MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 32]

<img src="https://fazryan87.blogspot.com.jpg" alt="MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 32]">

MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2 Part 32]

(32) Cerbung (Cerita Bersambung) Horor, Humor, Komedi, Lucu, untuk hiburan para Sahabat

WAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN

PAHITNYA MADU


FORTUNA NETWORK- "Desa mawa cara, negara mawa tata", Tiap Daerah memiliki ciri khas tersendiri. Demikian pula Dawungan. Desa ini sungguh unik dari sudut pandang astronomic, geographic, 
maupun sociocultural.  Weh, sejak KKN bahasa-ne lincip tenan, ndess!

(KKN-Kuliah Kerja Nyata-semacam Praktikal sebelum graduate di Malaysia- Editor)


Soal kondisi alam Dawungan, cuma Ebiet G Ade yang bisa menggambarkan secara pas, "tanah kering bebatuan." Benar-benar gersang. Jangankan 'horticulture' rumput pun berkeluh-kesah kalau disuruh tumbuh di sini. 

Potensi alam di sini memang sangat minus. Itulah yang membuat hampir seluruh penduduk usia produktif merantau ke Jakarta. Saya tahu kondisi itu saat mengundang warga untuk kerja bakti memperbaiki talud jembatan Tretes. Duuhh.. ternyata yang datang semua para lansia-lanjut usia dan anak-anak?

"Yang muda-muda pada ke mana, pak?" tanyaku pada Pak Kadus Tretes.

"Macul di Jakarta," jawabnya.

"Memang gak bisa macul di sini?" kejarku.

"Malas, Mas. Di sini, tanam singkong panennya sidagori (sejenis semak). Tanam padi panennya alang-alang. Mending pada ke Jakarta jualan bakso atau mie ayam," ujar Pak Kadus.

Ya. Vegetasi (Vegetation-Tumbuh2an) yang tumbuh subur di Dusun Dawungan, Sempor, Paran, dan Tretes, hanyalah jambu mete. Selain jambu, dipastikan bakal dilanda stunting dan daunnya menguning. Ada sih beberapa petak sawah dekat aliran Sungai Keduwang. Tapi untuk saat ini, kondisinya pun retak-retak dihantam kemarau.

Soal tradisi, Desa ini tergolong lain dari yang lain. Hampir setiap rumah punya satu pohon besar yang difungsikan sebagai "dhanyangan", tempat memuja arwah nenek moyang. Di pohon besar itu, pada hari tertentu, lazim diberi cok bakal (sesaji) dan dibakari kemenyan. 

Pak Polo sendiri punya "dhanyangan" berupa pohon trembesi besar di ujung pekarangan sebelah Barat dekat kalen. Tapi ia mengaku sudah tidak aktif melakukan ritual di sana. 

"Tinggal mbah Kakung yang masih suka ngobong menyan. Kalau saya ngobong menyannya di mulut (maksudnya merokok klembak menyan)," ujarnya.

Yang unik, kalau ada orang hajatan-kenduri, sudah pasti memasang loudspeaker alias Toa di pucuk pohon tertinggi. Suara lagu-lagu dangdut dan gamelan yang diputar dari pita kaset akan bergema seantero desa. 

Dijamin berisik-bising maksimal deh. Tapi gak boleh protes, kerana melek-begadang semalaman mendengarkan kaset termasuk dianjurkan sebagai salah satu bentuk solidariti berbagi kebahagiaan... he he he.😂

Nah ini yang sungguh ajib-hebat, dua hari sebelum hingga setelah malam hajatan, selalu digelar permainan ceki (jvdi k4rtu). Jvdi ini dianggap sebagai kegiatan legal dan normal belaka, kerana merupakan bagian dari tradisi turun-tumurun!

Bahkan saking legalnya, untuk keperluan itu, di Kantor Desa tersedia inventaris meja bundar tanpa kaki sebanyak 20 buah, yang memang khusus disewakan untuk permainan jvdi. Hasil sewanya dicatat sebagai bagian dari Pendapatan Asli Desa (PAD) yang dilaporkan rutin di musdes-musyawarah desa bulanan!

Jangan diragukan lagi soal keamanannya. Sebab kalau ada aktiviti perjvdian seperti itu, yang hadir di barisan terdepan adalah Pak Camat, Danramil-Komandan Daerah Militer dan Kapolsek- Ketua Polis Balai. Di meja belakangnya, Pak Polo dan perangkat desa. Baru di baris terakhir, sohibul bait dan warga setempat. 

Ini berlaku tidak hanya saat hajatan, tapi juga saat ada kematian. Kalau ada warga meninggal sore, malamnya jenazah biasanya akan diinapkan. Alih-alih baca Yasin, sambil "tugur" atau menunggui yang mati, warga justru sibuk membanting Dimpil, Plompong, Senthun, Ketok, dkk di ruang sebelah. Uniknya, hasil kemenangan para gambler ini seluruhnya akan disumbangkan ke keluarga yang ditimpa musibah. Elok tenan-betul...

Sungguh Desa yang penuh kejutan. Saya yang asli ndesit saja suka tertegun-tegun dengan kejadian tak terduga yang saya alami di Dawungan bersama para gondes. Salah satunya adalah soal janji yang harus dan wajib ditepati.

Bagi sebagian warga Dawungan, Mahasiswa KKN adalah selebriti. Tak heran saat tour of dusun, ada saja yang datang mendekati. Salaman sambil ngobrol ketawa-ketiwi. Itulah bentuk selfie nir-kamera.

"Jangan lupa, nanti sore mampir ya Mas, Mbak!" pesan mereka.

"Biasanya kami spontan jawab saja, "Nggih pak, bu, mbah, lik.. dst." Maklum, yang ngampirke-mengajak banyak banget. 

Tak tahunya, kata "inggih"-Oke, yang kami ucapkan, dimaknai sebagai janji alias kesanggupan kami untuk datang bertamu sungguhan. Walaah..

Malam itu sekitar jam 21.00, kami heran tak kepalang, saat Bu Polo bilang ada delapan orang ngantri mahu sowan ke markas KKN, sambil membawa bakul nasi dan rantang susun!

"Semua bilang, mahu mengirim dhaharan (makanan) untuk mas-mbak KKN. Katanya tadi sudah masak besar, tapi ditunggu-tunggu mas-mbake gak datang ke rumah!" jelas Bu Polo.

Huaduuuhh... sungkan tenan iki, ndes! Akhirnya warga yang "nonjok" itu kami temui satu per satu. Kami minta maaf ala AU--setinggi-tingginya, ala AL--sedalam-dalamnya, dan ala AD--seluas-luasnya. Mereka hanya bilang, "mboten nopo-nopo", tapi repotnya, masakan tetap ditinggal untuk kami semua!

Bisa mbayangkan gak, ndes.. dalam waktu semalam dikirim menu paket lengkap delapan set! Makmur tenan yen iki, tapi campur malu dan sedih. Malu, kerana itu akibat salah kata ke para warga. Sedih, kerana pasti kami akan kekenyangan. Dan kekenyangan akan berdampak pada frekuensi ke belakang. Sementara persediaan air di kamar mandi tetap tipis! Duh...

Sejak itu, kami hati-hati benar jika mahu mengucapkan kata "inggih", khususnya yang menyangkut tawaran mampir. Mending dijawab, "Maaf kami semua sedang sibuk menggarap papan monografi!" Lebih aman!

Be Smart, Read More;

Misteri Nusantara
MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [12]



Sore itu kami sedang santai di halaman, ketika Pak Polo muncul dari kebun dengan wajah bungah.


"Mas, suka madu?"

"Wah, pacar aja belum punya, bagaimana bisa merasakan nikmatnya madu!" jawab Juni.

"Maksudnya madu tawon." tawon-lebah

"Owh.. kalau itu gak nolak."

"Yuuk, ikut saya!" ujar Pak Polo sambil menggelandang kami yang cowok ke arah dhanyangan.

Ternyata ada tawon madu bersarang di lubang pohon trembesi. Sepertinya sudah besar dan ranum. Bakal panen raya nih! Tapi melihat ribuan tawon berseliweran, Setyo, Widi dan Juni langsung ngacir balik ke rumah. "Wedi dientup (takut disengat!)!" seru mereka serentak.

Ya wis lah. Dientup tawon itu berat, kamu tak akan kuat. Biar kami saja! Celetukku dalam batin.

Pak Polo menyulut rokok klembak menyan dan meniup-niupkan asapnya ke lubang tempat sarang tawon. Ajaib, ternyata tawonnya pada minggir. Langsung saja lubangnya dibobok pakai kapak. Sarang yang penuh madu ditarik ke luar, lalu dilemparkan ke ember yang saya pegang.

Pada tarikan kedua, melihat madu segar menetes, Pak Polo mupeng. Tak sabar, sarang yang menul-menul langsung disobek dan disuapkan ke mulut. Setelah itu disesep madunya dan ampasnya disemburkan ke udara. Begitu berulang-ulang.

Saat sedang asyik memamah sarang, tiba-tiba, "Aduuuhh!" Pak Polo menjerit sambil menepuk-nepuk mulutnya. "Ilatku dientup! (Lidahku tersengat)!" teriaknya sambil merosot dari atas pohon.

Untung semua sarang sudah di-download. Segera saja saya masukkan ke ember dan kami berdua berlari pulang. Sepanjang jalan, Pak Polo mendesis-desis kesakitan. Matanya berair dan pipinya merah.

Sampai di rumah ia langsung masuk kamar dan tidak keluar lagi sampai malam.

Lepas Isya', bau lezat masakan menguar dari dapur. Kontan saja perut para gondes berkukuruyuk.

'Masak apa, Bu", kok baunya aduhai?" tanya Retno.

"Bothok (pepes) tawon, yang tadi diunduh mas Gun."


"Yang dibothok apanya?" kejar Widi ikut nimbrung.

"Ya anaknya tawon. Larvanya. Uenaaak kok Mas!"

Awalnya agak gimana gitu melihat bentuk masakannya yang aneh, namun setelah dicicipi, semua sepakat bahwa rasanya memang ogud. Oke dan gud. Apalagi ditambah minumnya madu diencerkan pakai air hangat. Wiih.. cucok meong!

Gak sampai setengah jam, semua sudah leyeh-leyeh kekenyangan. Apalagi yang pas setelah kenyang selain tidur. Malam itu kami pun merem lebih awal. 

Jam setengah lima, Widi mengobrak-obrak tidur saya dengan wajah gugup. 

"Ndes, wajahku bengkak!"

Belum lagi saya jawab, Setyo dan Juni muncul. "Aku juga! Malah sekujur tubuh!"

Tak lama, Ranti dan Retno muncul dengan kondisi sama, bengkak. Malah Retno pakai bilur-bilur merah seperti biduren.

Woalaah.. ternyata semua alergi tawon! Cuma saya sendiri yang tidak bengkak!

"Bajindul.. gak setia kawan ini namanya! Lainnya bengkak, kamu kempes sendiri!" semprot Setyo.

Saya cuma bisa garuk-garuk kepala.

Sedang ubres membahas alergi tawon, tiba-tiba Pak Polo keluar kamar sambil menutupi muka dengan telapak tangan.

"Laah.. kenapa mukanya, pak?" tanya Retno.

Pak Polo berhenti. Membuka telapak tangannya sambil menjulurkan lidah.

Wuaaaaa... ternyata wajahnya juga tembam seperti Gajah Mada!!
[hsz] 

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya;
  
Misteri Nusantara  


Courtesy and Adaptation of Articles by, Nursodik Gunarjo
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com

VIDEO ; Bicara Lawak Santai "Helmy Yahya" Bersama "Aktor Veteran Anwar Fuadi"

No comments