MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 33 ]

 <img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 33 ]">

MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 33 ]

  • Suamiku Jadul
  • Part 33
  • Parlin makin celik teknologi (tech savvy)

    " Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "

FORTUNA MEDIA -  (Niyet, si Danu dan Ilham sudah pulang) 

Pesan WhatsApp dari Rapi siang itu. Danu dan Ilham adalah dua sepupunya yang melarikan sapiku. Segera kubalas chat Rapi tersebut. 

(Rapet, kamu tahan dulu mereka, kami mahu buat perhitungan) 

(Itulah, mereka mahu datang ke rumahmu, katanya mahu bayar hutang, lelah juga mereka jadi buronan-pelarian)  Balas Rapi lagi. 

(Ya, sudah, silakan datang) 

Segera kuberitahu pada Bang Parlin, Bang Parlin justru seperti tidak percaya, menurutnya itu sesuatu yang tidak mungkin, kerana kedua orang tersebut belum setahun pergi, menurutnya mereka pulang kerana wang telah habis. 

"Siapa tahu masih rezeki kita, Bang,"  Kataku kemudian. 

Benar juga, kedua orang itu datang bersama Rapi, akan tetapi orang tua mereka tidak ikut. 

"Maafkan kami, Kak Nia,"  Kata Danu seraya menyalami Aku dan Bang Parlin. Ilham juga menyalami kami seraya minta maaf. 

"Oke, kalian kembalikan wang kami, kalian dimaafkan,"  Kataku kemudian. 

"Bang Parlin, tolong kami, beri kami kesempatan kedua, akan kami ganti sapi itu," kata Danu lagi. 

"Kesempatan kedua maksudnya?" kata Bang Parlin. 

"Begini, Rambo, mereka sudah sadar dan mengakui kesalahannya, jadi tolong maafkan, beri mereka kesempatan kedua, semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua,"

"Langsung saja, Aku bingung ini," kata Bang Parlin. 

"Mereka kan ada hutang, sekitar dua puluh anak sapi, jadi biar mereka bisa bayar, modali mereka lagi, terus penghasilannya nanti potong hutang,"  Rapi menjelaskan. 

Tiba-tiba Bang Parlin marah, belum pernah ku lihat Bang Parlin semarah itu, dia berdiri lalu tangannya menunjuk pintu. 

"Pergi kalian dari sini!"   Hardik Bang Parlin. 

"Tapi Rambo ..."

"Tidak ada tapi tapi, pergi sekarang, kerbau saja tak mahu jatuh ke lubang yang sama dua kali,"  Kata Bang Parlin. 

   RELATED POST

KISAH SUFI, SANG KYAI
The Story of The Prophet Muhammad SAW

Rapi dan dua sepupunya lalu pergi dengan tergesa-gesa, bisa juga rupanya Bang Parlin semarah ini. Handphone-ku bergetar, kulihat ada pesan WhatsApp dari Rapi

(Niyet, kata orang Suamimu Malaikat, yang mencuri di rumah kalian saja dikasih modal, Malaikat apaan?) 

Hahaha, dalam hati Aku tertawa, ternyata itu alasannya, Rapi ini memang punya antena tinggi, dia cepat sekali mendapat berita. Mungkin dia berfikir Bang Parlin akan memodali sepupunya lagi, kerana pencuri saja dimodali?

(Rapet, Rapet, bilang sama sepupumu itu cepat mereka ganti sapiku, atau mereka bisa celaka,)  Pesanku kemudian. 

(Niyet, kok gitu sama teman?) 

(Pertanyaan itu seharusnya untukmu, kok gitu sama temen? kau mahu manfaatkan kebaikan Suamiku kan?) 

(Iya, jujur saja, betul, kerana kudengar pencuri di rumah kalian dibawa berobat, dikasih wang modal, Adikmu juga mencuri di rumah kalian, dikasih juga sapi, kirain sepupuku juga akan begitu) 

(Gila kau, Rapet)

"Aku paling benci orang yang begitu, dikasih kepercayaan malah berkhianat,"  Suami masih mencak-mencak. 

"Iya, Bang, sabar,"  Kataku kemudian. Kali ini Aku yang menenangkan Suami, biasanya dia yang menenangkan Aku. 

Akhirnya orang tua dari kedua sepupu Rapi datang lagi, kali ini mereka minta damai dan minta keringanan, kata mereka Danu dan Ilham sampai tak tenang hidupnya, sering mimpi dan mengigau. Bang Parlin mungkin sudah mempergunakan ilmunya lagi. Mereka sampai jual tanah warisan untuk membayar wangku yang mereka larikan. Itupun masih kurang. 

"Wangnya kita kemanain, Bang?"  Tanyaku pada Suami ketika orang tua kedua anak muda tersebut mengganti kerugian kami sebagian. Totalnya seratus tujuh puluh juta. 

"Itu wangmu, Dek, terserah Adek mahu belikan apa,"  Jawab Suami. 

"Benar, Bang,"  Kataku riang gembira. 

"Iya, Benar, Dek."

Wah, aku beli apa ya? Mobil, tanah? Akan tetapi Aku selalu teringat tentang perkataan Suami. Antara keperluan dan keinginan. Ternyata begini nasib orang kaya baru, sampai bingung wang mahu dibelikan apa. Setelah berfikir tiga hari tiga malam, akhirnya wang tersebut kubelikan emas batangan, dan kusimpan di tempat tersembunyi di rumah, hanya Aku yang tahu tempatnya. 

Orang sabar rezekinya lancar, mungkin ungkapan itu tepat untuk Bang Parlindungan, biarpun beberapa kali ditipu, akan tetapi rezekinya mengalir terus. Kelapa Sawit naik harganya, sapi makin gemuk saja, tak ada penyakit berarti seperti di peternakan lain. 

Suatu hari Aku dapat pesan WhatsApp dari Rara, isinya mengabarkan kalau saja Ayahnya sakit keras. Kalau kuberitahu Suami, dia pasti akan pergi ke sana, kalau dia pergi, entah kenapa Aku selalu cemburu bila dia bertemu Rara. Biarpun masing-masing sudah punya anak dan keluarga, akan tetapi sepertinya mereka masih menyimpan rasa. Aku bahkan ikut cemburu seperti Suami Rara. Akan tetapi bila tak kuberitahu Aku merasa berdosa pada Suami. 

"Bang, Rara tadi bilang, bapaknya sakit keras,"  Kataku akhirnya ketika malam tiba. 

"Duh, sakit apa?"  Kata Suami seraya mengambil HP-nya. 

"Berapa nombor Rara?"  Tanya Suami lagi. 

Langsung kuberikan nombor tersebut, dan Suami coba menelepon. 

"Kok tak bisa, Dek?" 

Duh, aku lupa, nombor Rara sudah kublokir dari Handphone Bang Parlindungan. 

"Pakai ini aja, Bang,"  Kataku seraya memberikan HP-ku. 

"Rara, Bapak kenapa?"  Tanya Bang Parlindungan lewat panggilan video. 

"Bapak sakit, biasa, Bang, penyakit tua, bapak sudah tujuh puluhan lho,"  Jawab Rara dari seberang. 

"Sekarang sudah bagaimana?, Rara,?"

"Sudah mulai ada prubahan, sudah pulang dari rumah sakit," 

"Kami ke sana ya?" 

Tepat dugaanku, Bang Parlindungan pasti akan ke sana. Keesokan harinya, kami pesan tiket pesawat. Berangkat hari itu juga, bersama bayi kami yang baru delapan bulan. Ketika kami sampai, Bang Parlin langsung menyalami Bapak itu seraya salim. Air matanya menetes, Bang Parlin duduk di kursi dekat ranjang. Memegang jemari Bapak itu seraya berbisik ke telinganya. 

"Innalillahi wainna ilaihi raaji'un,"  Pak doktor itu akhirnya berpulang ke rahmatullah. Tangis Rara pecah. Ternyata beliau hanya menunggu Bang Parlin. 

Bang Parlin duduk bersila, membaca do'a sambil berurai air mata. Bapak itu akhirnya menyusul Istrinya yang sudah meninggal lima tahun yang lalu. Baru Aku tahu ternyata Rara itu anak tunggal. Kami di Bandung sampai tiga hari. Setiap malam selama di situ, Bang Parlin memimpin do'a ketika tahlilan. 

"Pantas saja Almarhum nge-fans sama kau, Parlin, kau memang serba bisa,"  Kata Suami Rara ketika kami hendak pulang. Dia antar kami sampai airport. 

"Terima kasih kunjungannya, Aku jadi ikut nge-fans sama kau ini, bisa meluangkan waktu sampai empat hari di sini, sedangkan saudara dekat saja hanya satu hari,"   Kata suami Rara lagi sebelum akhirnya kami berangkat. 

"Habis dari sini kita ke kampung ya, Dek, jangan khawatir, signal sudah masuk ke Daerah kita,"  Kata Bang Parlin ketika kami di pesawat. 

"Iya, Bang,"   Jawabku, Aku memang ingin ke kebun sawit, di sana damai.

Sampai di Medan kami langsung bersiap menuju kampung, sekalian mengantarkan obat-obatan pertanian. Seorang sopir kami bayar. Aku memang sudah rindu kampung halaman Suami. Ingin tahu bagaimana perkembangan sekolah yang kami dirikan. 

Perjalanan lima belas jam yang melelahkan, akan tetapi Aku sudah mulai terbiasa mengikuti Suami dengan perjalanan jauh, si Ucok kami pun tidak rewel. 

Begitu sampai kami langsung disebut dengan laporan demi laporan. Sapi yang beranak, ladang sawit yang perlukan obat dan pupuk/baja, sekolah yang sudah mulai banyak siswanya. Pembangunan sekolah PAUD yang mulai rampung. 

"Dek, kenapa tak bisa hubungi Rara dari Handphone Abang itu?"  Tanya Suami di malam harinya. Saat itu kami lagi duduk santai di bawah pohon sawit, buah sawit dibakar sebagai penerangan alami. Dia terus mengutak-atik alat komunikasi tersebut. Kerana baru masuk signal, HP di sini jadi mainan baru yang lagi trend. 

"Adek akan jujur, Bang, tapi jangan marah ya,"  Kataku akhirnya. 

"Iya, Dek."

"Janji, Bang."

"Janji, jika Adek jujur, Abang juga akan jujur."

"Sebenarnya nombor Rara, Adek block dari HP Abang,"  Kataku seraya menunduk. 

"Adek kok gitu, sih?  Tidak ada percayanya sama Suami, nombor lelaki temanmu banyak di HP-mu, Abang tak masalah, kerana apa? Kerana Abang percaya sama Adek."  Tak disangka Bang Parlin marah. 

"Maaf, Bang, Abang sih segitunya sama Rara."

"Dia kan sudah menikah, Abang juga sudah punya kau, ha18pxnya silaturahmi, apa salahnya?"

"Maaf, Bang, terus apa tadi yang mahu Abang jujur itu."

"Abang tahu cangkul biru dua."  Jawab Suami. 

"Cangkul biru dua? apaan sih, Bang,"

"Kalau pesan kita sudah dicangkul dua kali sama cangkul biru, berarti sudah dibaca,"  Jelas Suami. 

Aku mulai mencerna ucapan Suami, akan tetapi Aku belum faham juga, apa cangkul biru, apa yang dicangkul? 

"Begini, Dek, contohnya Abang kirim pesan, kalau ada cangkul hitam belum dibaca, kalau cangkul biru dua sudah dibaca,"  Terang Suami seraya menunjukkan Handphone-nya. 

"Oh, contreng/tick itu, Bang, kok cangkul?"

"Pokoknya mirip cangkul, Dek,"

"Terus abang mahu jujur sudah tahu conteng yang cangkul gitu?"

"Iya, Dek,"

"Hahaha,"

"Abang tahu malam itu Adek baca dan balas pesan dari cewek di handphone Abang, kerana ada cangkul biru dua, makanya Abang balas begitu, biar Adek senang, kerana Abang yakin Adek akan baca lagi,"

"Apaa, Bang?" 

Duh, siapa yang jadul sekarang?  Oalah..😁😉  [hsz] 

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #SuamikuJadul, 

VIDEO :

@brigadeindependent Ustazah Asma' Harun, DO'A Untuk DSNajibRazak & Malaysia 🤲🌹Lanjut tonton sepenuhnya disini,https://youtube.com/c/HELMYNETWORK#helmynetwork #tiktokmalaysia🇲🇾 #fortunamediablogspotcom #fyptiktok #inspirasi ♬ original sound - BrigadeIndependentOfficial

No comments