KISAH SUFI, SANG KYAI [55]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [55]">

   KISAH SUFI, SANG KYAI [55]

  • Pada siri ke-54 dikisahkan keluarga pesakit yang datang jumpa Kyai salah bagi info pesakit,
  • “Oalah, bagaimana toh, ya jelas tidak ada efeknya, lha, wong airnya ku do’akan untuk mengobati lelaki yang bernama Romdona, Wah, khodamnya bingung itu pasti ubek-ubekan mencari mana lelaki yang bernama Romdona.”

  • “Lha, saya tidak tahu Mas, kalau seperti itu ada bedanya,” kata salah seorang yang meminta air.

    “Ya jelas beda, kan lelaki sudah jelas beda sama perempuan, bodi tubuhnya saja kelihatan kalau tak sama, sudah nanti ku kasih air lagi, kalau minta obat itu yang jelas, jadi tidak kesalahan.”

  • “Ya, maaf Mas…” Maka ku kasihkan air isian lagi, dan dibawa pulang, dan Alhamdulillah, langsung sembuh ketika dikasih air.

  
 FORTUNA MEDIA-- Apa yang datang dari Allah Azza Wa Jalla, entah peraturan, ilmu, cara hidup, dari yang terkecil, dari masalah sepele (perkara remeh-temeh), sampai masalah yang besar, dari cara mencari pekerjaan, sampai cara beragama. Apa yang diwariskan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu sudah cukup dan sempurna untuk diikuti, tanpa menambah atau mengurangi, kita hanya perlu tahu semua apa yang diwariskan, jangan kerana tahu sedikit lalu membutakan mata pada pengetahuan yang lain, sebab apa yang diwariskan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu sudah lengkap yang tak terbantah, sekalipun kerana kita lebih memenangkan nafsu. Dan hati masih tertutup untuk menerima kebenaran, kerana ketakutan hilangnya entah kenikmatan, kedudukan, nama besar, lalu kita mementahkan kebenaran, sama sekali Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam itu tak menyembunyikan ilmu yang dimiliki.Tetapi adakalanya ilmu itu diperoleh setelah menjalankan suatu amalan, seperti seorang yang bisa merasakan manisnya daging jeruk-limau, setelah mengupas kulitnya.

    Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberikan jeruk/limau, lalu kita tak pernah mahu melakukan amaliyah mengupas kulitnya, maka sampai tua pun, daging jeruk yang manis, mustahil kita rasakan. Apa itu salah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam? Jelas bukan, itu salah kita sendiri, kerana mahunya dikupaskan. Padahal kita punya nyawa, punya hati, punya fikiran, punya urat yang menggerakkan tangan kerana dapat signal perintah dari hati, dan fikiran membuat cara terbaik menyelesaikan tugas, agar hasil akhir memuaskan dan banyak manfaat yang diperoleh.

     Majlis zikir secara resmi ku buka, pertama aku ragu, apa nantinya akan banyak yang akan ikut zikir, dan keraguan itupun sirna.

     Pertama kali Majlis zikir ku buka, dan tak ada yang ku undang, artinya aku tak memakai kad undangan. Dan pertama kali yang datang hanya tetangga kanan kiri, dan itu pun tak semuanya ikut, kerana kenyataan di dunia ini ada orang yang anti zikir, dan hanya anti saja, entah kenapa mereka anti. Jika ditanya juga mereka tak akan mampu menjawab, sebab ilmu ke sana juga tak ada, yang jelas mereka anti, sekalipun 
Allah Ta'ala memerintahkan "wadzkurullaha katsira", ingatlah Allah Ta'ala sebanyak-banyaknya.

    Dan yang jelas, orang yang anti zikir itu pasti hatinya tak akan tenang, zikir bagi hati itu seperti air bagi ikan, atau air bagi tanah, "wa anzalna minassama’i ma’an, fa akhya bihil ardho ba’da mautiha", lalu kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan hujan. Maka hiduplah kerana hujan itu bumi yang sebelumnya telah mati, sebagaimana tanah yang mati, tanah akan tandus, gersang, kering, panas, marah, suntuk, ya, kayak-seperti kita ada di tengah-tengah padang pasir di panas yang terik. Apa yang kita rasakan, kuat tidak kita bertahan di keringnya panas dan angin panas.

     Begitulah hati yang mati, seperti tanah yang mati, di mana rumput tak mahu hidup, dan manusia tak kerasan - betah berada di dalam dirinya sendiri, selalu tak kerasan duduk dalam satu dudukan, kerana rasa suntuk, panas hati, sumpek/suntuk, mudah tersinggung dan marah, di manapun tak nyaman, kerana hati sebagaimana tanah padang yang gersang ada di dalam tubuhnya, segala penyakit dan kesempitan pandangan hidup meraja. Dan semakin parah lagi jika kemudian apa yang menjadi permasalahannya sendiri itu dia sendiri tak 
menyadari, kalau itu adalah dari dirinya sendiri, dari hatinya sendiri.

     Kegersangan itu sebenarnya tak jauh dari apa yang keluar dari perut bumi, jika yang keluar dari perut bumi itu limbah dan minyak, batu dan kerikil, racun dan lumpur yang mengandungi  bahan berbahaya. Maka dengan sendirinya bumi akan kering, sebenarnya tak beda dengan hati kita, kerana kita ini kenyataannya tercipta dari tanah. Maka segala persifatan kita ini tak akan jauh beda dengan tanah.

    Apa yang terjadi dan menimpanya sehingga menjadi amat mengenaskan (menyusahkan, menjengkelkan, menyedihkan). Sebenarnya bermula dari perut, dan apa yang menjadi isi perut itu bermula dari apa yang kita makan, dan apa yang kita makan itu bermula dari rezeqi yang kita cari, jadi halal haram itu sangat berpengaruh pada hati.

    Ketika makanan yang kita perolehi dari rezeqi yang haram, itu kita makan, dimakan keluarga kita, dimakan anak-anak kita, maka rezeqi itu tertelan sebati, lalu diproses oleh pencernaan, dasarnya rezeqi yang tak halal. Maka saripatinya kemudian mengaliri darah, lalu saripatinya menjadi sperma dan 
menetesi hati, menjadi racun yang menggersangkan hati, Maka jangan hairan jika kemudian rezeqi yang tak halal itu kemudian menjadikan anak kita menjadi anak yang sangat buruk prilakunya, sebab persifatannya kita bagun hatinya dari makanan yang tak halal. Juga kita teramat mudah suntuk, marah, sesak, keras kepala, pemarah, mudah tersinggung, iri-dengki, tak pernah kerasan-betah jika diajak berbuat baik, dan bersemangat jika diajak berbuat jahat. Itu semua kerana hati kita terbangun dari makanan yang haram, seperti tanah yang di dalamnya mengalir minyak dan menumpahkan lumpur beracun.

    Jika hanya menjadikan kita berbuat jahat untuk diri sendiri itu tak mengapa. Tapi jika kemudian yang kita sudah mempunyai sikap melahirkan keburukan kepada orang lain, maka siapapun kita itu adalah telah menggolongkan diri dalam syaitan bergolongan manusia, yang disebut dalam Al-Qur'an - Surah Annas, yaitu syaitan dari golongan jin dan syaitan dari golongan manusia.

    Apakah kita itu seperti itu? Yang selalu berusaha mencegah orang lain berbuat kebaikan, 
yang selalu merasa iri dengki ketika orang lain melakukan kebaikan, dan orang lain mendapat anugerah dari Allah Ta'ala.

    Apakah kita selalu sekuat daya menghalangi orang lain melakukan kebaikan. Jika diri pribadi melakukan kajahatan maka dibenarkan, jika orang lain melakukan kebaikan maka disalahkan. Jika kita sudah seperti itu maka sifat syaitaniyah kita telah mendarah daging. Kerana makanan yang kita konsumsi, dan telah meracuni segala darah, fikiran, hati, perasaan, sehingga apapun yang dilakukan orang lain sekalipun itu kebenaran, Maka itu di anggap sebagai suatu kesalahan, kerana mata juga telah teraliri racun saripati dari makanan haram yang kita makan.

    Alhamdulillah, majlis zikir pertama semua berjalan lancar, dan jama’ah pertama langsung mengikuti talkin, untuk menjadi pengurus, tapi besoknya ada laporan yang masuk kepadaku, katanya Kyai Askan menemui salah satu pengikut majlis zikirku yang bernama Ibu Anisah.

    “Bu Anisah…, kamu semalam ikut zikir di rumahnya Iyan?” tanya Kyai Askan


   “Iya… hampir semua orang dekat pada ikut.” jawab Bu Anisah.

    “Halah Iyan itu anak kemaren sore, dia itu bisa apa, tau apa, kok kamu ikuti, yang diajarkan ya kitab apa…? Paling-paling aliran sesat, nanti kamu ditangkap polisi, kalau mengikuti alirannya, paling juga yang dibakar kemenyan, nanti kamu dipenjara Bu…, awas hati-hati Iyan itu sekolah saja paling tingkat berapa, orang tak tau apa-apa kok diikuti. Dia juga miskin, tak punya apa-apa, kok mengikuti orang miskin, nanti kamu ketularan miskin.” kata Kyai Askan.

    “Lha banyak orang yang ikut ngaji di sana, lha yang tak pernah mengaji saja juga ikut, bagaimana dikatakan sesat, lha kami bersama-sama menghatamkan Al-Qur’an, ya kalau Iyan sesat, berarti Al-Qur’an juga sesat, lha dia tak punya apa-apa, tidak sekolah tinggi, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga kan miskin, tak punya apa-apa, juga tak kuliah, apa Nabi juga tak boleh diikuti ?” bantah Bu Anisah.

    “Wah, baru ikut ngaji, kamu sudah pintar, sok pintar.” 

    “Ya bukan masalah pintar, memang sampean (kamu) yang pintar, tapi itu kan kenyataan, lha Iyan itu juga tidak pernah berhutang sama sampean, tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di rumah sampean, juga tidak pernah nyolek-sentuh sampean sedikitpun, lha kok sampean urus, sampean benci, apa salah dia?”

    “Aah… kamu akan melarat kalau begitu…”

    “Melarat bagaimana, lha ini lihat sendiri, biasanya jualanku sehari baru habis, sekarang kerana semalam ikut pengajian di tempat Iyan, sekarang lihat satu jam semua terjual habis, orang datang seperti semut, ini tak aku saja, juga yang lain, lha melarat bagaimana, malah aku ingin diadakan pengajian tiap hari, kalau daganganku laris, kan aku juga bisa naik haji.”

    “Itu namanya pamrih, ngaji tapi pamrih.”
(pamrih, lebih kurang maksudnya, "mementingkan diri sendiri")

    “Pamrih bagaimana? Malah sebelum kami ngaji, Iyan menjelaskan kalau ngaji itu yang ikhlas, jangan punya keinginan apa-apa, upayakan hati hanya melulu memenuhi perintah Allah Azza Wa jalla, itu kata Iyan sebelum pengajian dimulai, dia juga bilang kalau mahu meminta, ada tempatnya sendiri, yaitu 
saat berdo’a. Tetapi juga perlu diingat do’a itu kita melakukan do’a, bukan agar diijabah - (dikabulkan/diperkenankan), kerana ijabah itu haknya Allah, dan kita hamba, jadi berdo’a kerana melulu memenuhi perintah Allah, tiada yang lain, soal nanti isinya do’a itu apa dan bagaimana, maka itu sekedar do’a.”

     “Wah kamu akan sesat bener Bu'…, sudah mengajari aku sebagai Kyai, sok pintar…, pasti kamu itu sudah diminumi air, agar menjadi budaknya Iyan.”

    “Wong aku ini ikut ngaji, kemauanku sendiri.”

    “Alaah, nanti juga kamu dimintai wang.”

    “Malah tidak, aku sering meminta do’a supaya disembuhkan dari sakit, tapi aku tak pernah dimintai wang sama sekali, malah tak pernah bayar, sudah dapat air mineral gratis.”

   “Yaah… ikut orang bodoh, jadinya ikut bodoh, air saja dipercaya mengandung khasiat obat.”

    “Ya daripada minum obat dari doktor, yang banyak efek sampingnya, ya, aku lebih memilih minum air putih, kalau sama-sama sembuhnya.”

   “Itu namanya syirik.” 

   “Syirik yang bagaimana…? Lha air itu dido’akan, dimintakan kepada Allah, la kalau minta kepada Allah dibilang syirik, lalu yang tak syirik itu yang bagaimana…?” tanya Ibu Anisah.

   “Ah, ngomong sama orang bodoh susah…” kata Kyai Askan, sambil menggebrak meja jualannya Ibu Anisah.

   “Lhoh, kok gebrak-gebrak meja orang, kalau rusak, kamu mahu mengganti?” kata Bu Anisah jengkel melihat tingkah Kyai Askan.

   “Nanti akan ku buat tandingan wirid untuk menandingi wiridnya Iyan, akan ku buat wirid panjang umur.” kata Kyai Askan dengan bentakan.

    “Lha, kenapa musti membuat tandingan, lha sampean mengadakan wirid jama’ah sendiri saja tak ada yang melarang.”

    “Pokoknya akan ku buat tandingan.”

   “Wirid kok tandingan, aku yang bodoh saja tau itu tak benar, masak ada wirid tandingan, lha, zikir itu kan harus kalau tanding-tandingan apa bisa ikhlas.

   “Iya kamu sudah ikut wirid di tempatnya Iyan, jadi kamu belain dia.”

    “Aku bukan belain Iyan, Iyan itu juga tidak mengajak orang wirid, tapi semua yang ikut itu tak ada yang keberatan, malah pada senang, soalnya ada efeknya.” jelas Bu Anisah.
 ___________________________

    Dan memang yang ikut wirid di majlisku semua punya cerita aneh-aneh sendiri.

    Kayak Bu Anisah sendiri, yang katanya biasanya dia yang wangnya banyak dipinjam orang, kalau sebelumnya walau didatangi dan ditagih hutangnya saja orang yang berhutang itu pada marah, Tetapi sekarang malah orang yang pada punya hutang itu datang sendiri untuk membayar hutang, bahkan yang sudah 10 tahun juga membayar, dan yang lebih membuat senang jualannya laris.

    Ada juga cerita Maskur, yang jualan jajanan di pinggir jalan, awalnya Maskur ragu mahu ikut, tapi dia ikut, dan menyediakan air yang biasanya ditaruh di tengah orang pada sedang wirid, besoknya airnya diciprat-cipratkan ke tempat dagangannya (jualannya),

    Istri Maskur yang memang tak suka Suaminya ikut zikir bersama, melihat apa yang dilakukan Suaminya, berkata, “Ah tak ada efeknya sama sekali Mas..” kata Istri Maskur.

    “Ya, ada tidaknya efek kan juga tak bisa langsung seketika.” jawab Maskur yang juga makin ragu.

    Tapi kemudian sebentar tapi pasti, orang-orang datang, dan terus berdatangan, terus berdatangan, bahkan membeli dalam partai besar, dan anehnya hampir semua bukan pelanggan lama, tapi orang yang tidak dikenal, sampai Maskur dan Istrinya tak terlihat, kerana banyaknya pembeli yang mengerubung padanya.

    Sekarang bukan Maskur yang harus ngomong ke Istrinya dulu kalau mahu ikut majelis zikir, tapi malah Istrinya yang selalu ingin Maskur ikut zikir, Memang kadang kecenderungan nafsu pada sesuatu itu sah saja dipakai penarik agar diri menjadi senang dan cenderung pada jalan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 


   Seperti Maskur dan Istrinya yang semangat mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan keikhlasan itu bisa dilatih dari kebiasaan dan rutin keseharian.

   Hanya orang-orang yang mahu meminum buah fadhilah yang akan mengecapi manisnya buah fadhilah, dan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu hanya diberikan kepada orang-orang yang mahu mendekatkan diri, tanda Allah Ta'ala menginginkan kita itu menjadi kekasihnya, adalah Allah menumbuhkan rasa di hati kita untuk mendekatkan diri. Dan jika Allah itu tak menghendaki kita itu dekat dengan-Nya, sekalipun Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam itu ada di depan kita dan mengajak sampai menangis air mata. Maka tak sedikitpun kita akan tertarik, sebab hidayah itu milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tak bisa kita paksakan pada siapa saja.

    "Tidak ada kesusahan (bala bencana) yang menimpa (seseorang) melainkan dengan izin Allah; dan sesiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan memimpin hatinya (untuk menerima apa yang telah berlaku itu dengan tenang dan sabar); dan (ingatlah), Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu". (Al-Qur'an- Ayat 11 : Surah At-Taghaabun) 


    Tanda kebodohan seseorang itu adalah ketika telah merasa bahwa segala sesuatu itu bisa dikendalikan akal, dan bukan seorang yang pintar. Jika telah merasa, kerana akal fikirannya telah bisa melakukan sesuatu yang orang lain tak bisa. Padahal jelas jika ada orang mati itu sama sekali tak bisa akalnya bisa mengantarkannya ke kuburan, yang gotong mayatnya tetap saja tetangganya. Maka semakin seseorang itu merasa dirinya bisa, dan merasa orang lain tak bisa seperti dirinya, maka jelas orang tersebut makin tak faham akan keberadaan siapa dirinya.

    Dalam perjalanan menuju Allah Subhanahu Wa Ta'la ada sebahagian orang yang tertinggal di belakang walaupun mereka sudah melakukan amal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang lain yang lebih maju.

   Satu halangan yang menyekat golongan yang tertinggal itu adalah kebodohannya yang tidak mahu tunduk kepada ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dia masih dipermainkan oleh nafsu dan akal yang menghijab hatinya daripada melihat Allah Subhanahu Wa Ta'ala pada apa yang dilihat. Pandangannya hanya tertuju kepada alam benda dan perkara lahir saja. Dia melihat kepada keberkesanan hukum sebab-musabab dan 
meletakkan pergantungan kepada amalnya.

    Dia yakin yang dia boleh mendapatkan apa yang dia ingini melalui usahanya. Sehingga atas apa yang dilakukan adalah melulu ukurannya akal fikiran, bahkan kerana akalnya itu, kemudian manusia itu terseret pada akal-akalan. Mengakali diri dan mengakali orang lain. Jika sakit sekalipun, maka akan diakali biar sembuh, dan tak dibaca kenapa aku sakit. Sehingga Allah Ta'ala berulang kali memberikan peringatan, itu dianggapnya kerana sesuatu sebab yang menimpa, kerana ketergantungannya fikirannya pada hitung-hitungan akal. Dan tak mahu mengakui bahwa apapun di dunia ini nyata adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan entah besok, lusa, atau bila pasti mati.

    Ada seorang muridku yang bernama Suhandi, masa lalu Suhandi amat gelap, dan suram yang dikejar adalah bisnis yang menyandarkan pada akalnya. Memang kadang perhitungan akal itu terkadang benar, tapi tak sedikit yang kemudian meleset, kerana hal yang di luar perhitungan akal. Di saat perhitungan akal itu berjaya, dan mendapat hasil yang maksimal dari jerih payah. Maka akal akan cenderung merasa berkuasa, dan mempunyai power lebih.

    Tetapi ketika ternyata 
perhitungan salah, maka akal tak bisa berlari dari tubuh, keberadaannya tak bisa mencerna sesuatu yang tak bisa dilogika, dan logikanya tak mahu percaya itu telah terjadi, lalu dia berusaha mencari solusi di luar akal kerana akal sudah terlanjur percaya pada apa yang terlihat dan bisa diakal. Maka dia pun akan mengutamakan mencari yang akan bisa menerima, paling tidak terlihat oleh kedua mata, sehingga akal akan merasa ditenangkan.

    Suhandi adalah pekerja yang ulet-rajin di masa mudanya, ulet dan tahan banting, juga akalnya penuh perhitungan matang, tapi sekalipun telah diperhitungkan dengan matang, apa yang diperhitungkan ternyata kemudian meleset, dan dalam waktu sekejab kebangkrutan pun mencengkeram perjalanan karier bisnisnya. Lalu dia mencari solusi ke dukun, ya dalam akal fikirannya, sang dukun lebih jelas terlihat daripada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang tak terlihat.

     Maka sang dukun itu dia jadikan meminta suatu penyelesaian atas masalah yang dia hadapi. Dan pas saja, ternyata setiap solusi yang diberikan dukun itu selalu membawa kebangkitan atas bisnisnya yang ambruk. Entahlah, setiap kejadian itu memang 
sudah dirancang oleh Allah Azza Wa Jalla dengan perancangan yang rapi, agar kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran di dalamnya, dimana akan menjadikan kita lebih hati-hati mengambil kesimpulan. Dan tak tercebur dalam lubang yang orang lain jelas-jelas kita tahu ceritanya.

    Suhandi pun mulai menapaki lagi usahanya, dan setiap waktu dia ke dukun itu dan juga punya dukun cadangan, yang bisa dimintai saran-naihat, dan masukan-info akan rezeqinya lancar, bahkan Suhandi telah diminta berhenti sholat pun dia lakukan, kerana dia merasa apa yang diperolehnya dari limpahan materi sangat membuat hatinya senang, walau tidak bisa dikatakan hatinya tenteram, oleh dukun itu.

    Suhandi ditunjukkan dengan cara melihat kedepannya bagaimana bisnis Suhandi kedepannya, dan dukun itu memakai alat seperti "lampu ublik" (?), yang memakai sumbu, lalu lampu itu diletakkan di tengah air, dan secara sendirinya katanya si dukun itu kemudian tahu akan apa yang akan dilewati Suhandi dalam mengurus bisnisnya, sehingga bisa memberikan solusi atas apa yang seharusnya dilakukan Suhandi


    Jika seorang dukun bisa melihat masa depan, ternyata dia meninggal di kamarnya dengan orang lain termasuk Anak-Istrinya tak ada yang tau, kerana sang dukunnya Suhandi itu punya kamar semedi-bertapa sendiri, yang tak siapapun berani masuk, kalau sang dukun sedang menjalani semedi, Eehh, tahu-tahunya sang Dukun sudah meninggal, kerana keluarganya mencium bau busuk, setelah didobrak pintunya. Maka ditemukan dukun itu telah menjadi mayat, bahkan sudah ada singgatnya (sejenis ulat- bahasa Jawa) yang sebesar jali kelingking, sedang memakani-menggerogoti tubuh dukun itu.

    Ditinggal sang Dukun meninggal dunia, mungkin yang paling sedih adalah Suhandi, daripada Istrinya dukun, bukan masalah sedih kerana kasihan atau hiba, tapi kerana kemudian Suhandi tak punya lagi yang akan menunjukkan solusi masalahnya. Itu artinya bisnisnya akan bangkrut lagi. Padahal Suhandi telah terlanjur membuat produk banyak, kerana memperhitungkan kalau sang dukun akan berumur panjang. Dan segala permasalahan dagangnya akan selalu ada yang memberi solusi atas apa yang dilakukannya. Tetapi kenyataannya sang dukun itu manusia, walau dibilang bisa melihat ke
masa depan, lha kok umurnya sendiri dia tak tahu bila masa kontraknya di dunia ini habis.
Wallahu A'lam bissawab. 
 [HSZ] 

 To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

Follow me at;
twitter.com/romymantovani
facebook.com/romyschneider

pinterest.com/helmynetwork




No comments