KISAH SUFI, SANG KYAI [29]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [29]?">

KISAH SUFI, SANG KYAI [29]

  • Pada siri ke-28 di kisahkan tentang perjalanan Sang Kyai dalam menuntut pelbagai ilmu dari Gurunya di Pondok Pesantren.
  • Di Banten, Aku diminta Kyai selama 9 bulan. Dan selama sembilan bulan itu ku habiskan waktu untuk memperbagus Majlis,. Dan melakukan amaliyah yang telah ku sebutkan, dan selama sembilan bulan berlalu dengan cepat.
 FORTUNA MEDIA -  Penyakit iri dengki itu seperti panau, yang bisa 18px tumbuh di kulit siapa saja, iri dengki itu bisa tumbuh di hati siapa saja. Jika panau tumbuh jamurnya atau cendawannya, kerana kita tidak suka menjaga kebersihan kulit. Maka iri dengki itu, tumbuhnya kerana kita tak suka menjaga kebersihan hati.

Dan sebab tumbuhnya penyakit itu kerana "MA AGNA ‘ANHU MALUHU WAMA KASAB", kerana, 
tak terima dengan hartanya dan keberadaan pekerjaannya. Jika kita tidak mensyukuri kenikmatan. Sehingga mempunyai harta bagaimanapun kurang. Punya ilmu merasa kurang. Punya kedudukan merasa kurang. Punya apapun merasa kurang. Maka ujung-ujungnya akan timbul iri dengki dengan apa yang dimiliki orang lain. Tidak perduli orang lain itu memiliki lebih sedikit dari apa yang kita miliki.

Dan jika iri dengki itu telah tumbuh maka persifatan kita akan seperti "KHAMALATAL KHATAB"  Orang yang membawa kayu bakar. Yang membakar sana membakar sini.

“Mas Ian, yang sabar ya…, Nanti di rumah akan ada yang iri dengki, disabarkan, nanti dia akan meminta pertolongan pada Mas Ian…,”   kata yai memperingatkanku ketika Aku pamitan pulang.

“InsyaAllah Kyai, do’akan saya bisa kuat dan selalu diberi kesabaran oleh Allah”,
jawabku.

Memang benar, sampai di rumah namaku telah dijelek-jelekkan oleh Kyai lain. Bahkan tak tanggung-tanggung menjelek-jelekkannya lewat speaker Masjid,

Pertama mendengar, diriku merasa kaget dan tak pada tempatnya. Tetapi setelah ingat pesan Kyai. Maka Aku tak perduli, ku biarkan saja apa yang dikatakan. Mulut, dan anggota apapun di tubuh itu adalah penterjemah isi hati. Jika hatinya ikhlas, Maka apapun yang dilakukan oleh tubuh akan menuju pada kebaikan. Dan jika hati itu buruk. Maka hati apa yang dilakukan oleh tubuh. Termasuk apa yang diucapkan oleh lisan itu akan buruk, hati itu sumber utama. Jika sumbernya kotor maka semua aliran akan kotor.

Aku berfikir, orang yang menjelek-jelekkan tanpa adanya suatu kenyataannya, orang tidak akan ada yang percaya. Malah orang akan bersimpati denganku. Dan membenci orang yang menjelek-jelekkan.  Juga akan meroketkanku semakin tinggi dalam kedudukan. Sebab dia telah berusaha mengambil dosa-dosaku. Sebenarnya secara teori Aku harus membayarnya, kerana telah mengambil dosaku.

Dan apa yang menimpaku ini belum seujung kuku, dari apa yang menimpa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maka pemikiran itu malah membuatku bukan cuma 
bukan hanya rasa hati lapang. Tetapi malah seperti ada rasa ketagihan. Apalagi diambil dosa dengan gratis. Artinya walau orang itu sudah bicara kesana kesini, kalau lapar dia makan nasinya sendiri, Aku tak perlu memberinya makan. Padahal dia sudah payah-payah menjelekkanku, maka terkadang Aku do’akan supaya rezeqinya lancar, kerana dia sudah aktif membersihkan dosaku. Walau kelihatan secara lahirnya menghujat dan menjelekkanku.

Mungkin sudah berusaha menjelek-jelekkanku dalam setiap pengajiannya, Kyai Askan, nama Kyai tersebut akhirnya datang ke rumahku.

 “Ada apa kang?” 
tanyaku ketika telah bertatap muka dengannya.

“Aku mahu bicara,” 
katanya dengan nada tinggi.

 “Silahkan, apa yang mahu dibicarakan?” 
kataku, nadaku buat serendah mungkin nadanya.

“Kau kan orang pendatang, aku orang sini, maka tak selayaknya kau merebut popularitiku di Desa ini.” 
jelasnya masih dengan nada orang marah,

“Lhoh, populariti mana milik Kang Askan yang ku rebut, tolong dijelaskan.”

 “Itu orang-orang banyak yang ikut pengajian jika kau yang mengajar dan banyak yang ikut ma’mum jika kau menjadi Imam.”

 “Lhoh, bukannya itu kemahuan mereka sendiri? Lha,  saya juga tidak memerintah, tidak ada satupun orang yang ku suruh, semuanya atas kemauan mereka sendiri.”
kataku masih dengan nada perlahan.

“Tidak bisa.”

 “Tidak bisa bagaimana Kang?”


 “Tidak bisa, ya tidak boleh kau merebut jama’ahku..”

 “Oo maksud sampean mungkin saya tidak usah ikut pegang Masjid?”

 “Iya..”

 “Ya, tidak masalah, malah saya senang, jika sampean mahu mengurusi semua, berarti melepaskan kalung rantai amanah yang diserahkan padaku, saya malah senang sekali dan 
berterima kasih pada sampean Kang.”  jelasku dengan senang.

 “Jadi sekarang bagaimana?” 
tanya dia.

 “Ya, mulai nanti silahkan sampean yang menjadi Imamnya, juga pengajian saya sampean yang mengganti, sungguh saya berterima kasih Kang.” 
 kataku.

“Baik..”  katanya dengan semangat.

Maka sejak saat itu, Aku tak ikut pegang menjadi pengurus, Imam, pengajar di Masjid. Setiap pengurus lain menanyakan kenapa? Maka ku jawab, kerana Aku sering tak di rumah. Sehingga tak mahu nantinya tak bisa bertanggung jawab. Padahal biasanya Kyai Askan itu juga jarang-jarang dia datang ke Masjid dalam sholat lima waktu. Dan kalau misal Aku datang ke Masjid. Maka Ustaz atau Kyai yang lain, tidak mahu maju jika ada diriku datang. Jadi serba runyam juga posisiku, Biasanya sampai Aku mahu maju, baru sholat berjama’ah bisa dimulai, Dan kalau Aku maju, dan Kyai Askan tahu, maka dia akan marah-marah,

Apalagi makmum yang telah tua-tua, kebanyakan akan sampai menangis-nangis Jika Aku yang menjadi imam. Memang itu sudah sejak Aku memimpin di Pesantren Tahfidzul Qur’an dahulu lagi. Jika Aku yang menjadi imam. Maka akan banyak yang menangis. Bahkan ada yang sampai menjerit pingsan. Hal itu bukan tanpa sebab, kerana memang jika seseorang itu membaca Al-Qur’an dengan pendalaman kefahaman dan penerapan yang pas akan menimbulkan efek yang menggetarkan hati.

Awalnya kisah ini ku alami, Aku ini sebelum menjadi orang yang berusaha mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, diriku seorang yang dapat dikatakan nakal, seorang yang senang berkelahi, hobby tawuran-gaduh ramai2, rambut panjang sepunggung. Dan setiap hari memakai anting. Dimana ada konsert rock pasti datang.

 Pada waktu itu ada konsert power metal di Daerah Bojonegoro, Aku dengan teman-temanku pun datang. Entah memang sudah diatur oleh Allah Ta'ala, kok konsert dibatalkan, Aku kecewa. Dan untuk mengobati kekecewaanku, Aku jalan-jalan sama teman-temanku keliling kota Bojonegoro, kok pas kebetulan ada pengajian 
akbar, dan pembaca saritilawahnya dari Negeri Mesir, Ya, Aku nongkrong aja di situ. Ee pas yang baca Al-Qur’annya tampil ke panggung. Tidak ada sama sekali maksud mendengar bacaan Al-Qur’an orang itu. Tetapi kan pakai soundsystem tetap saja Aku mendengar. Dan ketika orang itu membaca Al-Qur’an, dadaku rasanya diaduk, bergetar, bergolak, Aku yang asalnya berdiri dan bersandar pada tembok, sampai sampai kerana getaran yang ku rasakan, Aku tak kuasa berdiri. Mataku berlinang, ingin rasanya menjerit, melolong. Minta ampun atas semua dosaku, diriku rasanya hina, tak berharga, munafik, fasik, kafir, pendosa, Aku seperti merasa ditelanjangi di Padang Mahsyar, sampai tanpa sadar Aku mengguguk, menangis, Meminta ampun atas semua dosaku, Aku merasa sangat berdosa lebih berdosa dari orang yang paling berdosa. Air mataku terkuras, dan itu bukan diriku saja, teman-temanku, semua orang yang hadir pun menangis. Padahal itu hanya bacaan al-Qur’an, yang Aku juga temanku. Juga orang yang hadir pasti tak semua tahu arti satu persatu isinya, Tetapi kenapa semua menangis?,

Pulang dari kejadian itu, Aku telah berubah seratus delapan puluh derajat. Tentang bacaan Al-Qur’an itu selalu terngiang di fikiranku, siang malam selalu membayangi langkahku, dan otomatis kemudian menjadi perenunganku. Sampai Aku seperti terseret pada pemahaman tentang kenapa orang, bahkan Nabi sendiri jika dibacakan Al-Qur’an sampai menangis. Orang-orang pilihan Allah, kenapa bila membaca Al-Qur'an itu mereka menangis. Seperti Sahabat Abu Bakar Radhiallahu Anhu, ketika membaca Al-Qur’an itu akan terdengar suara air direbus di hatinya.

Bagaimana jika Umar bin Khatab 
Radhiallahu Anhu, itu membaca Al-Qur’an akan tercium bau daging terbakar, kerana terbakarnya hati takut pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Mata adalah mata airnya hati. Jika mata menangis kerana hati yang takut pada Allah Ta'ala, seperti tanah yang keluar airnya, kerana menunjukkan tanah yang subur. Mata yang keluar airnya kerana hati yang takut pada Allah Azza Wa Jalla, menunjukkan menyalanya iman dalam hati. Iman menyala sehingga menerangi yang sebelumnya tak terlihat menjadi terlihat, yang samar, menjadi jelas.

Juga arti dan makna al-Qur’an yang lembut-lembut itu tertangkap dari pembaca kepada pendengar, seperti orang yang menggoyang meja. Orang yang duduk dengan orang yang menggoyang meja. Maka akan ikut goyang mejanya. Sebab meja itu hanya satu. Orang yang hatinya tergetar kerana membaca Al-Qur’an. Maka akan menggetarkan orang yang ada dalam satu jama’ah sholat. Getaran itu terkirim oleh kabel yang tak terlihat. Hanya orang yang telah tergetar hatinya, bisa menggetarkan orang lain. Lalu bagaimana mungkin hati bisa tergetar? Hati tergetar atau "wajilat qulubuhum", kerana jika membaca Al-Qur’an itu diri memahami dan meyakini seyakin-yakinnya kalau Al-Qur’an itu adalah surat dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, untuk diri kita, sebagai orang Islam. Maka walaupun isinya tentang cerita orang munafik, orang kafir, orang yang tersesat, orang yang zalim. Maka maksudnya Allah Ta'ala, ya kita itu, bukan orang lain, kerana Al-Qur’an diturunkan untuk kita, bukan untuk orang agama lain.

Jadi penyadaran diri, kita dalam lahirnya dalam KTP nya orang Islam, tapi masih selalu, 
bertingkah laku sebagai orang ingkar seperti kafir, pembohong seperti orang munafik. Selalu tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya seperti orang zalim, ngeyel seperti Bani Israil. Melakukan perbuatan ngawur seperti orang tersesat, Jadi penyadaran atau kesedaran diri akan kemelekatan sifat buruk dalam diri, lalu Allah menegur kita. Zat yang Maha Berkuasa, bisa membalik dunia, dan menghancurkan kita menjadi bangkai yang tak berkubur, itu memperingatkan kita, pasti orang beriman yang menyala imannya akan tergetar, dan merasa diri itu benar-benar terlekati sifat buruk. Sebab jika diri makin merasa suci. Maka diri itu makin kotor, sebab walau telah penuh menempul di tubuh aneka macam kotoran. Tetap saja merasa suci. Dan orang yang paling merasa lurus. Maka akan paling tersesat, kerana sudah tersesat tetap saja merasa lurus. Sebab perasaan lurus itu telah mendarah daging. Juga orang yang paling bodoh itu adalah orang yang paling merasa pintar, kerana jelas telah salah. Tetapi akan selalu yang dilakukan itu adalah kepintaran dia.

Orang-orang yang paling munafik, adalah orang yang merasa sifat nifak tidak melekat pada dirinya. Jadi berulang kali berdusta. Maka akan dianggap tidak dusta, sebab menganggap dustanya itu suatu kebenaran. Jadi seseorang yang ingin menjadi baik. Maka tak segan-segan mengkoreksi diri. Jika ada kekotoran, Maka tidak segan mengakui lalu membersihkannya. Agar ketenangan hati yang bersih didapat. Dan ketika hati telah bersih, saat mana Al-Qur’an itu dibaca. Maka cahaya hidayahnya Al-Qur’an itu akan menyinari hati, memperjelas yang samar, mengurai arti dan makna yang lembut-lembut, seperti orang yang terseret merasa takut ketika membaca Novel Horor, dan tertawa ketika membaca Novel Humor. Dan seakan menjadi pendekar ketika membaca cerita silat.

Dan. ketika dalam Al-Qur’an itu ada cerita tentang neraka. Maka diri itu merasa telah jatuh kedalam lautan apinya, ketika Al=Qur’an itu 
menceritakan tentang Syurga, Maka diri merasa rindu akan kedamaian dan keindahan di dalamnya. Orang yang telah tergetar hatinya oleh Al-Qur’an, Maka ketika mengimami jama’ah sholat, akan menggedor juga hatinya makmum, seperti orang yang menggoyang meja teman duduk dalam satu mejanya.

Semakin mendekati pusat getaran yaitu Allah Azza Wa Jalla, Maka getaran itu akan makin terasa. Jadi getaran antara satu orang dengan orang lain itu beda. Sebab bedanya kedekatan antara satu orang dengan orang lain dengan Allah, pusat segala getaran keimanan. Sama seperti ketika membaca cerita silat, lalu seseorang tergeret oleh alur cerita, artinya orang yang membaca itu akan merasa sedih ketika nasib malang menimpa tokoh yang disukainya. Begitu juga jika seseorang telah terseret getaran Al-Qur’an akan merasa hiiba dengan keadaannya kerana telah tersesat. Jika ketika membaca Waladdholiin, dirinya itulah yang tersesat. Dan ingin kembali memperoleh hidayah. Rasa takut itu akan muncul membayangkan andai saja diri tidak mendapat hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, lalu diri 
menjadi orang yang merugi selamanya, dan masuk neraka tidak ada masa habisnya. [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,

    RELATED POST

Misteri Nusantara
Novel Collection
The Story of The Prophet Muhammad SAW

No comments