KISAH SUFI, SANG KYAI [47]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt=" KISAH SUFI, SANG KYAI [47]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [47]

Pada siri ke-46  dikisahkan, Saat di Majlisku ada banyak tetamu, dan semua sedang bicara denganku, masuk dua orang lelaki dan perempuan, tiba-tiba yang lelaki tersungkur mengaduh-aduh berguling-guling, aku cepat bangkit, dan ku pegang kepalanya, lalu dia mulai tenang.

“Kenapa pak?” tanyaku. “Tak tahu Mas Kyai, tiba-tiba kepalaku rasanya pening sekali.” jawab lelaki setengah tua yang mengenalkan diri bernama Tohir.

“Bapak mempunyai amalan apa?” tanyaku “Saya orang tareqat Mas.” kayanya. “Lha, kok sampai punya khadam Jin?” “Ya tak tahu.” jawabnya. “Tareqat sampean apa yang diikuti?” tanyaku.

“Tareqat Qodiriyah wa Naqsabandiyah.” ">jawabnya. “Lha,  berarti sama dengan tareqat saya.” jawabku. “Saya malah sudah dibai’at beberapa kali.”  “Wah hebat itu, lha, saya saja baru dibai’at sekali.”

“Panjenengan Kyai ini baru dibai’at sekali, kok ya saya tak punya kelebihan yang kayak penjenengan yang bisa berbagai macam ilmu dan kelebihan.”

FORTUNA MEDIA --  “Pak Tohir ini menjalankan tareqat sudah berapa tahun?” tanyaku.

“Ya sudah lama sekali, mungkin sudah dua puluh tahun, lha, umurku sudah hampir enam puluh kok Mas Kyai.” jawab pak Tohir.

“Lama juga ya…”

“Ya anehnya kok hidup saya susah terus, ya rezeqi sih cukup, ya semua anak saya juga kuliahan, tapi cukup untuk itu saja.” jelas pak Tohir.

“Ya, yang penting disyukuri.”

“Saya kesini juga ingin menjadi murid panjenengan, melihat panjenengan seperti itu, masih muda, ilmu apa saja ada, kelebihan juga menakjubkan, sampai tak masuk di akal, saya jauh-jauh juga mendengar pembicaraan orang akan kelebihan panjenengan, sedang guru mursyid di Pekalongan itu juga kan banyak, tapi kenapa mereka tidak memiliki kelebihan yang panjenengan miliki?” kata pak Tohir.

“Saya itu manusia kosong, tak ada apa-apanya pak Tohir, apa yang saya miliki ini semata-mata anugerah Allah Subahanahu Wa Ta'ala, bila saja bisa diminta kembali, jadi saya hanya ketitipan menjaga, titipan dari guru saya, karena saya diserahi menjadi pemimpin Jawa Tengah, maka saya juga dibekali kelebihan, jadi bukan masalah saya sakti atau hebat, ya kalau saya sendiri ya sama dengan panjenengan, jadi ini bukan karena saya mempelajari atau tekun, tapi kerana saya kepasrahan amanat, jadi didukung dengan pakaian kebesaran, ya, kalau kedudukan saya dicabut oleh Allah Ta'ala kerana saya seenaknya sendiri menyelewengkan kepercayaan yang diamanatkan pada saya, ya bahayanya besar, sebab langsung urusannya sama Allah Ta'ala.”

“Oo begitu rupanya.”

“Ya sebenarnya siapa saja bisa menjadi seperti saya, wong dalam Tareqat itu di samping istiqomah menjalankan amaliyah, puasa siang hari, zikir di malam hari, dilakukan dengan konsisten, sehingga menjadi suatu amal yang seperti membuang kotoran di kamar kecil, kebiasaan yang tidak difikirkan, kerana biasa, menjadi ikhlas dengan sendirinya, kerana amal telah menjadi kebiasaan bukan suatu hal yang aneh, yang menjadikan hati bangga, lalu menjaga makan dari makanan haram dan subahat yang tak jelas halal haramnya, menjaga lisan dari perkataan yang sia-sia, lebih baik diam jika tidak bisa bicara yang tak ada manfaatnya, menjaga orang lain jangan sampai tersakiti, selalu berkasih sayang pada siapa saja, menghilangkan iri, dengki, hasad, sombong, loba, tamak, riak, ujub, membanggakan amal, buruk sangka, kikir, maka bisa mendapatkan anugerah dari Allah Ta'ala, dan semua itu tak bisa dicapai, Jika tanpa ada yang mengarahkan dan membimbing, saya diarahkan oleh guruku, maka bapak ku arahkan, bukan saya lebih mulya atau lebih hebat, Tetapi hanya kerana saya sudah pernah lewat jalannya, Jadi saya bisa tahu jalan daripada orang yang belum pernah melewati jalannya, jadi bukan kerana saya lebih baik dari bapak, dan seorang murid itu harus takzim, hormat kepada guru, bukan juga kerana gurunya hebat, sekalipun guru itu anak kecil yang miskin dan yatim yang tak punya apa-apa, Maka seorang murid tetap harus taat pada guru, takzim, mengagungkan, bukan mengagungkan jasad guru, tapi mengagungkan ilmu yang dititipkan Allah Ta'ala yang bersanad menyambung pada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, jadi bukan tentang siapa gurunya, kalau jasad lahir guru maka sama dengan jasad yang terdiri dari darah daging, tapi ilmu tareqat itulah yang menjadikan guru itu utama, dan dihormati, sebab seorang guru itu dipilih oleh Allah Ta'ala, tidak bisa ilmu Tareqat itu dititipkan kepada seseorang yang bukan di bidangnya, beda dengan ilmu IPA, biologi, sains, siapa saja mahu mempelajari maka akan bisa mempelajari dan memperoleh predikat profesor, Tetapi kalau guru mursyid tareqat, tidak bisa semua orang menjadi seorang mursyid, walau puluhan tahun belajar, sebab yang menjadi mursyid dan kedudukan itu dipilih oleh Allah Ta'ala, apa saya sendiri mengajukan diri untuk dipilih, la setitik debu saja saya tak ingin menjadi pemimpin dan punya kedudukan dalam tareqat, sebab bagi saya berat, amanah yang sangat berat, tapi kerana sudah diletakkan di pundakku. Maka aliran darah saya, degup jantung saya, adalah tareqat, setiap langkah saya adalah tareqat, lihat saya sama sekali tak kerja apa-apa. Kerana jika tareqat itu ibarat air sungai yang mengalir, dan saya itu orang yang mandi, lalu hanyut dan menjadi ikan, sehingga jika saya dipisahkan dari air, maka saya akan megap-megap, sebab saya memerlukan air.” kataku panjang lebar.

Orang yang ada semua terdiam.

“Orang itu di dunia ini diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, pengabdian itu bukan untuk Allah Ta'ala, sebab Allah Ta'ala tak perlu pengabdian siapapun, tapi untuk diri pengabdi itu yaitu kita, mengabdilah pada Allah Ta'ala sampai engkau didatangi keyakinan di hatimu, dan keyakinan itu hadir kerana adanya sebab yang terlihat sehingga menimbulkan keyakinan, dan adanya sebab itu benar-benar menimbulkan akibat, orang memegang pisau, melihat tepi yang tajam dari pisau dan dia pakai mengiris daging, menjadikan dia tak ragu mengiris kerana melihat hasil irisan awal yang mudah memotong daging, sehingga irisan selanjutnya tak ada keraguan. Sama soal ibadah, bisa menimbulkan yakin sebab melihat hasil dari apa yang diharap terjadinya, misal berdo’a. Maka menjadi yakin setelah pernah melihat dengan mata kepala sendiri kalau do’anya diijabah Allah Ta'ala, makanya bapak dan semua yang hadir terijabahnya do’a itu bisa kita lihat hasil nyatanya, kalau kita sendiri tak terpisah dari do’a, sudah seperti tangan yang memegang pisau, dan tak bisa dibedakan mana tangan dan mana pisau, sebab gerakan maju mundurnya mengiris seirama, kita itulah pisau, pisau ya, kita itu, sebab penyatuan kehendak, antara pisau dan kita sendiri, sebab penyatuan kehendak antara kita, do’a dan pemberi ijabah yaitu Allah Ta'ala, sebab adanya Allah Ta'ala di hati setiap waktu, setiap tarikan nafas, dan setiap bergerak dan berhenti.”

 “Wah aku rasa kurang faham… hehehe… maaf Pak Kyai.”

“Tidak apa-apa…, manusia itu sebenarnya kalau menyandarkan pada kecerdasan dan pemahaman sendiri, maka akan dangkal dan pendek pemikirannya, bos pabrik kain sutra, kok dia dari menanam bibit kepompong dijalankan sendiri, menyangkul tanah, menanam bunga tempat kupu-kupu bertelur sampai memanen kepompong itu dijalankan sendiri, lalu mengurai benang kepompong dilakukan sendiri, menjadikannya 
kain dilakukan sendiri, sampai menjahit kain dilakukan sendiri, setelah jadi pakaian lalu dijual sendiri, ku ragukan kalau tiga tahun orang itu akan bisa membuat pakaian satu, sama dengan amaliyah, jika kita fardan atau sendirian mengandalkan amal sendiri, maka lama sekali orang itu akan maju, la amalnya sendiri saja masih diragukan bisa menembus langit tujuh, apa tidak bisa menembus, kerana ketidak adanya keikhlasan amal, atau sebab lain entah makanannya yang selalu haram, atau diri yang sombong, dan melakukan sesuatu yang menjadikan diri terhalang amal bisa menembus ke langit, dan mendapat ACC dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, bahwa amal kita itu pantas diterima, maka dari itu kita perlu pendukung, seperti orang membuat pakaian sutra, jika ingin produksi sehari jutaan kodi. Maka perlu petani kepompong, perlu pekerja pemintal benang sutra, penjahit, pemasaran, maka jadilah pabrik, sama dengan ibadah, perlu penyokong ibadah kita, ajak orang lain. Maka kita akan mendapat apa yang dikerjakan orang itu malah langsung diterima di sisi Allah Ta'ala, sebab tidak berhubungan lagi dengan ikhlas tidaknya dengan orang yang kita ajak, seperti orang yang punya karyawan penjahit. Maka akan menerima pakaian yang dijahit karyawan itu, tidak perduli karyawan itu punya hutang di luaran, tetapi itu bukan urusan kita.”

“Nah, kalau ini aku faham,” sela pak Tohir.

“Juga kita perlu penyokong amal, jika kita tidak bisa mengajak orang lain untuk beramal, umpama kita tidak bisa mendirikan perusahaan, kenapa kita tidak tanam modal dalam perusahaan. Jika tidak bisa mengajak orang lain melakukan amal ibadah, kenapa tak menyokong orang yang beribadah dengan harta yang kita miliki, setiap ibadah itu dilakukan kita akan mendapat bagian dari modal yang kita tanamkan, semakin besar modal yang kita tanam. Maka akan makin besar bagian yang kita dapat, teori tentang tanam modal orang bisnis semua juga tahu, seperti kita menanam modal di pabrik, kok, di pabrik ada karyawan yang sakit maka tidak akan mempengaruhi penanam modal, penanam modal akan tetap memperoleh bagian selama pabrik itu tidak gulung tikar, begitu juga orang yang melakukan amaliyah menanam modal misal memberi dana kepada majlis zikir, Maka penanam akan mendapat hasil bersih dari apa yang ditanamkan, jika pabrik makmur, artinya semakin banyak jama’ah yang ikut akan makin banyak penanam modal menerima bagian itu tak mempengaruhi antara ikhlasnya penzikir dan akibat atau hasil yang dicapai penanam modal. Selama majlis itu berdiri maka selama itu juga penanam akan mendapat bagian sesuai modal yang ditanam, dan itu akan terjadi dan kita lihat hasilnya jika kita praktekkan, segala sesuatu seribu tahun hanya teori tanpa dipraktekkan. Maka jangan harap ada hasilnya, Nah, praktek kemudian melihat hasil yang dicapai dengan kepala sendiri ini dinamakan ainul yaqin dan setelah mempraktekkan lalu melihat hasil lalu menambah-nambah perbuatan serupa ini dinamakan haqqul yaqin, seperti orang yang tak ragu mengiris daging kerana mengiris yang pertama hasil potongannya sempurna. Maka kedua dan seterusnya tak lagi ragu memotong daging, sebab telah yakin potongannya bagus.”

“Maaf Kyai, kalau saya ini kenapa diikuti Jin?”

“Oh ya tadi itu kenapa bapak sampai jatuh berguling? Kerana bapak biasanya disokong khadam jin, dan waktu masuk rumahku Jinnya tak berani masuk, lantas bapak yang biasanya disokong kemudian jalan sendiri, jelas jadi lemah dan terasa pening yang teramat sangat.” jelasku.

“Lho Kyai, bukankah saya itu mengamalkan Tareqat, kenapa diikuti Jin?” tanya Tohir.

“Begini setiap amaliyah zikir yang dijalankan, itu pasti akan ada Jin yang mendekat. Jika ada jin atau syaitan yang mengganggu, Jin yang mendekat ada yang mahu mengganggu, ada juga yang mahu menjadi khadam. Jika kita didatangi Jin yang akan menjadi khadam kemudian kita terima. Maka ya, sudah kita mentok sampai di situ, dan tak lagi beranjak mendekat pada Allah Ta'ala. Tetapi jika kita tolak, maka kita tak apa-apa, arti kata kita tolak itu dalam perbuatan bisa saja luas, misal tidak diperduli, dan terus istiqomah zikir. Setelah itu akan ada Malaikat yang datang untuk menjadi khadam, dan kita juga kalau menerima. Maka kita akan mandek(stagnant) sampai di situ, tak lagi beranjak mendekat pada Allah Ta'ala, lha, Malaikat itu kan memang sudah diciptakan untuk melayani manusia, ya, tidak usah kita minta, atau kita terima, mereka itu kan kodratnya melayani.”

“Apa buktinya kalau Malaikat itu pelayan manusia?”  tanya Khusain salah satu tamuku.

“Kan jelas, kita ini beramal baik atau buruk sudah ada Malaikat pencatat amal baik di pundak kanan, dan Malaikat pencatat amal buruk dipundak kiri, kita tak usah mencatat sendiri, yang akan menghabiskan beberapa juta kertas tiap bulan, juga kita mahu hujan, ada Malaikat yang manurunkan hujan, kita amal mahu dikirim ke langit kita juga tak usah repot/susah susah menunggu pak pos, sudah ada Malaikat yang mengantar amal kita ke langit.”

Datang Suami - Istri masuk ketika kami bicara, setelah bersalaman denganku yang lalu mereka nimbrung (turut serta), aku lihat perempuannya, aku kaget, kerana ku rasakan Jin yang kuat, mengikutinya, ku katakan kuat kerana sudah kuat masuk rumahku yang ku pagar ghaib.

“Ibu ini ada keperluan apa?” tanyaku, mengalihkan pembicaraan kepada perempuan yang baru datang.

“Ini Pak Kyai, saya kakinya sakit, dan entah kenapa kayak ada yang nggandoli.” jelasnya.

“Ibu kerjanya apa?” tanyaku.

“Saya kerjanya memandikan mayat.” jawabnya.

“Hm pantas..! Sebentar ya Bu'”  Aku bangkit, dan mengambil air mineral, lalu ku tiup dengan do’a.

“Tolong ini diminum Bu'…” kataku sambil menyerahkan air mineral, dan segera diminum Ibu tersebut.

Ku rasakan Jin keluar dari tubuh ibu tersebut dan lari, ku biarkan saja.

“Coba Bu', dirasakan kakinya, dipakai berdiri, dan jalan.” kataku. Lalu Ibu itu berdiri dan jalan.

“Bagaimana Bu', masih ada yang sakit dan berat tidak kakinya?” tanyaku.

“Sudah enteng dan ringan.” jawabnya.

“Maaf ya Bu'…, Ibu ini pernah memandikan seorang yang mati, dan orang itu melakukan laku pesugihan, dan Jin yang diajak melakukan amal pesugihan itu nempel ke Ibu, tadi saya lihat hairan kok Jin masuk ke rumahku dengan minta gendong ke Ibu, makanya saya cepat ibu minum air agar dia lepas.” jelasku.

“Wah, kok menakutkan toh Pak Kyai…? Tapi memang ini saya alami sejak saya memandikan seorang perempuan yang meninggalkan rusak wajahnya, dan sakit yang di kaki saya itu kok sering jalan.” kata Ibu itu.

“Ya tidak apa-apa, sekarang sudah pergi, jadi tak usah ditakutkan lagi.”

“Anu Pak Kyai, saya punya cucu di Jakarta, ini baru menempati tempat kontrakan baru, tapi terus-terusan kok anaknya menangis terus tiap hari, apa bisa dibantu Pak Kyai.” cerita Ibu itu.

“Cucunya itu umur berapa Bu'?” tanyaku.

“Umur 5 tahun pak.”

“Suruh saja menyediakan air, nanti ku transfer, tolong bilang anaknya dikasih minum air itu, dan airnya dipakai memandikan anaknya sebagian, dan sebagian lagi dipakai mengepel rumah, ingat jangan sampai ada yang tertinggal, artinya semua tempat di-pel,”

“Kalau tempatnya ada barang-barangnya bagaimana Pak Kyai?”

“Ya, kan bisa disemprot memakai semprotan air yang seperti semprotan untuk setrikaan.”

“Oo gitu ya Pak.?”

“Iya soalnya kalau tidak nanti seperti kemaren ada yang kesini, anaknya rewel, lalu ku kasih air, dan ku suruh mengepel semua, artinya semua tempat harus kena cipratan air, Nah, pada saat itu ada yang terlewat yaitu di atas lemari, dan anaknya tetap menangis, katanya kalau melihat ke lemari menangis sambil takut dan menyembunyikan diri, ya kerana atas lemari tak di-pel/dimob. Maka, Jin yang menyerupai kunti itu duduk di atas lemari, jadi anaknya melihat.” jelasku.

“Iya terimakasih penjelasannya Kyai,”

“Kalau gitu saya telefonnya dulu Kyai…”

“Iya.. suruh saja sedia air,”

Sebentar ibu itu menelefon.

“Maaf Kyai, airnya baru dicarikan, apa ada syarat lain Pak?”

“Ini air yang aku transfer sifatnya sementara, jadi hanya untuk kepeluan yang mendadak saja, jadi entah di bulan berikutnya, bisa saja Jin itu

akan kembali lagi.”

“Lha, saya harus bagaimana Pak?” tanya Ibu itu.

“Ya biar tidak kembali lagi, maka sebaiknya rumahnya dipagar dengan ditanami batu kerikil yang ditanam di pojokan rumah.

“Begitu ya, Pak Kyai?”

“Iya, agar Jinnya tak kembali lagi, air dan batu itu bukan apa-apa, tak ada apa-apanya, saya hanya mentransfer do’a ke air itu, dan mengisikan do’a ke batu itu…”

“Iya pak Kyai, saya faham.”

“Kebetulan, dua hari lagi saya sudah ada rencana ke Jakarta, jadi apa besok batunya sudah bisa saya bawa?”

“Bisa, besok saja kesini lagi.” kataku.

“Baik kami berdua mohon diri.” kata Ibu itu.

“Handphone ku bunyi.” ku lihat ternyata dari Ibuku di Tuban. Ku jawab salam lalu ku tanya.

“Ada apa Bu?”

“Ini diminta menyampaikan pesannya Pak Muhadi, kakinya sudah sembuh, dan terimakasih banyak, gitu bilangnya.”

“Iya Bu'.”

…………………………

Dalam niat, kita selalu membekali gerak dan laku dengan niat itu, menjadi bernilai atau tak bernilai setiap perbuatan amaliyah, disandarkan pada niat awal akan melakukan suatu perbuatan. Jika kita menjalankan amaliyah dengan disertai niat ikhlas kerana semata-mata memenuhi semua perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka semua gerak selangkah atau setengah langkah, setarikan nafas sekalipun akan bernilai pahala.

Betapa pentingnya menata niat di hati, jangan sampai sudah seribu perjalanan kita tempuh, tapi semua hanya perbuatan sia-sia, seorang yang berakal dan selalu menghitung dengan akalnya, akan menimbang, betapa pendek umur kita di dunia, seandainya banyak sudah perjalanan ditempuh, dan ternyata kebanyakan sia-sia, sedang umur itu mendekati ajal, kontrak kita di dunia itu setiap waktu berkurang masanya, kalau seseorang tak juga menyadari maka pasti akan merugi.

Jika Bapak kita mati, Ibu kita mati, Nenek kita mati, Kakek/datuk kita mati, apalagi kita yang menjadi anaknya.

Siapa yang bertaqwa pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka Allah Ta'ala akan memberi jalan keluar terbaik dari permasalahan, dan akan diberi rezeqi yang tidak bisa disangka-sangka datangnya.

Jika seseorang tak memotivasi diri, motivasi orang lainpun tak akan membuat diri beranjak dari tidur panjangnya hati, kadang hati itu harus ditundukkan dengan apa yang disenangi. Dan apa yang disenangi itu selalu apa yang diharap untuk terjadi di kehidupan kita, orang miskin ingin kaya, orang susah ingin bahagia, orang sakit ingin sembuh, orang tak punya jodoh ingin menikah, dan banyak lagi apa yang kita senangi, apa yang kita senangi sah-sah saja dijadikan motivasi untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, jika miskin perbanyak zikir yang jalurnya rezeqi. Apabila sakit perbanyaklah zikir yang untuk menyembuhkan penyakit. Apabila tak punya jodoh, perbanyak zikir untuk menyatukan jodoh. Jika ketika kita miskin kemudian zikir yang unsurnya meminta rezeqi, itu terijabah. Maka akan menumbuhkan rasa cinta akan zikir.

Memang seseorang itu tak langsung bisa mencapai ikhlas yang paling tinggi. Maka tak masalah kita menapak ikhlas paling rendah, dengan membuat harapan balasan atas apa yang diamalkan, setelah apa yang di zikirkan atas rezeqi kemudian sering terwujud. Maka akan menimbulkan rasa cinta akan zikir, walau cintanya masih cinta yang dipenuhi berbagai maksud dan keinginan, sebab seorang itu tak bisa menapak langsung ke tataran yang tertinggi, kecuali dari tangga terendah suatu proses cinta Allah Azza Wa Jalla yang hakiki.

Diriku juga masih dalam proses, belum seorang yang ikhlas yang mutlak, tanpa tapi,

Dulu waktu masih masa latihan agar bisa setiap malam tak tidur selamanya, Aku melatihnya dengan tiap malam selalu pergi, dari mulai setelah Isya’, Aku pergi menjelajah malam, sampai pagi datang, berganti teman-teman yang ku ajak menemani, tanpa zikir, hanya kelayapan, agar aku terbiasa dengan tak tidur malam sama sekali, itu sekitar tiga tahun ku jalankan, setelah itu aku melatih untuk suka dan cinta pada zikir, aku meminta dalam zikir dan menyondongkan dengan apa yang di sukai nafsuku, entah perempuan atau wang, sampai waktu dalam latihan, aku selalu punya pacar ada dua puluhan dan mendapat rezeqi yang tak disangka-sangka, yang di luar nalar, agar kecendrungan nafsuku tertaklukkan, dan yakin dengan haqqul-yakin apa yang ku do’akan mendapat ijabah dengan nyata. Setelah terbiasa zikir, maka zikir malah menjadi cinta, jika tidak zikir akan terasa hati benar-benar rindu, dan ingin selalu zikir setiap waktu.

Dan kecendrungan nafsu pun akan menapak pada penundukan kehendak yang lebih remeh dari sekedar apa yang bisa didapat dengan gampang/mudah, ingin melihat Allah Ta'ala menunjukkan hal-hal yang di luar nalar dan logika, tapi kemudian nafsu perlahan tertaklukkan, lalu mendapat hidayah seperti angin yang menghembus dan air yang mengalir, tujuan yang satu kemudian menjadi fokus, kecintaan pada zikir kerana kecintaan pada yang dizikirkan, sedetik tidak menyebut Allah Subahanahu Wa Ta'ala rasa hati seperti kosong berlubang, dan sepi lebih sepi dari kuburan yang tak pernah diziarahi.

Sampai aku menemukan guru, Kyai ku, yang sekarang, perjalanan panjang itu seperti menemukan jawaban. Apa yang ku perjuangkan dalam proses yang panjang, ternyata telah dirangkum dalam paket-paket tertentu, dan zikirnya telah tertulis dengan rapi, tak perlu susah melewati proses panjang sepertiku. Makanya siapa yang mengamalkan amalan yang kuberi, dan sesuai petunjuk yang telah diijazahkan Kyai ku padaku, akan mendapat anugerah Allah Azza Wa Jalla seperti yang dianugerahkan padaku.

Memang menjadi suatu amalan yang simpel dan tak neko-neko, tapi tetap hidayah itu di tangan Allah Subhanahu Wa Ta'la, walau kelihatan sederhana di mataku, juga belum tentu mudah di mata orang lain, sebab ada unsur hidayah di dalamnya.

Aku yang menjalankan pencarian panjang, dan menemukan hasil dari proses simpel yang diberikan guruku, tidak perlu lagi susah melatih bertahun-tahun. Malah sepertinya kadang membuat orang tak percaya, jika akan menjalankan, kerana sebuah proses begitu mudahnya, itu juga yang kadang menjadi kendala seseorang tak yakin dengan hasil yang akan diperoleh. Sebab masak semudah itu untuk menjadi orang utama, jadinya timbul keraguan kerana masih mengukur dengan kemungkinan dan hitung-hitungan matematik.

Kadang aku sengaja membuat pembuktian-pembuktian pada teman-teman, akan betapa do’a diijabah itu bukan rekayasa, bukan isapan jempol saja. Jika ada yang sakit ayo aku obati, gratis dengan do’a, dan itu bukan untuk dianggap sakti, sebab aku sendiri hanya berdo’a, Allah-lah yang "waidza marid’tu fahua yaswin", yang menyembuhkan segala penyakit jika kita sakit, Allah-lah khairarraaziqin, Allah-lah yang paling baik pemberi rezeqi, itu kita buktikan, kita praktekkan kenyataannya bersama, agar iman kita menjadi iman yang haqqul yaqin, keyakinan yang tak tergoyah.

Tiba-tiba, Aku amat kangen/rindu dengan Kyai, aku lalu menanyakan ke santri/murid yang aku tahu nombor handphone nya, di mana keberadaan Kyai, dan setelah menunggu agak lama, kerana bertemu Kyai sedang dibatasi, Kyai sedang 'uzlah dan tidak menemui siapa saja.

Aku diizinkan bertemu tapi harus menunggu dua hari di Cipacung, dan diperintah tidur dulu di kuburan Cipacung, yang sangat angker, orang kampung saja biasanya siang hari tak berani ke kuburan angker itu sendirian. Dan kuburannya juga setelah di hutan, tidur di kuburan di tengah hutan, ya biasa saja, kerana ketakutan itu hanya milik orang yang tidak ada iman kecuali senyala ujung lidi yang terbakar.

Aku pun berangkat ke Pandeglang, dan bermalam di makam. Tapi baru semalaman kami menginap di perkuburan. Kyai sudah menyuruh orang menjemput kami, untuk bertemu.

Dan kami meluncur ke tempat Kyai tinggal, ternyata di rumah orang China yang masuk Islam, dan aku dan teman-teman pun tinggal di rumah itu, yang ku rasakan betapa walau mereka orang China aku merasakan sinar keikhlasan di hati mereka memancar ke setiap gerak -gerik mereka mengurus kami para santri Kyai, mereka begitu bersemangat menyediakan bersahur dan berbuka kami, dan memberi kejutan-kejutan bingkisan yang membuat hatiku merasa amat jauh dari keikhlasan mereka. Patutlah Kyai yang bisa membaca hati orang lain mengambil keputusan tinggal di rumah orang itu.

Dan kami dianggap seperti saudara sendiri, tentu saja Kyai tinggal di situ, berkah Kyai ku juga seperti matahari yang menyinari daun, dan manusia juga haiwan tanpa membezakan.

Namun sayang, Kyai sedang sakit, sakit kali ini bukan asal sakit biasa, tapi sakit kerana disantet/disantau, keberadaan Kyai sangat dirahasiakan. Sehingga tak bisa setiap orang bisa dengan seenaknya menemui. Kyai memanggilku ke dalam ruangan pribadi yang disediakan untuknya, aku duduk takzim mendengar uraiannya.

“Kyai sedang sakit Iyan…, kerana dikeroyok oleh banyak tukang santet seantero Indonesia, yang ada sembilan ratusan tukang santet lebih. Jika seandainya Kyai tolak. Maka sungguh Kyai tak enak sama Allah Ta'ala, baru diberi cobaan seperti ini, masak Kyai tak mahu, jadi semua santet Kyai terima, Kyai biarkan masuk ke tubuh, agar bisa menjadikan Kyai makin dekat dengan Allah Subahanhu Wa Ta'ala, sekarang tugasmu, juga tugas santri yang lain, untuk melindungi dan mengobati Kyai, memakai ilmu yang pernah Kyai berikan, sekaranglah sa’atnya menunjukkan ketaatan murid pada guru.”  kata Kyai sambil duduk, dan sekali waktu salah seorang santri mengusap dengan tisu darah yang bercampur keringat yang keluar dari pori-porinya.

“Iya Kyai… saya siap.” jawabku, “Dengan segenap kemampuanku.”

“Iyan.., sekarang kamu obati Kyai, dengan segala daya yang kamu miliki, jika Kyai menyembuhkan diri sendiri amatlah mudah. Tetapi ini saatnya murid menunjukkan ketaatan dan keperdulian pada seorang guru, sekarang saatmu membuktikan darma baktimu.”

“Murid siap Kyai.., mohon Kyai selalu membimbing murid, agar murid bisa memberikan yang terbaik.” kataku.

“Kau tariklah panas di tubuhku, tubuhku rasanya seperti direbus dan dibakar dengan api.” kata Kyai.

Aku pun mulai mengusahakan kesembuhan Kyai dengan caraku, yang diajarkan Kyai, setiap kali tanganku kubuat menarik kekuatan jahat yang mengeram di badan Kyai. Maka tanganku sampai sebatas pergelangan terasa panas seperti orang kena cabe. Juga lenganku agak memerah, kerana panasnya. Sementara dari pori-pori Kyai merembes keluar keringat yang bercampur darah. Sehingga jika diusap dengan tisu maka di tisu akan ada bekas darah bening, kerana keringat yang bercampur darah, Aku tak kuasa membayangkan, rasanya disantet/disantau dikroyok ratusan orang, Aku sampai menitiskan air mata. Jika membayangkan hal seperti itu.  [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

Follow me at;
twitter.com/romymantovani
facebook.com/romyschneider

linkedin.com/in/RyanSchneider

pinterest.com/helmynetwork


  RELATED POST

Novel Collection

Misteri Nusantara
KISAH SUFI, SANG KYAI [46]

Misteri NusantaraThe Story of The Prophet Muhammad SAW


No comments