KISAH SUFI, SANG KYAI [49]
KISAH SUFI, SANG KYAI [49]
- Pada siri ke-48 di kisahkan Sang Kyai kedatangan tetamu wanita yang agak berpelajaran tinggi bernama Laila: “Saya sudah sangat mencintainya, dan saya tak tahu jika harus tak menikah dengannya, hubungan kami juga sudah berjalan enam tahunan, kami sama-sama kuliah di jurusan yang sama, yaitu kedoktoran.”
- “Jadi sampean ini doktor toh?”.. “Iya Kyai.”..
“Aneh…”..“Apa yang aneh Kyai?” - “Lha, doktor kok minta air untuk ditiup apa tiddak aneh?” kataku.
- “Tapi, nyatanya saya langsung merasa tenang.” jelas Laila.
- “Biasanya doktor kan tak percaya hal yang seperti ini.”
- “Ah, tidak juga kok Kyai, kami juga percaya.” jelas perempuan itu.
“Mari silahkan duduk.” kataku mempersilahkan duduk di karpet. Laila Latoifa dan Ibunya terdiam.
“Ketaatan seorang Istri itu pada Suaminya, dan ketaatan seorang anak lelaki itu pada Ibunya, kenapa seperti itu? Agar keterikatan seseorang itu menyambung seperti rantai yang saling melengkapi, kedurhakaan selain pada Allah Ta'ala itu
ada tiga: Durhakanya anak lelaki pada ibunya, Durhakanya seorang pejuang lari dari barisan
perangnya, dan Kedurhakaan Istri pada Suaminya,
ketika Siti Fatimah Radhiallaha 'Anha putrinya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, menangis
kerana kesusahan hidupnya. Maka Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam datang,
dan melihat keadaan Siti Fatimah Radhiallaha 'Anha, lalu menasehati,
kata Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ‘Jika Aku perintahkan
penggilingan gandum berputar niscaya gilingan
gandum akan berputar terus untuk meringankan
bebanmu menggiling gandum. Tetapi aku tak
melakukan untukmu, agar kau menggiling gandum
dengan tanganmu dan memasakkan untuk Suamimu, sebab dalam kelelahan ada nilai
pengabdian, dalam nilai pengabdian menunjukkan
nilai keta’atan, dalam keta’atan ada pahala
kesabaran, dan kenaikan pangkat kedudukan di
sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala,'”
“Makanan yang dibuat oleh seorang Ibu, dengan
ketulusan cinta, dan ada do’a Malaikat di
dalamnya, akan mempengaruhi jiwa, dan
kepribadian seorang anak. Jika makanan dibeli
dengan jadi, jajan sana sini, bisa dipastikan
telah mendidik anak untuk menjadi materialis,
menilai apapun dengan nilai wang, dan menghargai apapun dengan wang. Jika tidak ada unsur wangnya maka tidak dianggap berharga atau
pantas dinilai. Jadi anak itu bagaimana Ibu-Bapa menulisi, itu contoh kecil yang mungkin lepas
dari perhatian kita.” kataku.
“Ada apa Ibu berdua?” tanyaku kepada dua orang
yang baru datang, yang satu masih muda yang
satunya lagi sudah setengah tua.
“Masalah apa?” tanyaku.
“Masalah keluarga Kyai.” kata perempuan muda
yang mengenalkan diri bernama Maslihah.
“Diceritakan saja, mungkin saya bisa membantu.”
kataku.
“Itu Kyai, Suamiku menyeleweng.” jawab
Muslihah.
“Biasanya lelaki itu menyeleweng kerana
kurangnya saling mengerti dan tak ada
komunikasi di rumah, seringnya antara Istri dan Suami tidak saling terbuka, dan Istri tak ada
kemahuan untuk membahagiakan Suami, Istri tak
menjaga penampilan untuk Suami. Tetapi
kebanyakan malah bersolek waktu keluar rumah, sering kali tak ada komunikasi. Maka yang terjadi Istri ingin Suami mengelus kepalanya, tapi
kerana tak ada komunikasi, Suami malah yang
dielus dengkulnya(lutut) Istri terus, sehingga Istri
kecewa, kerana harapannya ingin kepala dielus
tak pernah kesampaian, kerana tak ada
komunikasi, harusnya Suami-Istri saling terbuka,
jangan saling rikuh (janggal/tertutup)hubungan keseharian, sebab dua orang yang
menyatu. Tentu tak tau apa-apa yang diinginkan Suami dan apa-apa yang diinginkan Istri, juga
biasanya Istri kurang mahu menjaga merawat diri,
misal memakai gurah, agar Suami terpuaskan.”
“Saya sudah tua masak memakai seperti itu Kyai.” tanya Muslihah.
“Malah kalau sudah tua itu malah lebih rajin
merawat diri, biasanya cenderung Istri
menyeleweng itu kerana Suami tak perkasa lagi
di ranjang, belum apa-apa sudah KO, Ya kan Istri
yang tidak terpuaskan akan mencari kepuasan,
ingat syaitan itu menggoda manusia, hal yang
haram itu selalu indah dibayangan. Seorang Suami yang punya Istri cantik bisa nyeleweng dengan pembantunya yang jelek kerana bisikan
syaitan, dan syaitan memberikan bayangan-bayangan khayalan yang indah.”
“Bagaimana solusi permasalahan saya Kyai?”
tanya Muslihah.
“Mbak Muslihah ini rawatlah diri, kalau perlu
memakai gurah, dan rawat kecantikan, layani Suami dengan penuh cinta, cintai Suaminya bukan
kerana siapa suaminya siapa. Tetapi sayangi Suaminya kerana menyayangi Allah, rindu akan
syurganya, lakukan semua pelayanan dengan
membayangkan kalau pelayanan itu akan
mendapat ganti yang setimpal yaitu syurga yang
kekal, jadi jangan dipandang lahirnya Suami.” jelasku.
“Lalu bagaimana, sekarang saja dia
menyeleweng.”
“Mbak Muslihah masih ingin kan kumpul sama Suami?” tanyaku.
“Ya masih Kyai, kerana anak-anak kami sudah
agak besar.”
“Ya kalau begitu kembali ke suami".
“Tapi saya sakit hati Kyai.”
“Lha sakit hati itu kan tidak ada yang membayar,
hanya menjadikan tekanan mental, menyiksa diri,
tapi sama sekali tak ada manfaatnya, tenangkan
diri, jangan ada tekanan batin.”
“Bagaimana mungkin Kyai, kenyataannya aku
disakiti, bagaimana hatiku tak sakit.”
“Sakit hati itu sama sekali tak menyelesaikan
masalah, hanya menimbulkan dendam, dan
kebencian. Jika dalam rumah tangga kemudian
ada bara yang dipendam, yang suatu saat bisa
meledak, maka ku jamin rumah tangga itu tak
akan bahagia…, ingat mbak Muslihah Suamimu itu
cuma batu loncatanmu ke syurga, jangan kemudian
malah menjerumuskanmu ke neraka, neraka
dunia kerana memendam sakit hati, dan neraka
akhirat kerana tidak taat pada Suami, Ya, saya
sendiri jika Istri saya menyeleweng juga belum
tentu saya kuat menanggungnya. Tetapi bagi saya
pribadi, rumah tangga itu jangan dikotak-kotakkan, itu yang sering terjadinya
percekcokan (pergaduhan), ini milikku, ini milikmu, jangan
memakai milikku, padahal dalam rumah tangga,
kan satu kesatuan, kedua Suami-Istri itu seperti mengelola bahtera, lha, kalau yang satu merasa
miliknya, yang lain kemudian membatasi hak
lainnya, ya sudah pasti akan timbul curiga,
seperti anjing dan kucing dalam satu perahu, aku
sendiri sebagai Suami, malah kadang masak, menyuci piring, itu tak akan menjadikanku rendah,
sekalipun aku dipanggil Kyai, aku juga menyapu
dan mengepel, kita itu kok bisa kita lakukan,
kenapa menyuruh orang lain? sebab orang lain
juga punya tangan dua, kita juga, jika bisa
melakukan sendiri, maka akan ku lakukan sendiri. Jika suatu rumah tangga kok di antara Istri atau Suami merasa derajatnya lebih tinggi, maka akan
timbul perbudakan(perhambaan), bisa saja seorang Istri
memperbudak Suami, menyuruh ini itu, atau
sebaliknya, dan pasti ujung-ujungnya akan timbul
percekcokan, Suami marah kerana merasa tidak
ditaati Istri, lha, lalu tujuannya rumah tangga itu
mahunya apa?”
“Jika rumah tangga itu dibangun suatu kasih
sayang yang disandarkan kepada kasih sayangnya
sang Maha Pemilik Kasih Sayang. Maka rumah itu
akan menjadi syurga, Suami menjadi pelindung dan
pemimpin rumah tangga yang bijak dan adil, Istri
menjadi pewangi rumah dan selalu membuat udara cerah, anak-anak seperti kerlip bintang,
menjadi tauladan di luar, dan menjadi pelita hati
keluarga. Maka baru bisa dikatakan keluarga itu
sakinah penuh ketenangan, dan hal itu harus
dibangun dari hal-hal kecil, seperti diadakannya
sholat berjama’ah, lalu setelah selesai Suami-Istri saling berkecupan, anak-anak mencium
tangan Ibu, sholatnya semua rukunnya
disempurnakan, sehingga rumah tangga penuh
cahaya keimanan.”
“Rasanya ingin saya cepat menikah pak Kyai, agar
saya bisa menjemput pahala.” kata Laila.
“Menikah itu menyempurnakan agama, sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kata sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa SallamNabi, menikah itu sunahku, siapa yang
tidak suka menikah maka tidak suka pada
sunahku, dan siapa yang tidak suka pada
sunnahku, maka bukan golonganku lalu kalau
tidak ikut golongan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, lalu mau ikut golongan
siapa? Siapa yang sekalipun punya amal setinggi
gunung amal baik, dan berhak masuk syurga, tapi
tak mahu mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka jikalau dia masuk
syurga, maka tak pernah tahu kemana jalannya
syurga".
Tiba-tiba Muslihah menangis. Mengguguk… aku
berhenti bicara.
“Ampunkan aku ya Allah… do’akan saya bisa taat
pada Suamiku Kyai, dan do’akan saya, Suami saya
kembali padaku, aku maafkan semua
kesalahannya, asal Allah redho padaku.”
“Aamiin… InsyaAllah, Suaminya besok kembali, dan
jangan lupa layani sebaik-baiknya, jangan melihat
tingkah lakunya, jangan melihat bentuk fisiknya,
atau kekurangan-kekurangan dalam pribadinya,
kalau diteliti, maka semua orang itu pasti ada
kekurangannya, tapi jadikan dia, Suamimu, adalah
batu loncatanmu meraih redho dan syurga Allah.”
“Baik Kyai, hati saya legaaa sekali.” kata
Muslihah.
Ke empat perempuan itupun minta diri, Aku
hanya berharap apa yang ku sampaikan bisa
bermanfaat bagi mereka.
Kalau tetamu lagi musim masalah rumah tangga dan
ada hubungan dengan perkawinan, anehnya yang
datang selalu soal hubungan rumah tangga dan
yang berurusan dengan itu
Sehabis waktu Isyak ini juga ada tetamu seorang gadis
disertai Ibunya.
“Ada apa bu? Apa yang bisa saya bantu?” tanyaku.
“Ini soal anak saya Kyai.”
“Ada apa dengan anaknya?” tanyaku.
“Anak gadis saya ini apa mungkin diikat orang
kyai?” tanya ibu si gadis.
“Diikat? Kok ku lihat tangan dan kakinya tak ada
ikatannya?”
“Maksudku diikat agar tak bisa menikah sama
orang.” jelas wanita setengah baya.
“Wah aku tak tahu Bu, lha, saya ini sebenarnya tak
bisa apa-apa dan tak mengerti apa-apa, jika
orang kesini juga cuma minta dido’ain, jadi bukan
berarti saya tahu apa-apa. Malah saya tak tahu
sama sekali apa do’a saya diijabah apa tidak,
bagi saya berdo’a dengan cara yang benar, soal
ijabah itu hak Allah Ta'ala, lha, orang kesini minta
dido’ain, ya tentu saya do’ain, sebenarnya Ibu
juga bisa, atau Mbaknya ini juga bisa, siapa
namanya Mbak?
“Saya, Ainun Farihah.” kata gadis manis yang
sudah matang.
“Soalnya anak saya ini sudah berkali-kali mahu
nikah tapi tak pernah jadi, pernah kad undangan sudah tersebar, tapi malah nikahnya
dibatalkan oleh calon mempelai lelaki. Juga
pernah malah sudah mahu akad nikah, penganten lelakinya malah tak pernah datang. Dan kejadian seperti itu terjadi berulang kali sampai 20 kali,
bukankah itu sudah di luar kewajaran toh Kyai?”
jelasnya.
“Iya memang di luar kewajaran. Tetapi aku sendiri
tak dikasih isyarat apapun oleh Allah. Maka aku
tak bisa main tebak-tebakan, yang Allah
isyaratkan adalah, Mbak Ainun ini bermasalah
dengan adik lelakinya.” kataku.
“Iya itu betul Kyai, kerana Ainun ini tak nikah-nikah jadi adik lelakinya yang ingin menikah jadi
harus menunggu kakaknya.” jelasnya.
“Kalau saya belum punya istri, akan ku nikahi
sendiri, sayangnya aku sudah beristri, hehehe.”😄 candaku.
“Wah, kalau Kyai berkenan dengan Ainun, saya
sama bapaknya sangat bahagia sekali, dan sangat
menyetujuinya, biar Ainun jadi Istri kedua atau
ketiga, kurasa tak masalah, biar keluarga kami
ada bibit unggul, orang-orang berilmu.”
“Ah, aku hanya bercanda kok Bu'.” elakku.
“Ya, kenapa tidak sungguhan, Ainun pasti juga
mahu, benar kan Ain..?” kata ibunya Ainun sambil
mencolek anaknya.
Anehnya Ainun malah mengangguk sambil
wajahnya ditutupi jilbabnya.
“Sudahlah Bu' jangan diperpanjang, ini nanti ku
do’akan. Semoga mendapat jodoh yang sholeh
dan dipilihkan Allah.” kataku.
“Maaf Kyai ini tehnya Kyai tiup agar berkah.”
kata Ibunya Ainun, sambil memajukan teh yang
disediakan untuknya, maju ke arahku.
Tanpa banyak basa-basi teh ku tiup, dan
langsung diminum oleh ibu itu, dan Ainun juga
menyodorkan teh nya ke depanku.
“Saya juga Kyai.” kata Ainun
Aku juga segera meniupnya, dan Ainun meminum
habis teh yang ku tiup.
Ainun pun pamit pergi, aku mahu beranjak ke
dalam ada yang mengucap salam lagi, seorang
perempuan muda dengan ditemani juga oleh Ibu
dan kedua anaknya.
Aku pun kembali lagi ke tempat menemui tamu
lagi.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku, setelah
aku mempersilahkan duduk pada tetamuku.
“Ini Mas, saya mengantar anak saya.” jawab
ibunya
“Kenapa anaknya?” tanyaku.
“Ini soal anak lelaki kecil saya.” jawab
perempuan mudanya yang bernama Dewi Aminah.
“Kenapa dengan anak kecilnya Mbak?” tanyaku.
“Anak lelaki saya ini mengalami kebocoran
jantung menurut diagnosa hospital, jadi saya
minta do’anya agar anak saya ini diberi
kesembuhan dari derita penyakitnya.” jelas
Dewi
“InsyaAllah akan saya do’akan, semoga Allah
memberi kesembuhan.”
“Aamiin, terimakasih Mas Kyai sebelumnya, dan
kedua ini tentang Suami saya, sudah sejak lama
suami saya ini saya dengar selingkuh.” kata Dewi.
“Lhoh, kok saya dengar?” tanyaku.
“Iya Mas Kyai, kerana Suaminya kerjanya di
Jakarta, sedang dia sendiri tinggal di sini, dan di
Jakarta Dewi sendiri tak tahu tempat kerja Suaminya. Jadi tak tahu bagaimana Suaminya di
Jakarta, ya pernah ada perempuan yang
mengaku selingkuhan Suaminya.”
“Wah-wah kok bisa rumit gitu ya?”
“Lha anak saya Dewi ini, juga punya teman yang
juga menjadi teman Suaminya, maksudnya lelaki
yang menjadi teman Suaminya, yang selama ini
dijadikan penghubung, dan sudah sangat baik
sekali dengan Dewi, yang kasihan dan hiba akan
nasib Dewi, Nah, kami ingin menanyakan apa
benar, Suami anak saya Dewi ini di Jakarta
memang selingkuh, lalu bagaimana solusi terbaik
menurut panjenengan".
“Wah, rumit sekali itu.” jawabku.
“Rumit bagaimana Mas Kyai?” tanya Dewi.
“Ya, kalau Suaminya ada di depanku kan lebih
gampang, akan ku tanya apa kamu selingkuh?”
“Ya, dia tak akan mahu mengaku Mas Kyai…, saya
sendiri berulang kali bertanya saja dia tak mahu
mengaku,” jawab Dewi.
“Dia tak mahu mengaku itu kan urusan dia sama
Allah, kerana saya akan menyumpahnya dengan Al-Qur’an, kalau dia tak mengaku.” jelasku.
“Mahunya anak saya Dewi ini Kyai, bagaimana
kalau misal si Dewi ini cerai sama Suaminya, dan
menikah dengan teman Suaminya yang juga
teman Dewi.”
“Suatu perbuatan halal yang paling di benci
Allah Azza Wa Jalla, adalah perceraian, kalau bisa perceraian
itu di jadikan keputusan paling final, menikah
dengan lelaki yang dekat dengan Dewi sekarang
itu? Seorang lelaki yang memasuki kehidupan
wanita sementara wanita itu dalam masalah, juga
bersuami yang masih sah. Maka lelaki itu syaitan
dari golongan manusia, percayalah kalau dia jadi, sampean nikah, setahun kemudian sampean akan
dicampakkan, seperti mencampakkan ingus yang
menjijikkan, bisa jadi sekarang ini dia mengincar
harta atau kesepian hatimu, agar dia bisa
mengambil manfaat untuk nafsunya.” jelasku.
“Tapi dia baik Pak Kyai.” jelas Dewi.
“Ya, namanya juga mahu mencari perhatian, tentu
saja baik, akan sering-sering memberi.”
“Iya, memang dia sering memberi Pak Kyai.”
“Tapi dia sering mengucapkan cinta, dengan kata
cinta yang indah.” jelas Dewi.
“Malah makin jelas, orang yang muluk-muluk
mengungkapkan kata cinta itu bisa dipastikan
kalau cintanya palsu,”
“Lhoh, kok bisa gitu Mas Kyai?” tanya Dewi,
“Ya, orang yang muluk-muluk mengutarakan kata
cinta, itu tak mencintai kecuali dirinya sendiri,
kata cinta diungkapkan muluk-muluk kerana ingin
adanya balasan cinta dari lawan jenisnya. Dan
lawan jenisnya akan memenuhi nafsunya. Jika
nafsunya dan keinginannya sudah terlaksana. Maka segera saja orang yang sebelumnya dia,
katakan dia cintai, akan segera dibenci, kerana
apa yang dia inginkan sudah didapat. Jadi orang
yang muluk-muluk mengutarakan cinta itu tak
mencintai kecuali keinginan nafsunya ingin
mendapat apa yang jadi keinginannya. Jika
seseorang itu mencintai orang lain dengan benar. Maka seorang yang mencintai dengan benar itu
akan berusaha orang yang dicintai selalu bahagia
tak rela yang dicintai bersedih dan tak rela yang
dicintai masuk neraka, bukannya orang punya Suami lantas diganggu,” kataku.
“Dia tidak mengganggu saya kok Kyai.” sangkal
Dewi.
“Ya… saya hanya menunjukkan kebenaran, sebab
namanya dikatakan mengganggu kan juga bukan
hanya memukul. Tetapi ada orang punya Suami,
lantas diajak selingkuh juga kan namanya
ganggu,.!” [HSZ]
To be Continued.....
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
Follow me at;⭐
twitter.com/romymantovani
facebook.com/romyschneider
linkedin.com/in/RyanSchneider
pinterest.com/helmynetwork
VIDEO
No comments
Post a Comment