KISAH SUFI, SANG KYAI [50]
Ilustrasi Image by pinterest.com |
KISAH SUFI, SANG KYAI [50]
- Pada siri ke-49 Dikisahkan Sang Kyai didatangi pasien perempuan bernama Dewi, “Mahunya anak saya Dewi ini Kyai, bagaimana kalau misal si Dewi ini cerai sama Suaminya, dan menikah dengan teman Suaminya yang juga teman Dewi.”
- “Suatu perbuatan halal yang paling di benci Allah Azza Wa Jalla, adalah perceraian, kalau bisa perceraian itu di jadikan keputusan paling final, menikah dengan lelaki yang dekat dengan Dewi sekarang itu?"
- "Seorang lelaki yang memasuki kehidupan wanita sementara wanita itu dalam masalah, juga bersuami yang masih sah. Maka lelaki itu syaitan dari golongan manusia, percayalah kalau dia jadi, sampean nikah, setahun kemudian sampean akan dicampakkan, seperti mencampakkan ingus yang menjijikkan, bisa jadi sekarang ini dia mengincar harta atau kesepian hatimu, agar dia bisa mengambil manfaat untuk nafsunya.” jelasku.
"Tetapi jika kemudian khayalan itu dibuktikan atau diusung kepada kenyataan maka akan bernama perselingkuhan, zina. Padahal apa yang ada di kenyataannya tidak enak, itu kalau diangan-angankan akan seakan-akan nikmat sekali, seperti orang ingin bakso, tapi baru habis 1 mangkok sudah lantas tidak mahu lagi. Padahal semalaman tak bisa tidur kerana mengkhayalkan dan menginginkan bakso itu dibayangkan dimakan segigit demi segigit.Tetapi setelah dirasakannya nikmatnya tak seberapa".
“Sebaliknya harapan itu selalu berhubungan dengan akhirat, atau perbuatan mulia, atau redha Allah Ta'ala, misal seseorang tak akan menyukai atau berharap agar orang yang sudah punya Suami itu menjadi miliknya, sebab memang bukan miliknya, dan bukan haknya, antara harapan dan angan-angan itu sama-sama belum terjadi. Tetapi secara prakteknya dan jalur keluarnya beza. Walau secara bentuk tempat keluar sama dalam artian seperti dua paralon/pipa, satu mengeluarkan limbah, dan satu mengeluarkan air bersih.”
“Jadi orang yang menyukai saya itu tidak benar Kyai?” kata Dewi.
“Ya, dan lebih baik dihindari.”
“Lalu bagaimana solusi anak saya dengan Suaminya kyai?” tanya ibunya Dewi.
“Itu Suaminya berapa kali sebulan pulang ke rumah?” tanyaku.
“Biasanya sebulan datang sekali, itu juga tidak menyentuh saya sama sekali, hanya sama anak-anak.” jawab Dewi.
“Apa mungkin dia punya penyakit?” tanyaku lagi.
“Iya itu yang selalu dijadikan alasan kenapa dia tidak mahu menyentuh saya.” jelas Dewi
“Lalu penyakitnya apa?”
“Dia punya penyakit di rusuknya, kalau kambuh ya. katanya nyeri sekali, sudah diobatkan kemana-mana Kyai, tapi sampai sekarang malah makin parah saja.”
“Begini saja nanti kalau Suaminya pulang, dibawa kesini saja, biar aku bicara sama dia.
“Dia seorang insinyur Kyai, sepertinya akan susah bicara dengannya, dia selalu mengutamakan logika.” jelas Dewi.
“Iya tidak apa-apa, bawa saja dia kemari.”
“Baik kyai kalau begitu nanti akan saya bawa ke sini, kami minta diri saja.” kata Dewi.
————
Seminggu kemudian Dewi datang lagi membawa Suaminya, seorang pemuda yang berkulit kuning, tinggi sedang, di wajahnya ada sedikit keangkuhan, Aku juga tidak hairan jika seseorang bekerja sebagai seorang manager sebuah perusahaan besar, itu biarlah menjadi pembawaannya.
Dia mengenalkan diri bernama Suryo Wisanggeni, nama yang aneh menurut penilaianku, mengingat nama adalah do’a setiap kita memanggil orang yang mempunyai nama indah. Maka akan seperti mendo’akan orang yang kita panggil.
Aku sebelumnya telah memberitahu Dewi agar Suaminya dibawa ke rumahku dengan alasan mahu diobatkan penyakit di rusuknya yang nyeri, yang menurut Dewi bahwa penyakit itu telah dibawa berobat ke doktor atau ke shinse, atau paranormal terkenal, tetapi tidak juga sembuh.
Ketika Suryo menatapku, Aku melihat pancaran keraguan di wajahnya, sebab Aku memang selalu terlihat kecil tak berdaya.
“Sakitnya apa Mas?” tanyaku ku tujukan pada Suryo.
“Aku sakit di rusuk sebelah kiri.” kata Suryo.
“Lalu sudah diobatkan di mana saja?” tanyaku.
“Ah sudah pegel-penat aku nyari obatnya Mas.”
“Apa sama sekali tidak ada perubahan?” tanyaku.
“Sama sekali tidak ada Mas, tapi ada satu yang menjadikanku agak enak, yaitu minum darah ular kobra. Maka beberapa hari sakitku seperti hilang, Tetapi seminggu kemudian aku sakit lagi, lalu aku konsumsi darah ular kobra lagi, maka sakitku pun mendingan lagi, dan seminggu kemudian sakit lagi, dan mulai ku hentikan, ketika di tubuhku banyak timbul benjolan-benjolan,” kata Suryo sambil menunjukkan benjolan di lengan, pundak, punggung, dan di bagian tubuh yang lain.
“Apapun walau pengobatan sekalipun kenapa itu dari hal yang diharamkan Allah Subhanahu Wa Ta'al. Maka pasti ada akibat buruknya, dan juga ada akibat baiknya, tapi akibat buruknya lebih mendominasi.”
“Lalu penyakitku ini bisa diobati tidak?”
“Ya semua penyakit bisa diobati. Cuma kadang suatu penyakit itu harus didiagnosa dulu, agar penyebab penyakit bisa diketahui. Dan solusi obat bisa ditepatkan dalam mengobati, jadi tak asal-asal, kalau asalan saja mengobati ya tidak akan sembuh, kerana penyebab penyakit tak dipotong akarnya.”
“Memangnya bisa didiagnosa.” tanya Suryo ragu.
“Mendiagnosa penyakit sebenarnya gampang-gampang susah, begini saja, kalau menurutku segala penyakit itu pemberian Allah, kadang dengan maksud menegur, seperti kenapa sampean penyakitnya di rusuk, kenapa tidak di mata, atau di jempol/ibujari, atau di tempat lain? Kenapa di rusuk? Sampean mestinya orang cerdas, wong sekolahnya tinggi, lha. saya malah tidak pernah sekolah.
“Maaf, apa bisa penjelasannya tidak mutar-mutar?” kata Suryo.
“Begini, manusia itu kan diciptakan Allah Ta'ala, itu mahu diakui atau tidak diakui, manusia itu tetap penciptanya adalah Allah, juga segala pengaturan hidupnya itu di bawah cengkeraman Allah, bahkan orang yang Allah kehendaki mati, ya pasti mati, sekalipun dia lari bersembunyi di lubang semut sekalipun, maka akan tetap nyawanya bisa dicabut oleh Malaikat maut",
"Juga Allah memberikan penyakit di tempat-tempat tertentu, agar kita sadar isyarat yang Allah berikan lewat penyakit itu, namanya membaca khalil akhwal, membaca kehendak Allah mencangkup segala kejadian itu ada maksudnya, seperti penyakit sampean yang kenapa diletakkan di rusuk, kenapa rusuk yang sakit? kenapa tidak di tempat lain?"
"Padahal bisa saja sakit di tempat lain, kerana wanita itu diciptakan dari rusuk lelaki, dan jika seorang Suami itu menzalimi Istrinya. Maka akan diletakkan penyakit di rusuk lelaki itu agar Suami menyadari kekeliruannya, Iya bisa saja jika diobatkan penyakit itu akan sembuh",
"Tetapi jika Suami tidak mahu menyadari kekeliruannya, dan meminta maaf pada istrinya. Maka dijamin penyakit itu akan datang-datang lagi, sebab akar permasalahannya penyakit tidak berusaha diselesaikan, obat ampuh seharga jutaan bahkan trilyunan apa bisa mengalahkan kehendak Allah Azza Wa Jalla?”
“Iya memang kalau difikir-fikir memang masuk akal.” jawab Suryo.
“Ya sekarang dihubungkan pada kenyataannya, apa yang ku katakan itu benar apa tidak?” tanyaku.
“Iya memang benar Mas.”
“Nah sekarang Mas Suryo ini ingn sembuh atau tidak ingin sembuh?” tanyaku.
“Iya saya ingin sembuh.” jawabnya.
“Kan mudah, tinggal minta maaf sama Istri, lalu nanti soal kesembuhan biar ku do’akan, bagaimana? Nanti dilihat sembuh apa tidak? Kan bisa dibuktikan. Bagaimana? Ingat meminta maafnya yang tulus, dari lubuk hati terdalam. Dan jika kembali menzalimi Istri, ya, saya sendiri tidak bisa menjamin jika penyakitnya tidak kembali lagi",
"Nah sekarang ku tinggal sama Istri, silahkan saling mema’afkan.” kataku lalu berdiri dari kursi dan membiarkan dua orang itu mencurahkan hatinya.
Seperempat jam kembali aku ke ruang tamu, dan kedua orang itu saling berpelukan dan saling mengakui kesalahan.
“Ehmm..!, bagaimana Mas Suryo? Sudah minta ma’afnya?”
“Sudah Mas..” kata Suryo dengan air mata masih berlinang.
“Sudah yang lalu jangan diungkit-ungkit, sekarang mulai membuka lembaran baru, saling terbuka sesama Suami -Istri, bagaimana rasa sakit di rusuknya Mas?” tanyaku.
“Alhamdulillah sudah agak baikkan Mas…,”
“Ingat jangan lagi menzalimi Istri, jadilah pasangan yang saling melengkapi, saling terbuka dan saling mengerti. Dunia kalian berdua, adalah dunia kalian berdua, buatlah dunia kalian berdua senyaman dan sebahagia sesuai yang kalian harapkan",
“Kami sangat berterima kasih Mas, dan kami tidak bisa membalas dengan apapun yang lebih berharga dari apa yang Mas lakukan pada kami berdua,” kata Suryo.
“Bagiku kalian saling rukun dan saling sabar menghadapi cobaan hidup, itu lebih dari cukup, sehingga tidak bertambah lagi anak yang menjadi tersia-sia, kurang perawatan dan perhatian, kerana orang tuanya berpisah, lalu anak tidak mendapat kasih sayang, lalu tentu saja akan mempengaruhi kejiwaannya, yang pada akhirnya akan menyusahkan orang lain.” jelasku.
—————
Beberapa hari kemudian Dewi dan Suryo datang dengan kedua anaknya, ku lihat mereka sudah rukun.
“Kedatangan kami ke sini, yang pertama mahu mengucapkan terima kasih. Dan yang kedua kok waktu air dari Kyai itu kami pel/mob kan rumah, kok kedua anak kami sakit panas sehari, itu kenapa Kyai?"
“Wah, aku juga tidak tahu, aku tidak semua tahu. Tetapi itu biasanya, Jin yang ada di rumah membuat serangan kerana mereka merasa diusir.”
“Jadi tidak masalah Kyai?”
“Tidak apa-apa, lha, sekarang rumah kalian rasanya bagaimana?”
“Alhamdulillah rasanya tentram Kyai.”
“Ya itu sudah bagus, segala sesuatu itu yang penting hasilnya, bagaimanapun cara, itu hanya cara, semua tergantung hasilnya baik, atau tak baik, jadi jangan takjub dengan cara aneh-aneh untuk menyelesaikan masalah. Jika hasilnya tak baik juga untuk apa perlunya cara yang aneh.” jelasku.
“Iya, Kyai kami mengerti.”
“Lalu bagaimana penyakitnya Mas Suryo?” tanyaku.
“Alhamdulillah sudah baikan Mas, juga benjolan-benjolannya kok sudah kempes.”
“Syukur kalau begitu, tetapi ingat sama Istrinya yang baik".
“InsyaAllah Mas… do’anya, semoga saya tak mudah lagi tergoda..”
“Ya harus dari kemahuan diri juga Mas. Misalkan mahu menikah lagi lakukan dengan cara yang benar, dengan izin istri, kalau Istri tak mengizinkan ya, jangan paksa. Wong semua wanita itu rasanya sama, seperti makanan kalau sudah masuk perut, mahal atau murah di perut tiada beza, yang membezakan wanita itu kesholehannya",
"Jika sholehah ya, akan menjadi penerang rumah tangga, jika ditinggal maka akan menjaga harta dan kehormatannya, selalu membantu Suami seperti tangan satu dengan tangan lainnya, tangan satu memakai jam tangan, tangan lainnya memakaikan, tidak masalah tangan lain itu tidak ikut dilingkari jam, sebab kehormatannya sudah terbawa oleh tangan satunya",
"Istri yang solehah juga penentu mutu anak nanti akankah menjadi anak yang kasar atau anak yang lemah lembut, penuh kasih. Jika sang Ibu suka membentak, maka akan mempengaruhi detak jantung anak. Jadi anak akan lebih cepat detak jantungnya, dan akan lebih cepat pemompaan darahnya, secara otomatik anak akan menjadi kayak motor ngebut, apa-apa serba ingin buru-buru, apa-apa ingin cepat selesai",
"Tetapi jika Ibu itu lemah lembut, mengutamakan pengertian, menasehati dari hati ke hati. Maka anak juga akan dewasa berfikir, penuh perhitungan, menjalankan segala sesuatu dengan kehati-hatian".
"Ayah-Ibu yang suka cekcok, mendahulukan ego, saling ingin menang sendiri, sering banting pintu, maka akan menjadikan anak juga suka menang sendiri. Jadi pelajaran dalam keluarga itu akan menjadikan anak nantinya akan menjadi seorang garong/maling, atau seorang yang berjiwa lemah lembut",
"Dulu ibuku semasa aku kecil, suka menceritakan, kisah para sufi, kisah para Ulama’ besar, seperti kisah Syaikh Abdul Qodir Jailani, atau Syaikh Abu Hasan As-Sazili, atau Rabi’ah Al-Adawiyah, ketika aku mahu tidur, itu sangat mempengaruhi kejiwaan anak, sehingga tidak matrialis, tidak tamak, rakus, loba, dan akan dengan sendirinya terpatri dalam ingatan, lalu perlahan menjadi suri-tauladan yang harus dianut, dan menjadikan anak punya fikiran yang dewasa",
"Maka itu dibiasakan, apalagi di zaman ini berbagai tontonan yang tidak mendidik mudah sekali diikuti oleh anak, dan gaya-gayaan, hanya kerana mengikuti teman-temannya, ujung-ujungnya kerusakan.”
“Makasih kata petuahnya Pak.”
“Ya sama-sama, ini juga menasehatiku.”
Kedua orang itupun pulang, sedikit mungkin yang Aku beri, tapi dalam hatiku, aku tidak akan berhenti untuk berbuat baik untuk orang lain, bukan kerana aku merasa pintar. Tetapi aku merasa jika aku mengandalkan amalanku sendiri. Maka aku sama sekali tidak punya amal ibadah apa-apa, kerana aku merasa belum ikhlas dalam beramal, dan masih jauh dari akan diterima Allah Azza Wa Jalla,
Kalau aku tidak menanam modal amal dengan mengajak orang lain menjadi baik. Maka aku akan mati dalam kerugian yang nyata. Di manapun, bilapun, bagiku tidak ada kata berhenti, untuk mengajak pada kebaikan, agar aku bisa menanam modal amal pada orang yang ku ajak, soal mereka mahu atau tidak mahu itu bukan lagi urusanku.Tetapi kuasa Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
Aku hanya melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala, “wa’mur bil urfi, wanha ‘anil mungkar” perintah kebaikan dan cegah perbuatan merusak, Tidak perlu dengan kekerasan, tapi dengan kasih sayang, dengan kelembutan, dengan bukti nyata kebenaran itu adalah mendamaikan, dan keburukan itu merusak, dengan alasan apapun, merusak itu tidak benar, dan mengajak orang lain dengan membakar, merusak, menghancurkan, dengan kemarahan, sama sekali tidak akan diikuti, malah orang akan antipati, dan benci",
Aku hanya ingin menjadi air bening, yang tidak menyembunyikan batu di dasar sungai, semua wajar, batu terlihat jelas. Orang yang melihat, tidak rela jika tidak meminum airnya, dan merasakan kesegaran merambati tenggorokan. Dan orang yang telah minum akan merasa ingin mencuci muka. Dan orang yang mencuci muka akan berhasrat untuk mandi. [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Editor; Helmy Network
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/romyschneider
linkedin.com/in/RyanSchneider
pinterest.com/helmynetwork
No comments
Post a Comment