Tentang Pilpres Indonesia; King Mikir, King Maker, King Makar
Tentang Pilpres Indonesia; 'King Mikir', 'King Maker', 'King Makar'
- Pada malam 2 Mei 2023 telah diadakan pertemuan politik Anti-Anies. Kenapa Dilaksanakan di Istana Negara? Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya mengundang enam (6) ketua umum parti politik ke Istana Merdeka. Dikatakan, yang dibahas adalah masalah kebangsaan.
- Kalau benar pertemuan ini membahas masalah kebangsaan, termasuk stabilitas politik dan kondisi perekonomian, mengapa hanya enam ketua umum parti? Apakah ketua umum Parti NasDem, ketua umum PKS dan ketua umum Partai Demokrat tidak dianggap sebagai bagian dari bangsa Indonesia?
- Untuk membahas masalah-masalah kebangsaan, pertemuan malam itu tidak boleh partisan. Semua pemangku kepentingan (stake holder) harus diundang. Pertemuan ini hanya diikuti oleh ketua umum-ketua umum yang partinya mendukung keinginan politik Jokowi. Yang berseberangan dengan kehendak dia, tidak diajak.
- Mahu disebut apa pertemuan yang digagas Jokowi ini? Bisakah dikatakan pertemuan kebangsaan? Yang membahas isu-isu nasional? Jelas saja pertemuan ini bukan pertemuan atau silaturahmi kebangsaan. Lebih cocok dikatakan sebagai “silaturahmi pilihan politik Jokowi”.
- Bahkan, lebih jujur lagi kalau disebut sebagai “pertemuan politik anti-Anies”. Inilah yang tergambar dari pertemuan partisan di Istana Merdeka itu. Hanya ketua umum-ketua umum tiga parti pendukung Anies Baswedan yang tidak diundang, tidak diajak, atau tahu diri untuk tidak hadir kerana mereka memang tak sejalan dengan Jokowi.
- Kalau mahu disebut pertemuan parpol-parpol (parti-politik) pendukung Jokowi, seharusnya Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh wajib diundang. Kenyataannya tidak. Padahal, sampai hari ini Surya Paloh dan partinya masih pendukung Jokowi.
- Jadi, sekali lagi, pertemuan ini jelas-jelas silaturahmi Anti-Anies. Sebab, hanya para ketua umum-ketua umum pendukung Anies yang tidak diajak. Mana bisa diklaim sebagai pertemuan yang membicarakan isu-isu kebangsaan?
FORTUNA MEDIA - KUALA LUMPUR - Anies Baswedan tak pernah berhenti memikirkan cara untuk memperbaiki Indonesia yang sedang amburadul. Beliau memikirkan tumpukan hutang Indonesia yang semakin tinggi dan berdaya ledak dahsyat. Kesenjangan sosial dan perpecahan politik bisa menjelma menjadi konflik horizontal.
Anies Baswedan memikirkan mafia yang tumbuh subur di mana-mana. Hampir di semua institusi dan lembaga pemerintahan. Negara Indonesia di ambang kehancuran. Orang-orang yang berkuasa tidak memikirkan itu. Tapi, Anies Baswedan kebalikannya. Beliau memikirkan dampak yang sangat mengerikan.
RELATED POST;
Benarkah Ferdy Sambo Akhirnya Nanti Akan Bebas?
Beliau terus memikirkan solusi yang diperlukan. Dia perlihatkan kecemerlangan dan kematangan fikirannya ketika diminta menjelaskan di hadapan publik tentang apa-apa yang akan beliau lakukan.
Anies Baswedan memikirkan keadilan untuk semua; kehidupan yang layak untuk semua; pendidikan yang bagus untuk seluruh rakyat. Anies Baswedan memikirkan cara memanfaatkan kekayaan alam untuk kemakmuran bersama tanpa kecuali.
Berfikir dan terus berfikir. Anies Baswedan kini menjadi “King Mikir” alias “Raja Pikir”. Kerana memang beliau memikirkan cara untuk membangun Indonesia menjadi Bangsa dan Negara Maju yang bermartabat.
Sebagai “King Mikir”, Anies Baswedan menarik perhatian Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem).Surya Paloh bergegas menjadikan Anies Baswedan bakal calon presiden (bacapres). “Why not the best,” kata Paloh. Waktu itu, Anies nyaris dijadikan tersangka Formula E oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan tuduhan yang tidak berdasar. Formula E memang satu-satunya celah selubang jarum untuk menjegal Anies Baswedan .
Surya Paloh sangat faham gerak-gerik penjegalan (tackle) Anies Baswedan.
Beliau memutuskan untuk mengambil posisi sebagai “King Maker”. Menjadikan Anies Baswedan presiden Indonesia. Dia bertekad agar Anies Baswedan terpilih di pilpres 2024. Keta Umum NasDem mampu melihat potensi besar di dalam diri “King Mikir”. Indonesia akan menjadi negara hebat, adil dan makmur.
“King Maker” berusaha memuluskan jalan “King Mikir”. Surya Paloh menyerempet risiko besar ketika mendeklarasikan Anies Baswedan, menyerempet sebagai bakal calon presiden (bacapres). Seterusnya, terbentuklah Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama Parti PKS dan Parti Demokrat (PD).
Sekarang, “King Mikir” terus diganggu agar tidak bisa ikut pilpres (pemilihan presiden). Parti Demokrat mahu dirampas dengan tujuan agar tiket pilpres Anies Baswedan batal. Kalaupun akhirnya bisa ikut, beliau akan diganggu agar tidak bisa menang. Dan itu dengan segala cara. Termasuk langkah atau tindakan yang bertentangan dengan konstitusi, demi penjegalan Anies Baswedan.
Yang melakukan upaya penjegalan itu tidak tanggung-tanggung. Dia adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) -- orang yang sangat berkuasa. Bisa melakukan apa saja. Dia mengatur siapa capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) yang diinginkannya.
Bahkan Jokowi mengatur komposisi koalisi parti seandainya akan tampil tiga pasang capres di pilpres 2024. Diatur siapa-siapa yang berkoalisi untuk Ganjar Pranowo dan siapa-siapa saja untuk Prabowo Subianto. Jokowi ingin mengatur agar pilpres hanya diikuti dua capres, yaitu Ganjar dan Prabowo. Dengan senario dua capres tanpa Anies Baswedan, pilpres bisa dikendalikan supaya Ganjar menang.
Ini jelas-jelas melanggar konstitusi, kata para pakar hukum tatanegara. Dan juga melecehkan etika berpolitik dan etika berdemokrasi. Tetapi Presiden Jokowi tak peduli. Dia jalan terus dengan cara-cara partisan yang inkonstitusional itu.
Sejak akhir Mac 2022, Jokowi diyakini mencoba senario tiga periode, tapi gagal. Dia kemudian mencoba memperpanjang kekusaan 2-3 tahun dengan menunda pilihanraya, juga gagal. Kerana buntu di sini, Jokowi melakukan intervensi yang sangat jauh dalam urusan pilpres 2024. Dia ingin sekali Ganjar Pranowo menjadi presiden. Kepala negara (presiden) menjadi broker pilpres merupakan pelanggaran konstitusi secara terang-terangan.
Berbagai cara ditempuh, (Azimat/Jimat) adalah syirik |
Melanggar konstitusi bisa juga disebut melakukan perbuatan makar. Ini yang dikatakan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, awal Mac 2023.
Tentu kita semua tidak ingin ada orang yang menyebut Jokowi sebagai “King Makar”. Kita berharap beliau selesai secara terhormat. Dan berhenti mencampuri urusan pilpres.
Kita juga tidak ingin ada orang yang mengatakan “King Mikir” berjumpa “King Maker” tapi dijegal oleh “King Makar”.[HSZ]
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani
No comments
Post a Comment