Al-Aqsha, Lentera di Saat Timeline Umat Gelap Gulita
Al-Aqsha, Lentera di Saat Timeline Umat Gelap Gulita
Semoga kabarmu baik-baik saja.CAKRAWALA NEWS l Kemarin seorang doktor bercerita bahwa ada beberapa orang yang datang buat pemeriksaan (checked) ke kliniknya, mereka menceritakan lelahnya fisik dan mental. Mungkin kerana berita-berita negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Ibarat sebuah kisah, ini adalah bab yang gelap. Semua orang berjuang tetap menjaga akal sihatnya menghadapi dunia. Maka, sesekali kami pun tidak mahu membuka media sosial. Menjaga batin. Menjaga kewarasan. Tentu dengan tetap sounding Sumatera dan Ghāzzāh.
Beberapa waktu lalu, seorang ulama muda bernama Syaikh Ahmad Yusuf As- Sayyid mengangkat sebuah tadabbur tentang Masjid Al Aqsha.
Beliau mengajak murid-muridnya untuk mentadabburi satu (1) ayat dan (1) hadits. Masing-masing punya hubungan dengan Baitul Maqdis.
Ayatnya, adalah surah, Al Isra' ayat (1), "Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya..."
Adapun 1(satu) haditsnya, adalah sabda Rasulullah ﷺ pada Auf bin Malik Radhiallahu 'Anhu sepulang dari ghazwah Tabuk.
Nabi Muhammad ﷺ menyatakan bahwa ada 6 (enam) tanda sebelum kiamat, dan baginda memulainya dengan, "...wafatku; kemudian pembebasan Baitul Maqdis" (Hadits Riwayat Al-Bukhari). Nah, dari satu (1) ayat dan satu (1) hadits itu, selain berbicara tentang Baitul Maqdis, ada persamaan yang sangat tepat untuk kita tadabburi (renungkan) di zaman ini.
Ia, sama-sama menunjukkan bahwa Al Aqsha selalu "disebut" setelah keadaan gelap dan tidak baik-baik saja. Ia seperti lentera, yakni pelita yang memberi arah bagi musafir.
Seperti Al-Qur'an surah, Al Isra'. Ayat itu turun saat Nabi Muhammad ﷺ sedang dalam duka yang mendalam.
Wafatnya Abu Thalib, Khadijah Radhiallahu 'Anha, pemboikotan dan pengkhianatan Thaif, membuat Nabi Muhammad ﷺ tersayat luka. Dan, di saat-saat itulah Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebut Al Aqsha; memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala, menjadikan Al Aqsha sebagai arah baru bagi Rasulullah ﷺ. Syaikh Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa Isra' adalah "pemuliaan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk Rasulullah ﷺ, serta sebagai persiapan baginya untuk fasa selanjutnya.”
Adapun hadits Rasulullah ﷺ pada Auf bin Malik Radhiallahu 'Anhu, coba Anda perhatikan, kawan.
Rasulullah ﷺ menyebut satu hal yang sangat menyedihkan, lalu satu hal yang amat membahagiakan.
Antara peristiwa paling menyedihkan itu ialah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, sementara yang membahagiakan adalah pembebasan Masjid Al Aqsha.
Syaikh Yusuf As Sayyid mengatakan, "Rasulullah ﷺ seakan mengabarkan pada sahabatnya, bahwa wafatnya baginda bukanlah pengakhirannya. Justru setelah itu, akan terjadi kemenangan besar yang ditandai dengan pembebasan Al Aqsha."
Daripada satu ayat dan satu hadith itu, ia seolah merangkum tadabbur, renungan mendalam, bahawa Masjid Al-Aqsha berperanan sebagai kompas bagi umat di tengah lumpur ketidakpastian.
Seperti Isra' yang tidak hanya menghibur Rasulullah ﷺ, tetapi menjadi visi baru dari peradaban yang akan beliau bangun.
Seperti para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, tatkala Rasulullah ﷺ wafat, mereka terus berjuang. Pembebasan Al-Aqsha menjadi nubuwat, yang menuntut mereka berani menghadapi empayar Romawi dan Parsi.
Maka teman-teman, inilah Al Aqsha memanggilmu lagi.
Ia tersebut lagi di kisah zaman kita.
Tatkala dunia kehilangan kompas dan bencana melanda di berbagai penjuru, bangkitlah kita dan jadikan visi kemerdekaan Al-Aqsha sebagai lentera. Lentera yang memberi keyakinan kepada seorang Ibu bahawa putra-putrinya kelak akan menjadi insan bermakna. Lentera yang menyalakan harapan bahawa kita ditakdirkan untuk sesuatu yang agung.
Lentera yang membuat kita bangun dari musibah ini dan melihatnya sebagai cara Allah Subhanahu Wa Ta'ala membelai kita untuk menjadikan pundak lebih kuat.
Saraf lebih kokoh, hati makin kukuh, fikiran makin bergemuruh dengan mimpi-mimpi besar. Muncullah kemudian sebuah akhlaq bernama Uluwwul Himmah.
Tekad yang tinggi, yang para ulama mendefinisikannya, "memiliki tekad yang tinggi, tidak puas dengan pencapaian biasa-biasa saja, dan selalu mengusahakan tingkatan kemuliaan yang tertinggi dalam ilmu, amal, akhlak, dan tujuan hidup."
Al-Aqsha mantab kan itu.
📌 Catatan Editor: Artikel ini di adaptasi dan dengan izin di publish untuk website ini--dari gensaberilmu.com• Media Berteraskan Islam untuk Dakwah Sejarah Islamiyah dan Ke-Pālësṭīnean• "Learn History, Repeat Victory"• [HSZ] ✨🌵
Editor: Helmy El-Syamza
Illustration Image, Doc: CAKRAWALA NEWS
Follow me at;⭐
facebook.com/helmyzainuddin
CAKRAWALA NEWS:
https://t.me/cakranews
www.tiktok.com/@romymantovani
twitter.com/romymantovani
TAGS: International, IslamicWorld, Featured, Islamic History









No comments
Post a Comment