MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 60]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 60]">
Ilustrasi Image by .pinterest.com

MISTERI KUNCEN. Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 5 Part 60]

(60) Cerbung Horor Humor Komedi Lucu Untuk Hiburan para Sahabat

WAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN

[ Chapter 5 Part 60 ]
  • Pada siri ke- Chapter 5 Part 59    Di kisahkan Mas Nursodik Gunarjo (Mas Gun/penulis) yang telah berjuang dalam penantian selama 22tahun untuk menggapai cita-citanya bisa kuliah di University Gadjah Mada (UGM), Jogjakarta. Akhirnya Allah Ta'ala perkenankan do'anya.

  • Jadi, selanjutnya di eposode berikiutnya. Sudah pasti banyak kisah-kisah menarik selama Mas Gun kuliah S3 di UGM. Selamat membaca guys.👦

PESTA "SUSTER - NURSE NG3SOT"

FORTUNA MEDIA -  Sudah takbedhek sakdurungnya. Prodi (program pengajian/study program) yang ada kata "dan"-nya pasti suka pecah konsentrasi. Orientasi penghuninya 'ngrujak sepur, siji ngalor-siji ngidul'. Tapi, tidak apa-apa Ndes pecah konsentrasi, daripada pecah kongsi. He he.😄

Contohnya Prodi-ku "Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan" (PKP). Dosennya sebagian adalah dosen (lecturer)  Penyuluhan Pertanian. Sebagian lagi dosen Komunikasi. Beda aliran. Mahasiswanya juga begitu. Separoh lebih menyukai "penyuluhan". Separoh kurang, gandrung "komunikasi pembangunan". Saya sendiri kerana bingung, pilih "dan" wae lah... Ha ha ha!😀

    READ MORE :
Novel Collection
KISAH SUFI, SANG KYAI
The Story of The Prophet Muhammad SAW

"Saya lebih suka penyuluhan kerana erat dengan hobi saya,"  ujar Udin yang asli Makassar, Tetapi Jawane medhok-totok ndeles les les.

"Memangnya apa hobimu, Din?"

"Menyuluh kodhok dan menyuluh welut!"  jawabnya sambil mrenges. 

Kami semua ikut ngekek sak neneke. Jik usum ta, nyuluh welut (belut)? Ha ha..

"Kalau aku sih lebih suka komunikasi pembangunan, kerana itu mengingatkan profesi saya semasa muda dulu," sahut Naja.

"Oh, ada ya, profesi komunikasi pembangunan?" tanyaku.

"Ada. Tempatnya tinggi malah."

"Weh, jabatannya apa itu?"


"Muadzin!"

"Kok muadzin?"


"Ya, kan tiap Subuh menyebarkan pesan untuk membangunkan orang dari menara!"  jawab Naja ngglewes.

Bwa ha ha.. baru tahu saya, komunikasi pembangunan ki jebul nggugah wong turu toh? 

Saya suka, saya suka. Mulai lucu iki, Ndes! Ternyata PKP tak segaring yang saya kira. Iki malah teles-kebes. Kanca-kanca/rakan2 akeh/ramai sing/yang mblebes. Semoga sesuai dengan motoku: "Kuliah dengan riang-gembira, segar sumyah sampai wisuda"!

Segar tenan ternyata, kerana kuliah hari pertama... kosong. Asyiiik. Wis mbuh, ndes.. Mbuh kuwi mahasiswa S1, S2, apa S3.. kalau jam kosong kok ya senang wae. Penyakit turun-tumurun tenan iki..

"Jane yen dipikir-pikir ya guwoblok tenan kok-an".("Katanya jangan difikir-fikir ya, bodoh betul kok-an")  Wabil-khusus Aku lho ya... Ngenteni isa mlebu (Menunggu bisa masuk) UGM 22 tahun. Setelah masuk kok gur pengin ngrasakke nikmatnya jam kosong. Kan terbacut itu jenengnya! Tapi kata Udin tidak jadi majalah. "Ora pati mlebu, tapi kan Gama!" katanya. Baiklaah...

Ya untungnya, gedung lengkung punya Trilogi CSR (culinary-sport-rest). Kalau kosong ya tinggal sarapan kedua apa ketiga dulu di kantin Pasca yang enak dan muriih. Habis makan, biar tidak gendut, bisa lanjut pingpong di blok F dekat parkiran belakang. Yang telanjur gendut, bisa ke Masjid di bawah jembatan untuk.. tidur!

"Tidur kok di Masjid, bukannya itu tempat ibadah?"  tanya Gil, mahasiswa S2 PKP yang asli Timor Leste.

"Iya, Gil, sholat dulu, sih. Tapi lihat, habis itu pasti pada tumbang. Semua lelap berbantal sebelah lengan!"  sambar Kris sambil menunjuk deretan mahasiswa "korban jam kosong" yang sedang molor berjamaah seperti pindang.

Gil nyengir. 😆

"Itu sih kawan-kawanku yang memang hobi tidur. Di kelas pun mereka lebih banyak merem daripada meleknya,"  jelas Gil sambil terkekeh.

He he he.. padha wae tibake! Saya juga begitu. Tak bisa mengelak dari hawa Masjid yang membawa kesejukan dan kedamaian. Asal masuk Masjid yang di atas air itu, nyess.. adhem, dan mata kontan liyer-liyer. 

Apalagi kalau sedang Jumatan, wuaaah.. yang melek dan berapi-api cuma khatibnya. Makmum dan Imamnya semua tertunduk dengan mata kriyip-kriyip seperti lampu led indikator mejik jer!

Syukurlah, kuliah di program doktoral sama sekali tidak berat. Bagi dosennya tapi. Kalau bagi mahasiswa ya abot tenan, ndes! 

"Saya amati, di S1 dosen bicara, mahasiswa ngantuk. Di S2 dosen bicara, mahasiswa bicara. Nah, di S3, mahasiswa bicara, dosen ngantuk.. eh, mendengarkan,"  ujar Non.

Iya juga sih. Kuliah S3 itu isinya cuma review buku, paparan, diskusi. Paparan, diskusi, review buku. Diskusi, review buku, paparan. Muteeerr terus kayak gangsingan! Dan di seluruh aktiviti itu, mahasiswa yang lebih aktif!

"Jadi aslinya, yang kuliah itu Pak Prof' dan Pak Doktor. Pengajarnya kita,"  bisik Juni ke kuping saya.

"Kalau tidak dipaksa begitu, mana mahu kalian baca referensi, apalagi textbook. Sudah terbukti bahwa reading habit kita rendah, tapi riding habit kita sangat tinggi. Makanya, pintar kagak, anak banyak sudah pasti!"  gurau profesor senior pengajar saya.

"Ahihihi... riding habit. Kalau itu memang benar adanya, Prof!"  kata Juni tersipu. Tersipu campur kaget, kerana ternyata pendengaran pak prof masih tajam! He he..

Tapi masih ada saja desas-desus yang membuat bulu roma akademik berdiri. Konon, kuliah di Gama itu seperti ikan masuk bubu: "gampang masuknya, sulit keluarnya". 

"Banyak mahasiswa yang menua di kampus akibat tidak kunjung lulus," kata Udin dengan wajah khawatir.

Saya hanya tertawa mendengar gosip itu. Iya saja tua di kampus, wong mendaftar jadi mahasiswanya sudah tua. Kalaupun benar, saya juga tidak akan komplain. Ikhlas kok saya berlama-lama kuliah di UGM.

"Masuknya saja perlu waktu 22 tahun, Ndes, masak kuliah-nya mung sak crit?" protesku.

Udin hanya garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Yang lain minta patas, kok situ malah minta bumel. Dasar penglajo!" celetuknya kesal.

Luweh. Hambok ben! Prinsipe wong Jawa kan alon-alon waton kelakon. Gremet-gremet waton slamet. Dilakoni kanthi sareh ora sar-sor, nir sara rumesep jroning sarira lan rasa. Dimatke kanthi emut amrih ora amit-amit, diiwit-iwit dimen awet ora mawut-mawut. 

"He he.. apik ora, ndes, candrane?"

"Apiiiik... tur, ngawur!"  potong Kris.

Maka ketika yang lain ribut soal disertasi. Saya malah asyik keliling menikmati UGM dengan segala dinamikanya. Yang pertama saya cari tentu lokasi mana saja yang bikin bulu halus di lengan saya berdiri, khususnya di gedung lengkung.

Sungguh saya sangat takjub, gedung sebesar dan semegah itu kok sangat clean! Biasanya tidak ketang satu. Ada ruangan atau bagian yang singup. Ini kok bersih total. Apakah dulu pembangunannya melibatkan orang "pintar?" Wallahu a'lam. 

Ya memang ada merinding sedikit di pojokan dekat Masjid dan parkiran basement. Ya wajar lah, karakteristik tempat-tempat yang dekat badan air memang begitu. Tapi intensitasnya kecil sekali. Suara-suara aneh, nihil. Penampakan juga absen. Top tenan!

Maka saya sangat terkejut ketika menjelang Maghrib sedang berjalan ke tempat wudhu" dengan Diro, penjaga fotocopy. Tetiba melihat sesosok makhluk seukuran bayi sedang ngesot sambil mengeluarkan suara krugh.. krugh..krugh!

Diro langsung balik badan sambil lari lintang-pukang. Tapi saya tetap berusaha tenang, sambil mengawasi makhluk yang terus mendekat. Saat jaraknya sekitar tiga meter, bau amis meruap. Makin dekat, jelas kelihatan bahwa makhluk ngesot itu adalah.. lele! 

Lele (Ikan Keli) sungguhankah? Entahlah. Ukurannya memang tidak normal, super duper besar! Saat saya dekati mahu Saya pegang, mendadak binatang itu bergerak cepat nyebur ke kolam.

Toh Diro telanjur takut sampai ubun-ubun. Senja itu ia batal sholat Maghrib. Meski saya bilang berkali-kali bahwa itu lele, ia tetap tak percaya. 

"Tidak mungkin lah, pak, lele sebesar itu. Lagian ngapain jalan-jalan ke darat. Memangnya mahu kuliah? Pasti itu Suster ngesot!"  ujarnya dengan wajah pias.

Hadeeh.. wong wedi ki pancen ya koppig tenan kok!

Iya baru percaya, ketika Juma'at minggu depannya kolam bawah Masjid dikuras. Ternyata benar, di dalamnya bergelimpangan ikan lele seukuran bayi dengan panjang hampir satu meter!

"Tuh, susternya semok-semok, Diro!"  godaku.

Ia cuma nyengir. 😟

Saat Mas Wanto, salah satu pegawai yang sedang menguras kolam, menyodorkan seekor ikan lele gigantik untuk dibawa pulang, Diro kicat-kicat ketakutan. 

"Mboten, Pak! Mboten! Saya gilo!" teriaknya.

"Wealah. Ya sudah, biar dibawa Mas Gun saja,"  kata Mas Wanto sambil menunjuk saya.

Woh.. mahunya sih saya tolak, tapi Mas Wanto memaksa saya. "Direncangi ndhahar, Mas. Niki jumlahe kathah sanget. Tidak habis dimakan satu RT!"

Baiklah, suster.. eh, lele itu akhirnya saya naikkan ke mobil dan saya bawa pulang ke Sinduadi, Sleman, rumah paklik (pakcik) yang juga kost saya. Langsung saya eksekusi dan saya goreng.

Malamnya, kami pesta makan "suster ngesot" sampai klempogen!

Inyak.. inyak..(Enak..Enak) 😂 [HSZ]

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya;
  Misteri Nusantara  

Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #kuncen, #misteri, #misteri,

No comments