KISAH SUFI, SANG KYAI [19]
KISAH SUFI, SANG KYAI [19]
- Pada siri ke-18 Sang Kyai dalam pengembaraannya, kembali hatinya menjadi resah-gelisah, kerana wanita pemilik butik @Mbak Lina sedang mencari keberadaan Sang Kyai.
- Ternyata Lina sudah menunggu di tempat kerjaku Toko Sepatu Bata. “Kemana aja? ku cari-cari kemana-mana tidak ketemu.” sapanya dengan nada manja,
FORTUNA MEDIA - Aaah perempuan, benar-benar bisa membuat hati bercabang-cabang, hairannya juga kenapa selalu lelaki normal suka sama perempuan, dan Aku termasuk lelaki normal. Tetapi di dasar hatiku yang tengah bergulat selalu ada perang batin, perang antara menyenangkan nafsu, dan berusaha tak dikendalikan nafsu, dan terus terang kelemahan terbesarku adalah tak bisa, tidak suka pada perempuan, kerana Aku lelaki, dan perempuan lawan jenisku. Jika Aku dicoba keimanan. Maka, Aku akan memilih jangan dicoba dengan perempuan, sebab kebanyakannya Aku pasti yang kalah. Tidak bisa menolak cinta mereka. Tidak bisa menyakiti mereka. Benar kalau Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri menekankan. Seakan ada unsur ancaman di dalamnya:
"MENIKAHLAH, MENIKAH ADALAH SUNNAHKU, SIAPA YANG TIDAK MENIKAH BUKAN TERMASUK GOLONGANKU".
RELATED POST
Misteri Nusantara
Novel Collection
The Story of The Prophet Muhammad SAW
Aku merasakan seakan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, mencintai Ummatnya dalam penekanan itu, agar umatnya tidak tergoda dengan lawan jenisnya, sebab beratnya godaan itu. Sehingga Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, menekankan ancaman orang yang tidak menikah bukan golongannya.
“Ada apa Mbak mencari Aku? Mau ngajak nikah ya..” Aku mengucapkan dengan kata enteng.
“Eh, kamu mengigau ya…?” kata Lina dan matanya
menatapku dengan jeli, dan bening matanya
seperti kilatan-kilatan letrik yang
menggetarkan nadiku.
“Kenapa memandang Aku seperti itu? Apa di
wajahku telah tumbuh bunga?” kataku asal-asalan.
“Hm… kamu ganteng.” katanya seperti dengan
ketidaksadaran, kerana pandangan matanya tak
lepas dari wajahku seperti mata pisau yang mahu
mengoperasi kulit wajahku lalu menguraikan
dagingku untuk mencari di dalam ada apanya.
“Kamu serius?” katanya kemudian dengan juga
seperti seorang penantang, dadanya
dibusungkan.
“Serius apa?” tanyaku, kubuat bloon(kelakar), sebab Aku
sendiri tak berani menerima kenyataan, misal
sampai terjadi menikah sama Lina.
“Ya, soal menikah.” jawabnya setengah
menggantung,
“Aku kan cuma tanya, Mbak Lina mencari Aku, ada
apa?” jawabku sambil membetulkan sepatu di
jejeran rak pemajangan.
“Sudah, sini lihat aku.” katanya menarik tanganku.
“Maas…! Mas Ian..! ” panggilnya memaksaku
mengalihkan perhatian dari deretan sepatu.
“Iya ada apa? Kita kan bisa omong sambil menata
sepatu, soalnya ini tanggung jawabku, kerja di
sini,” jelasku.
“Pindah saja kerja di tempaku, bagaimana?” katanya lembut.
Wah, syaitan itu kalau kita mahu berbuat dosa. Nyatanya peluang ke sana dibuat semulus
mungkin, Ya, mungkin saja jika di depan ada
pohon perdu, syaitan akan berusaha
menebanginya, kalau jalan dosa itu belum
teraspal, syaitan akan berusaha mengaspalnya.
“Tidak ah, nantik malah terjadi yang enggak-enggak.” kataku membuat batasan.
Aku bukan orang suci, dan hatiku amat pekat
dilapisi nafsu, pandanganku saja jika melihat
perempuan masih selalu terfokus pada kesempurnaan bentuk tubuhnya. Jelas Aku orang
yang masih mudah sekali tergoda. Jika Aku tak
membuat kendali sendiri. Apa Aku harus
menunggu orang lain membuat kendali di
leherku?
“Mas…!”
“Iya… ada apa? Bicara saja.” jawabku sambil
tetap menata sepatu. Anehnya dia malah
memiringkan sepatu yang tatanannya sudah ku
benarkan, dia buat miring sehingga kami berdua
mutar-mutar di situ-situ saja. Padahal toko
sepatu bata ini luas sekali.
“Terus terang, Aku sayang, cinta, tak bisa
melupakan mas…, siang malam selalu ku ingat,
sehari tak bertemu, serasa kangeeen minta
ampun, aku tak tau, tidak sebelumnya aku dengan
cowok lain seperti ini, aku merasa Mas inilah
yang terbaik untuk hidup dan masa depanku,
yang pantas menjadi imamku, yang pantas
membimbingku.” Lina mengutarakan semua unek-unek di hatinya, dan jongkok di depanku, kerana Aku juga sedang jongkok menata sepatu yang di
bawah.
Aku menatap wajahnya, dan kulihat matanya
menatapku dengan penuh cinta menggelora,
tatapan yang seakan ada ribuan bintang di setiap
inci matanya, dan Aku amat tahu. Jika Aku
menatap lama-lama, pasti akan membuatku
hanyut oleh keindahan. Wajah yang dibalur aura
cinta memang adalah lain daripada yang lain.
Tapi Aku menatapnya, malah ingin Aku bisa tidak,
sanggup tidak, melawan tarikan kumparan magnet ghaib yang disebut kasih sayang.
Dadaku berdentuman. Ada rasa sesak, ketika
tarikan itu mencoba menarik dan meremas-remas jantungku, Aku berusaha bertahan dalam
logika total kesadaran. Dan perlahan
gelombang magnet yang ada di wajah Lina
terlihat biasa di mataku. Ku lihat masih ada
getaran kecil di bibirnya kerana luapan
perasaannya.
“Kau kan belum tau siapa Aku, terlalu jauh
penilaian yang kau berikan, Aku tak mahu kau akan
menyesal nanti, sebaiknya fikirkan dengan fikiran jernih.” kataku meredakan gejolaknya. Orang yang mudah terseret pada satu keadaan,
maka sulit bila menjadi pengayom dan pelindung
orang lain, dan Aku harus berlatih mengendalikan
perasaanku sendiri.
“Mbak Lina ini kan belum tahu secara
keseluruhan, jadi difikirkan dulu, sebab banyak
sifat burukku, nanti jangan sampai penyesalan
akan terjadi, dan itu sudah terlambat.” jelasku.
“Ya, kita kan bisa pacaran dulu.” jelasnya juga
tak mahu kalah.
“Hm pacaran? Walau Aku sendiri suka pacaran,
tapi Aku sekarang, jika menyukai perempuan,
maka akan ku nikahi saja, tak pakai pacar-pacaran.”
“Nah, tu kan.!”
“Tuh kan kenapa?” tanyaku.
“Ya kelihatan, Mas bukan lelaki yang jelek
budinya.”
“Haha… bilang begitu, kamu anggap sudah baik
budinya, Wah, dangkal dong nilai suatu budi
pekerti yang baik, semua lelaki juga bisa
mengucapkan seperti yang Aku ucapkan. Suatu
budi pekerti yang baik itu perlu menjalani.perjalanan panjang, untuk tahu jelek atau baik
budi pekerti seseorang. Seseorang yang budi
selalu memberimu barang berharga saja belum
tentu dia budi pekertinya baik. Sebab bisa saja
dia ada maksud di balik pemberian-pemberiannya, orang yang selalu menemanimu,
kesana kesini, membantumu, selalu kelihatan di
depanmu murah senyum, bisa jadi di belakang dia
menikammu. Jadi budi pekerti seseorang itu
tidak bisa di tentukan dengan sekali dua kali
pertemuan. Seseorang itu bisa di ketahui baik
atau tidaknya, jika kau telah mengumpulinya
dalam bersama mengecapi keprihatinan, dan
bersama memetik kebahagiaan, bisa saja
seseorang itu jika dalam keprihatinan bisa seiya
sekata. Tetapi jika ada emas di tanganmu. Maka dia
tak segan-segan menghunjamkan belati di
jantungmu. Jika kau maju, bisa saja dia iri dan
berusaha menjatuhkanmu. Aku jadinya kok
banyak omong ya..!” kataku.
“Tidak, aku suka, setahun sekalipun jika Mas Ian
bicara di depanku, aku akan rela duduk selalu
mendengarkan.”
“Ah, kau mengarut saja…, sudah ah, tuh pemilik sepatu
bata melihat kita, kamu balik ke butikmu sana pergi…” kataku,
“Nantik istirahat siang, ke tempatku ya Mas…, aku sudah sediakan makan siang spesial.”
“Iy, nantik Aku kesana, sama Edy, juga Ikram
ya..?” tanyaku.
“Tidak Mas sendiri.”
“Iya…, nantik habis sholat zuhur Aku kesana.” Biasanya setiap siang ada istirahat satu jam, dan penjaga toko bergiliran.Rasanya dunia seperti ini benar-benar bukan duniaku, kalau Aku tidak segera pergi meninggalkannya. Sepertinya Aku akan terseret pada pusarannya, Aku harus mengambil keputusan final. [HSZ]
Untuk Anda yang belum baca siri ini yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; KISAH SUFI, SANG KYAI
Ilustrasi Image; Doc, Fortuna Media
#indonesia, #misterinusantara, #KisahKyaiLentik #KyaiLentik, #KisahSangKyai, #KisahSufi, #SangKyai,
No comments
Post a Comment