MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 59]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 59]">
Ilustrasi Image by pinterest.com

MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 59]

(59) Cerbung Horor Humor Komedi Lucu Untuk Hiburan para Sahabat

WAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN

[Chapter 5 Part 59]

PENANTIAN 22 TAHUN

FORTUNA MEDIA -  Menanti itu membosankan. Maka menanti 22 tahun adalah bosan x 22. Mbuh apa kuwi jenenge.(Entah apa kamu, namanya) Pokoknya dari mbleneg masih ke sana lagi beberapa kilometer. Itulah 'W4G', Waiting for Gama yang kulakoni.

Sejak gagal masuk UGM (University Gadjah mada) tahun 1987, saya sudah berusaha keras agar patah hati dengan university idaman ini. Tapi hairan, hati ini tidak patah-patah. Malah saya suwe saya terkinthil-kinthil. Makanya move on-nya ya gagal melulu. 

"Bagaimana mahu move on dari patah hati, wong jadian aja gak!"  ledek Aris, satu-satunya Gondes Kuncen yang berhasil menaklukkan sang Gadjah.

"Hi hi hi, ngenyik kih... tapi benar juga ya. Padahal aslinya di garis tanganku sudah ada gambar UGM loh,"  ujarku.

"Dari mana kamu tahu?"

"Mbah yang di sumur Kuncen itu."


"Lhah, dia kan hanya menyebut lulus, gitu. Tidak menyebut kamu mahu diterima di UGM!"

"Dia juga tidak  menyebut Aku lulus tahun berapa, kok. Mbuh S2, S3, S4, Tidak dibatasi. Kan itu open statement!"  eyelku.

"Sakkarepmu, Ndes! Asal kamu bahagia dan sejahtera wis!"  ujar Aris yang sudah tahu betul bagaimana tekadku untuk menaklukkan UGM. 

"Naah, gitu dong, kasih support. Masak UGM dipack dhewe, tak fren blas!" sungutku.

Aris tertawa ngakak. Sementara saya tergugu-gugu disekap rindu. Rindu pada Kampus biru yang tak padam oleh detak waktu. Sekali-sekali puitis, ya ra, Ndes?

    READ MORE :
Anda Ingin Jadi Pramugari AirAsia. Ini Rahasianya!
Inilah Kampung Pitu,Desa Misteri di Gunung Kidul yang Konon Hanya Bisa Dihuni 7 Keluarga
Top 5 Travel Destinations In Indonesia "The Anti Mainstream For This Year's Holiday"

Dan bara kesumat kangen-rindu itu berkobar menjadi api. Manakala Menkominfo Sofjan Djalil di tahun 2009 mengumumkan membuka 250 lowongan beasiswa untuk karyawan Kemkominfo se Indonesia. Alokasinya, 50 untuk S1, 150 untuk S2 dan 50 untuk S3. 

Akeh tenan kiye, (banyak betul ini ya) ndes! Masak dari 50 beasiswa S3 yang tersedia, ora isa njupuk siji wae untuk membobol pintu UGM? Itu namanya kebacut bin kebangeten! 

Ini kesempatan terakhir bagiku. Kalau tidak bisa lolos UGM kali ini, Ya sudah. Nama UGM akan saya kubur dalam sub-concious otakku yang paling dalam. Saya jadikan monumen kegagalan termegah di ruang jiwa. Tetapi tidak akan pernah saya ziarahi sepanjang hayat. Lumuten lak mbok ben!

Ibarat perang, inilah puputan margarana. Pilihannya kudu menang, atau habis sekalian. Maka siang itu saya menghadap Pak Kaban membawa degup jantung yang meloncat-loncat. Keder, kerana pertempuran pertama yang harus saya hadapi adalah meyakinkan beliau agar menyetujui saya kuliah di UGM.

Sangat mengejutkan, saat saya bilang mahu kuliah di Gama, Pak Kaban langsung menggelengkan kepala. Lalu menatap tajam ke arah saya. Wajahnya terlihat masygul. 

"Kuliah S3 harus. Tapi tidak di UGM. Mas harus kuliah di UI. Izin belajar, bukan tugas belajar. Jadi masih ada waktu untuk membantu pekerjaan kantor yang belum selesai,"  ujarnya.

Pet. Dunia gelap. Langit terasa runtuh seketika. Semangat yang sudah membubung, tiba-tiba gembos seperti balon kena peniti. 

"Tapi, bagi saya, UGM adalah obsesi seumur hidup, Pak...,"  pinta saya, sambil menceritakan betapa saya sangat mendambakan bisa kuliah di kampus biru itu.

Pak Kaban bergeming. Ia kukuh, bahwa UI lebih tepat buat saya. "Saya memanggil Mas ke Jakarta untuk membantu saya. Tolong saya jangan ditinggal dulu, sebelum program yang kita terapkan ini setlle,"  ujar Pak Kaban setengah memohon.

Lemaslah dengkul saya tersundut dilema. Pak Kaban bisa jadi benar, UI lebih cocok kerana membuat saya tidak pergi ke mana-mana. Tapi passion saya tidak di sana. Saya ingin sekali kuliah di UGM. Tapi di sisi lain, saya juga sudah berjanji mahu bantu Pak Kaban. Dan janji adalah hutang yang harus dibayar...

Dua malam saya tidak bisa tidur, memikirkan bayangan kegagalan saya kuliah di Univ Gama. Mosok Waiting 4 Gama kok seumur hidup. Kalau benar begitu ya bukan W4G lagi namanya, tapi B4G, Boring 4 Gama.

"Mbok sampean sholat istikharah, Pak. Jangan cuma bengong kayak orang songong gitu!"  tiba-tiba Brontho, si raja ajep-ajep, nyeletuk.

Saya sampai terpana tak percaya. Dia yang selama ini baca bismillah saja kikuk, menyuruh saya sholat istikharah? Tidak salah nih?

"Dengar apa yang diucapkan, bukan siapa yang bicara. Begitu kan, Pak,"  ujarnya sareh.

Saya tertunduk mendengar nasihat dadakan itu. Haru tenan kiye, Ndes! Segera saya salami kawan saya yang sehari-hari slengekan itu sambil mengucapkan terimakasih.

Malamnya, sesuai anjuran Pak Brontho, saya sholat istikharah. Berdoa mohon ketetapan hati dan dijauhkan dari kebimbangan. Setelah itu bobo gasik. Tidak ada mimpi dan firasat apa-apa sih, Tetapi esoknya saya diberi kemantapan untuk daftar di.. S3 Komunikasi UI (Universty Indonesia). 

Tidak tanggung-tanggung, yang ngasih tandatangan rekomendasi Pak Menteri sendiri dan Pak Kaban. Kurang kuat apa jal? Mestinya UI takut, he he he..😄.

Tapi tidak tahu kenapa, saat test Bahasa Inggris dan TPA, saya dinyatakan gagal! Nilai saya ternyata di bawah passing grade! Pak Kaban sampai agak marah dan tidak percaya saya tidak lolos test awal.

"Ah, sampean menggarapnya tidak serius pasti?"  tudingnya.

"Waduuh. Demi Allah saya sangat serius, Pak. Saya sendiri kaget, kok tidak lulus TPA. Tapi, sudahlah. Saya tidak ambil S3 tidak apa-apa, Pak. Fokus di pekerjaan dulu,"  ujarku tegas.

"Wah, ya tidak bisa. Mas harus kuliah, mumpung ada kesempatan. Di manapun, asal jangan di Swasta."

"Wooh.. Di UGM, boleh?"

"Hmm.. silahkan saja, kalau masih buka."


Duaar! Rasanya ada kembang api warna-warni meledak di dalam kepalaku. Kaget dan bahagia banget dengar pernyataan itu! Langsung saja saya cium tangan Pak Kaban.

"Kok senang banget, gitu? Kayak sudah pasti diterima saja sampean ini!" tegur Pak Kaban geli. 

Saya tersipu. Euforia je, bos! Pokoknya kalau kelakon bisa diterima di UGM, saya nazar mahu menjerit sak kemenge di Gedung Pusat. Tenan iki!

Tidak pakai lama saya langsung mengajukan cuti tiga hari untuk mengurus tetek bengek dan tetek bebek ke Wonosobo dan Jogja. Untung Pak Kapus (Ketua Pusat) saya tidak banyak tanya, langsung ureg-ureg tandatangan. Lancar deh..

Sabtu pagi, saya ditemani Nyonya Menir keliling kampus UGM untuk cari info. Awalnya ke Fisipol, tapi ternyata Sabtu tutup. Info dari staf jaga di Bagian Akademik, ternyata Fisipol belum buka S3 Komunikasi. Wealah!

Dari Fisipol saya ngglender ke Pasca-Sarjana di Gedung Lengkung. Info dari Mbak Wiwin yang sedang lembur, ada program S3 yang namanya Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan (PKP).

"Pas kuwi, Mas. Kan kerja sampean ngurusi sosialisasi program pemerintah," ujar Nyonya-ku.

Saya manggut. Bagi saya sih apapun jurusannya, asal di UGM ya pas kabeh. "Jangan jurusan Kimia Organik wae nek-asal entuk-bisa mlebu-masuk, asal Gama, aku gelem-mahu, kok!"  ujarku mantap. 

Bojoku-Istriku cuma ngekek. Mungkin dalam batin mikir, wong yen wis kedanan Gama ya ngene iki! Wkwkwk...😂

Tapi ternyata dia punya alasan lain. "Saya juga yang penting UGM. Soale bisa cedhak bojo. Setidaknya tiga tahun bisa NDR, no distance relationship!"  ujarnya sambil mengedipkan mata penuh arti.

Yoh yoh yoh.. Wayahe.. wayahe!

Seminggu kemudian saya melengkapi berkas pendaftaran termasuk rancangan proposal disertasi, membayar di bank, test tulis dan wawancara. Mbuh kok semua bisa saya lalui dengan mulus. Sepertinya "mestakung", 'semesta mendukung'

Sebulan kemudian, hasil seleksi diumumkan. Nama saya muncul bersama 12 nama lain yang diterima di Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan, University Gadjah Mada. Alhamdulillaaah, goal, Ndesss!

Sepulang dari daftar ulang. Tiba-tiba saya ingat nazar saya. Kadung terucap ya mesti dilakoni. Maka saya sengaja menepikan mobil di gerbang Gedung Pusat arah Jakal yang tertutup portal. Di situ saya keluar mobil. 

Saya pandangi ikon UGM itu dengan tatapan puas. "Now, you are not just stay in my dream. You are dream that come true!"  bisikku keminggris. Salah hambok ben. Wong bahagia ki bebas, Ndes! Ha ha ha...😂

Setelah tolah-toleh sebentar memastikan suasana sepi, saya berteriak sekuat tenaga, "Wooaaaaaaaahh!!!" 

Lepas sudah obsesi yang menghantui saya selama 22 tahun! Bul ya mung ngene thok!

Eh, sedang excited, sekonyong-konyong seorang satpam (satuan pengamanan/security) berlari dari Gedung Pusat menuju ke arah saya.

"Iya saya. Ada apa Mas?" tanyanya.

"Eh, anu, tadi saya melepas niat nazar. Kalau diterima di UGM mahu teriak di sini," jelasku.

"Owwhh.. saya kira manggil saya?"

"Laah.. Memangnya nama sampean siapa?"


"Wahyono!"

"Panggilannya?"

"Wah!"


Saya mengeja dalam batin. Wah.. Woah.. Wooaaahh.. Memang mirip sih!

Ngoa ha ha ha! 😁   [HSZ]

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya;
  Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #kuncen, #misteri, #misteri,

No comments