KISAH SUFI, SANG KYAI [19]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="KISAH SUFI, SANG KYAI [19]">

KISAH SUFI, SANG KYAI [19]

  • Pada siri ke-18 Sang Kyai dalam pengembaraannya, kembali hatinya menjadi resah-gelisah, kerana wanita pemilik butik @Mbak Lina sedang mencari keberadaan Sang Kyai.

  • Ternyata Lina sudah menunggu di tempat kerjaku Toko Sepatu Bata. “Kemana aja? ku cari-cari kemana-mana tidak ketemu.” sapanya dengan nada manja,

FORTUNA MEDIA -  Aaah perempuan, benar-benar bisa membuat hati bercabang-cabang, hairannya juga kenapa selalu lelaki normal suka sama perempuan, dan Aku termasuk lelaki normal. Tetapi di dasar hatiku yang tengah bergulat selalu ada perang batin, perang antara menyenangkan nafsu, dan berusaha tak dikendalikan nafsu, dan terus terang kelemahan terbesarku adalah tak bisa,  tidak suka pada perempuan, kerana Aku lelaki, dan perempuan lawan jenisku. Jika Aku dicoba keimanan. Maka, Aku akan memilih jangan dicoba dengan perempuan, sebab kebanyakannya Aku pasti yang kalah.  Tidak bisa menolak cinta mereka. Tidak bisa menyakiti mereka. Benar kalau Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri menekankan. Seakan ada unsur ancaman di dalamnya:
 "MENIKAHLAH, MENIKAH ADALAH SUNNAHKU, SIAPA YANG TIDAK MENIKAH BUKAN TERMASUK GOLONGANKU".

    RELATED POST
Misteri Nusantara
Novel Collection
The Story of The Prophet Muhammad SAW

Aku merasakan seakan 
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, mencintai Ummatnya dalam penekanan itu, agar umatnya tidak tergoda dengan lawan jenisnya, sebab beratnya godaan itu. Sehingga Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, menekankan ancaman orang yang tidak menikah bukan golongannya. 

“Ada apa Mbak mencari Aku? Mau ngajak nikah ya..” Aku mengucapkan dengan kata enteng.

“Eh, kamu mengigau ya…?” 
kata Lina dan matanya menatapku dengan jeli, dan bening matanya seperti kilatan-kilatan letrik yang menggetarkan nadiku.

 “Kenapa memandang Aku seperti itu? Apa di wajahku telah tumbuh bunga?” kataku asal-asalan.

“Hm… kamu ganteng.” 
katanya seperti dengan ketidaksadaran, kerana pandangan matanya tak lepas dari wajahku seperti mata pisau yang mahu mengoperasi kulit wajahku lalu menguraikan dagingku untuk mencari di dalam ada apanya.

“Kamu serius?” 
katanya kemudian dengan juga seperti seorang penantang, dadanya dibusungkan.

 “Serius apa?”  tanyaku, kubuat bloon(kelakar), sebab Aku sendiri tak berani menerima kenyataan, misal sampai terjadi menikah sama Lina.

“Ya, soal menikah.” jawabnya setengah menggantung,

“Aku kan cuma tanya, Mbak Lina mencari Aku, ada apa?” jawabku sambil membetulkan sepatu di jejeran rak pemajangan.

“Sudah, sini lihat aku.”  katanya menarik tanganku.

“Maas…! Mas Ian..! ”  
panggilnya memaksaku mengalihkan perhatian dari deretan sepatu.

“Iya ada apa? Kita kan bisa omong sambil menata sepatu, soalnya ini tanggung jawabku, kerja di sini,”  jelasku.

“Pindah saja kerja di tempaku, bagaimana?” 
katanya lembut. Wah, syaitan itu kalau kita mahu berbuat dosa. Nyatanya peluang ke sana dibuat semulus mungkin, Ya, mungkin saja jika di depan ada pohon perdu, syaitan akan berusaha menebanginya, kalau jalan dosa itu belum teraspal, syaitan akan berusaha mengaspalnya.

“Tidak ah, nantik malah terjadi yang enggak-enggak.” 
kataku membuat batasan. Aku bukan orang suci, dan hatiku amat pekat dilapisi nafsu, pandanganku saja jika melihat perempuan masih selalu terfokus pada 
kesempurnaan bentuk tubuhnya.  Jelas Aku orang yang masih mudah sekali tergoda. Jika Aku tak membuat kendali sendiri. Apa Aku harus menunggu orang lain membuat kendali di leherku?

 “Mas…!”


“Iya… ada apa? Bicara saja.” 
jawabku sambil tetap menata sepatu.  Anehnya dia malah memiringkan sepatu yang tatanannya sudah ku benarkan, dia buat miring sehingga kami berdua mutar-mutar di situ-situ saja. Padahal toko sepatu bata ini luas sekali.

“Terus terang, Aku sayang, cinta, tak bisa melupakan mas…, siang malam selalu ku ingat, sehari tak bertemu, serasa kangeeen minta ampun, aku tak tau, tidak sebelumnya aku dengan cowok lain seperti ini, aku merasa Mas inilah yang terbaik untuk hidup dan masa depanku, yang pantas menjadi imamku, yang pantas membimbingku.”  Lina mengutarakan semua unek-unek di hatinya, dan jongkok di depanku, kerana Aku juga sedang jongkok menata sepatu yang di bawah.

Aku menatap wajahnya, dan kulihat matanya menatapku dengan penuh cinta menggelora, tatapan yang seakan ada ribuan bintang di setiap inci matanya, dan Aku amat tahu. Jika Aku menatap lama-lama, pasti akan membuatku hanyut oleh keindahan. Wajah yang dibalur aura cinta memang adalah lain daripada yang lain. Tapi Aku menatapnya, malah ingin Aku bisa tidak, sanggup tidak, melawan tarikan kumparan magnet ghaib yang disebut kasih sayang. Dadaku berdentuman. Ada rasa sesak, ketika tarikan itu mencoba menarik dan meremas-remas jantungku, Aku berusaha bertahan dalam logika total kesadaran. Dan perlahan gelombang magnet yang ada di wajah Lina terlihat biasa di mataku. Ku lihat masih ada getaran kecil di bibirnya kerana luapan perasaannya.

“Kau kan belum tau siapa Aku, terlalu jauh penilaian yang kau berikan, Aku tak mahu kau akan menyesal nanti, sebaiknya fikirkan dengan fikiran jernih.”  kataku meredakan gejolaknya. 
Orang yang mudah terseret pada satu keadaan, maka sulit bila menjadi pengayom dan pelindung orang lain, dan Aku harus berlatih mengendalikan perasaanku sendiri.

“Mbak Lina ini kan belum tahu secara keseluruhan, jadi difikirkan dulu, sebab banyak sifat burukku, nanti jangan sampai penyesalan akan terjadi, dan itu sudah terlambat.”  jelasku.

 “Ya, kita kan bisa pacaran dulu.”  jelasnya juga tak mahu kalah.

“Hm pacaran? Walau Aku sendiri suka pacaran, tapi Aku sekarang, jika menyukai perempuan, maka akan ku nikahi saja, tak pakai pacar-pacaran.”

“Nah, tu kan.!”

“Tuh kan kenapa?”
tanyaku.

 “Ya kelihatan, Mas bukan lelaki yang jelek budinya.”

 “Haha… bilang begitu, kamu anggap sudah baik budinya, Wah, dangkal dong nilai suatu budi pekerti yang baik, semua lelaki juga bisa mengucapkan seperti yang Aku ucapkan. Suatu budi pekerti yang baik itu perlu menjalani.
perjalanan panjang, untuk tahu jelek atau baik budi pekerti seseorang. Seseorang yang budi selalu memberimu barang berharga saja belum tentu dia budi pekertinya baik. Sebab bisa saja dia ada maksud di balik pemberian-pemberiannya, orang yang selalu menemanimu, kesana kesini, membantumu, selalu kelihatan di depanmu murah senyum, bisa jadi di belakang dia menikammu. Jadi budi pekerti seseorang itu tidak bisa di tentukan dengan sekali dua kali pertemuan. Seseorang itu bisa di ketahui baik atau tidaknya, jika kau telah mengumpulinya dalam bersama mengecapi keprihatinan, dan bersama memetik kebahagiaan, bisa saja seseorang itu jika dalam keprihatinan bisa seiya sekata. Tetapi jika ada emas di tanganmu. Maka dia tak segan-segan menghunjamkan belati di jantungmu. Jika kau maju, bisa saja dia iri dan berusaha menjatuhkanmu. Aku jadinya kok banyak omong ya..!”  kataku.

 “Tidak, aku suka, setahun sekalipun jika Mas Ian bicara di depanku, aku akan rela duduk selalu mendengarkan.” 


“Ah, kau mengarut saja…, sudah ah, tuh pemilik sepatu bata melihat kita, kamu balik ke butikmu sana pergi…”  kataku,

“Nantik istirahat siang, ke tempatku ya Mas…, aku sudah sediakan makan siang spesial.”

“Iy, nantik Aku kesana, sama Edy, juga Ikram ya..?”  tanyaku.

“Tidak Mas sendiri.” 

 “Iya…, nantik habis sholat zuhur Aku kesana.”  Biasanya setiap siang ada istirahat satu jam, dan penjaga toko bergiliran.Rasanya dunia seperti ini benar-benar bukan duniaku, kalau Aku tidak segera pergi meninggalkannya. Sepertinya Aku akan terseret pada pusarannya, Aku harus mengambil keputusan final.
 [HSZ] 

To be Continued.....

#indonesia#misteri#KisahKyaiLentik  #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,    

No comments