidak bertindak apapun. Hanya diam sambil memandang ke kejauhan.

Melihat kedatangan Saya, Eyange hanya memberi isyarat agar saya tenang. Saya pun ndhepipis di pojokan, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Suara ribut masih terdengar, tapi tak sesosok makhlukpun saya lihat. Anehnya, suara itu seperti jauh, namun dekat di kuping. Dekat, tapi seperti bergema jauh, bahkan seperti di awang-awang.

Sekitar tujuh menit kemudian, suara ramai seperti pasar itu berhenti mendadak. Kesunyian terasa menusuk telinga, saking sepinya. Aneh, ke mana makhluk-makhluk itu pergi?

"Ini malam Anggara Kasih (Selasa Kliwon). Hari besarnya lelembut. Kebetulan ada bau yang mendukung, maka mereka semua tumpah-ruah keluar sarang," jelas Eyange.

"Berbahayakah mereka, Eyang?"

"Tidak. Mereka asyik dengan dunia mereka sendiri. Lagi pula, hanya segelintir manusia yang bisa mendengar suara mereka. Mas termasuk di antaranya."


Woohh.. padahal kalau saja disuruh memilih.. Saya mending tidak usah dengar suara-suara aneh seperti itu. Tapi ya gimana lagi, itu bawaan bayi je...


"Lupakan saja. Anggap saja kejadian tadi tidak ada. Lelembut kalau jadi perhatian dan diopeni, ya jadi besar kepala. Mereka kuat kerana kita puja,, kita takuti, kita hormati. Kalau kita biasa saja, ya mereka tidak bisa berbuat apa-apa pada kita," nasihat Eyang.

Yes. Satu semester lagi pelajaran tentang lelembut saya dapatkan dari Eyange malam ini!

Maksud hati kembali ke kamar untuk tidur. Namun melihat dua tubuh manusia yang centang-perenang memenuhi ruang, Saya balik kanan. Wah, mentang-mentang diminta bayar; seluruh petak ruang dipakai semaksimal mungkin!

Ah, sebentar lagi Subuh. Mending ditinggal ngisis sebentar sambil nunggu azan. Habis azan, duo penakut itu harus saya ekstradisi ke negara.. eh, kos masing-masing! Setelah itu, baru saya bisa tidur nyenyak sampai jam 08.00.

Sedang asyik di teras menghirup segarnya udara pagi pasca kremasi, tiba-tiba pintu gerbang kos didobrak dari dalam. Dua sosok tubuh berlari kencang sambil berteriak, "Setaaaaan!!!"

Jelas itu Mitro dan Meyek. Tapi kenapa mereka lari lintang-pukang? 

Saya susul ke rumah Ibu Pang. Busyet, pintu kamar Meyek dikunci dari dalam! Saya ketuk-ketuk tidak respon. 

Saya kejar ke kos Ibu Santoso. Kamar Mitro juga diselot dari dalam. Saya panggil-panggil namanya tidak jawab.

Wah, blai ini! 

Saya balik menengok ke kamar saya. Pintu sudah menganga lebar. Ember berisi cucian basah numplek di lantai. Sementara sarung dan kemul dua gondes itu terlempar di emperan!

Wah, pasti ada yang tidak beres ini!

Siangnya saya ketemu dua gondes itu di warung Ibu Wardi.

"Wah, edan.. kamarnu nguweriii..!" cetus Mitro.

"Hooh. Saat tidur tadi, ujug-ujug ada yang anjlok dari atas lemari, bruuggh!! Ya terus saja kita tinggal lari!!" timpal Meyek.

Mendengar cerita dua tak sejoli itu, saya langsung tepok pantat kuat-kuat.

"Yaelaaahh!! Yang mak brug itu ember (baldi) cucian jatuuuhh!" seruku.

"Tenane??"(Betul!) kejar Meyek.

Aku manggut pasti. "Kemarin sore habis nyuci hujan. Jadi saya amankan dulu."

"Ngono ya dideleh ndhuwur lemari?" (gitu ya, diletak atas lemari)


"Lha arep takdeleh ndhuwur sirahmu ya mesthi kowe protes!" jawabku sekenanya.

"Tapi.. kerana kita ketakutan luar biasa.. sewa kamanya gak usah bayar ya? Anggap saja impas," pinta Mitro.

Saya cuma njuwowos, sambil bilang, "Whaaat?!"

[hsz] To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya, Anda boleh lihat disini linknya;  Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of articles by, Nursodik Gunarjo
Rep, Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com

VIDEO; #TRUESTORY, BERTAPA DAN TERPERANGKAP DI PERKAMPUNGAN JIN BUNIAN GUNUNG JERAI NEGERI KEDAH || PART-3

No comments