MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 34 ]

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 34 ]">

MY HUSBAND IS PARLIN [ Part 34 ]

  • SUAMIKU JADUL
  • Part 34
  • Teman tak mahu bayar hutang

" Biar Suami Jadul, Yang Penting Duit Ngumpul "

FORTUNA MEDIA -  Panen sawit telah selesai, kami bersiap untuk pulang ke Medan. Perjalanan darat yang jauh sudah tak masalah lagi bagiku. Mungkin ini yang disebut orang "alah bisa kerana biasa",  Makin sering ikut Suami ke mana-mana, makin terbiasa. 

Sampai di Medan kami dapat undangan aqiqah anak temanku. Aku selalu khawatir dengan pesta, kerana Bang Parlin sangat sulit makan pakai sendok. Tak mungkin makan pakai tangan di tengah pesta. 

"Bang, sini kuajari dulu Abang pakai sendok,"  Kataku di suatu malam. Kerana hari minggu depan kami harus ke pesta, Aku tak ingin Suamiku malu. Kerana di pesta ini akan hadir semua teman satu gengku. 

"Ah, tidak usah, Dek,"  Jawab Suami. 

"Ayolah, Bang, biar tak malu kita," 

"Sidah, Dek, kalau malu tak usah kita makan."

"Ish, Abang, ngapain ke pesta kalau tak makan?"

"Ya, sudah, tak usah kita ke pesta," 

"Sebel, Adek kan mahu nurut sama Abang, Abang pun harus gitu, demi kebaikan bersama, rumah tangga itu hasil kompromi dua karakter jadi satu."  Kataku coba membalikkan kata-katanya. 

"Cie ...  ciee, yang tiru,"  Suami malah menggodaku. 

Ada tamu datang, dia temanku yang hendak mengadakan aqiqah putranya. Mahu ngapain dia kemari, undangannya sudah sampai. 

"Nia, kau makin langsing aja sekarang,"  Katanya seraya salam dan cipika-cipiki. 

Aku makin heran, biasanya mereka selalu panggil Aku Niyet, ini sudah Nia aja, ada apa ini.

"Undangannya sudah sampai, kok?" kataku kemudian. 

"Iya, Nia, sudah sampai memang, aku datang karena ada perlu," katanya lagi, sepertinya dia serius. 

"Ada perlu apa ya?"

"Begini, kan minggu mahu pesta, jadi rencananya hanya aqiqah saja, tapi Suamiku menyarankan supaya dibuat acara resepsi yang besar. Perlu danalah, Nia, pinjami dulu aku Nia, wang amplop nanti bayarnya, pasti dapat kok, dulu saja kami resepsi nikah, dapat dua puluh juta lebih."  Kata temanku ini. 

"Ohh," kataku seraya melihat Bang Parlin yang seperti biasa kebanyakan diam. 

"Tolonglah, Nia, demi masa lalu," katanya lagi. 

Aku langsung mengerti "demi masa lalu" yang dia maksud, dia pernah bantu aku dulu. Aku tak tahu harus berkata apa, ada pula Bang Parlindungan di sini, tak mungkin kulangkahi Bang Parlin, akan tetapi bila minta pendapat dia, dia pasti menolak, dia orang yang tidak suka sama yang berlebihan. 

"Bagaimana, Bang?"  Tanyaku akhirnya. 

Kulihat Bang Parlin mahu bicara, Aku khawatir dia akan menceramahi temanku ini tentang keperluan dan keinginan. Sebelum dia lanjut bicara, kutarik tangannya untuk bicara berdua. 

"Permisi dulu, ya,"  Pamitku pada teman ini.

"Bang, kasihan dia, dia pernah bantu bayar wang sekolahku dulu, jangan Abang ceramahi dulu soal keinginan keperluan ya, Bang,"  Kataku pada Suami setelah kami berdua. 

"Iya, Dek, wang yang sudah diberikan pada Adek ya, wang Adek, terserah mahu diapain, tak mungkin Abang paksakan prinsip hidup Abang ke orang lain,"   Kata Suami,  perkataannya itu membuat Aku senang sekali. 

"Tapi, Dek, berhutang biar pesta mewah itu sangat, sangat memalukan,"  Kata Suami lagi. Perkataan seperti inilah yang kutakutkan Suami bilang langsung ke temanku ini. Bagaimana pun juga, Aku harus menjaga perasaannya. 

Akhirnya kuberikan juga wang tersebut, dua puluh juta banyaknya. Janji dia bayar setelah pesta usai. 

   RELATED POST

Misteri Nusantara
KISAH SUFI, SANG KYAI

Ketika pesta berlangsung, kami datang juga, perlakuan temanku pada kami sudah berubah, tak ada lagi merendahkan, tak ada lagi yang menghina penampilan Suami yang tak bisa mengikuti zaman. Kini Suami memang sudah gobel lagi, rambut bagian belakangnya sudah mulai panjang. 

Kami berada di meja makan, Aku sudah deg-degan akan malu kerana Suami tak pandai pakai sendok. Sementara kami satu meja dengan Rapi dan teman yang lain. 

"Susah kali pakai sendok ini, ada cuci tangan,"  Kata Suami. Akhirnya yang kutakutkan terjadi juga. Duh, malunya.😌 

Akan tetapi, dengan cepat seorang penjaga hidangan mengambil baskom kecil berisi air. Dan yang paling menakjubkan semua temanku juga minta cuci tangan. 

"Iya, betul juga, kadang pakai sendok ini membuat kita tersiksa makan, kurang nikmatnya,"  Kata Rapi. 

Yang terjadi malah semua orang di meja itu makan pakai tangan, rasa maluku tertutupi kini. Duh, Suamiku, kamu itu memang ....😎 

Setelah selesai pesta, temanku ini belum juga mengembalikan wang tersebut, sampai dua hari kemudian tak ada khabar berita, tak ada sekedar basa-basi kalau misalnya tak bisa bayar. 

"Bang, belum dikasihnya juga, bagaimana kalau ditagih misalnya?"  Aku minta pendapat Suami. 

"Ya, memang harus ditagih, Dek, kalau gak ditagih kita juga ikut berdosa,"

"Duh, Bang, bagaimana cara nagih nya, Aku gak tega,"

"Harus tega, Dek, beda memberikan bantuan dengan memberikan pinjaman," kata Suami lagi. 

Akhirnya kukirim pesan WhatsApp, sekedar bertanya apakah acaranya sukses mungkin dengan begitu dia ingat hutangnya. Akan tetapi mustahil rasanya dia lupa hutang dua puluh juta. 

(Bagaimana acaranya, sukseskah?) pesanku kemudian. 

Tak dibaca, apalagi dibalas. Lalu kulihat dia aktif di FB, membalas komentar orang di postingannya Aku jadi geram juga. Akhirnya kutelepon juga. 

"Maaf, ya, Niyet, sibuk sekali kami, tak sempat ngantar wangmu,"  Katanya dari seberang. 

Ini memang teman gak ada akhlak, waktu pinjamnya namaku Nia, giliran ditagih namaku Niyet lagi. Dasar memang. 

"Kami jemput ya,"  Kataku kemudian. 

"Boleh boleh tapi sekarang Aku tak lagi di rumah, lagi di luar ini,"  Katanya lagi. Padahal baru saja kulihat dia siaran langsung lagi masak di dapur rumahnya. 

"Kami tunggu sampai besok, soalnya kami mahu pergi,"  Kataku sebelum menutup telepon. 

Suami ternyata sudah ada di belakangku, dia tersenyum. 

"Wang sekolah lagilah itu, Dek,"  Kata Suami. 

"Kok wang sekolah, Bang,"

"Sudah berat itu kembali wangmu, Abang sudah sering berurusan dengan orang yang begitu,"  Kata Suami. 

"Abang sih, tak cegah Aku waktu ngasihnya."

"Kok Abang sih?".

"Iyalah," kataku lagi. Aku juga sebenarnya tidak tahu kenapa Suami yang kusalahkan, padahal sudah jelas Aku bilang supaya dia tak menceramahi. Istri memang tak pernah salah.  

Kami sudah rencanakan jalan-jalan, jalan-jalan terakhir kami sudah satu tahun yang lalu. Kali ini kami akan melakukan perjalanan darat ke Sumatera Barat. Dari dulu Aku ingin sekali melihat "highway kelok sembilan" secara langsung.

Akhirnya Aku tak sabar juga, ketika besok harinya temanku tak mengantar wang itu. Kuhubungi pun dia tak mau angkat. Kuajak Suami ke rumahnya. Dia mungkin tak menyangka kami akan datang. Ketika kami sampai dia lagi memanaskan motor baru. Wah, apakah wangku dia belikan motor? 

"Niyet, maaf ya, tak ada waktu ke rumahmu, maaf sekali ya," katanya lagi. 

Aku dan Suami tak dipersilahkan masuk, kami hanya berdiri di pintu, sementara dia masih memanaskan motor. 

"Kami minta wangnya sekarang juga, kami mahu pergi liburan,"  Kataku akhirnya. 

"Ingat kau tak Niyet, pas aku bayar wang sekolahmu, seharusnya wang tersebut mahu kupakai liburan, aku rela kau pakai, kerana apa, kerana kau temanku, berapa lama biar kau bayar? satu bulan, ini baru seminggu sudah nagih kau," katanya. 

"Lagian kan kalian kaya, bagi kalian wang segitu kecil, aku pakai dulu lah, bayarnya kucicil,"  Sambungnya lagi. Tepat dugaanku, dia belikan motor wang tersebut. 

"Mana Suamimu?" Bang Parlindungan akhirnya bicara. 

"Di dalam, tapi dia tak ada urusan dengan hutangku," katanya lagi. 

"Begini ya, Kak, hutang itu tetap hutang, perjanjian habis pesta kakak bayar, sekarang mahu dicicil, kami tak mencicilkan wang. Berhutang demi pesta mewah sangat memalukan, lebih mulia pemulung itu yang kerja keras untuk makan, pakai wang orang untuk beli motor demi gaya hidup, duh, kalian benar-benar tak punya rasa malu. Kami ikhlaskan saja wang tersebut pada kalian, tapi Aku ingin bertemu Suamimu," kata Bang Parlin. 

Wanita tersebut lalu masuk rumah memanggil Suaminya, agak lama juga, mungkin mereka lagi berunding. 

"Silakan masuk,"  Kata Suaminya. 

Kami masuk dan duduk di sofa. 

"Begini, Bang, hari itu Istri Abang pinjam wang sama kami, katanya untuk biaya pesta, janji setelah pesta dibayar. Sekarang sudah seminggu habis pesta, tapi belum dibayar juga, katanya bayarnya nyicil dulu. Jadi maksudku dari pada nanti kalian cari-cari kami di padang mashar, lebih baik kita selesaikan sekarang. Kami tak terima cicilan, kami bukan tukang kredit, tapi kami mahu ikhlaskan saja wangnya, kami anggap saja zakat,"  Kata suami. 

Lelaki itu menatap Istrinya, wajahnya kelihatan serius, mungkin dia belum tahu istrinya hutang. 

"Terima kasih, Bang Parlin, betul kata orang, Abang memang Malaikat," kata Istrinya. 

"Tapi, kami minta urus dulu surat keterangan tidak mampu dari Lurah, bahwasanya kalian berhak menerima zakat." kata Bang Parlin lagi. 

Wajah lelaki itu merah padam, dia mungkin malu, sejurus kemudian dia masuk kamarnya. Lalu menyerahkan emas beserta suratnya. 

"Kami bayar pakai ini saja, Bang, kalau masih bisa Abang tunggu, biar kujual bentar,"

"Hei, itu emasku," teriak Istrinya. 

"Diam kau, buat malu Papa saja memang kau," Bentak Suaminya. 

Wanita itu terdiam. Akhirnya kami hitung emas tersebut, dilihat dari suratnya, belum cukup dua puluh juta. Lelaki tersebut lalu meminta cincin yang dipakai istrinya. Akhirnya pas. Aku hanya melongo. Cara penyelesaian Bang Parlin lain dari pada yang lain. Aku yakin setelah ini temanku ini tak akan bicara padaku lagi benar juga kata orang, "hutang itu pemutus silaturahmi paling ampuh "

"Abang kok gitu sih?"  Tanyaku setelah kami pulang. 

"Abang kasihan lihat Suaminya,"

"Kalau kasihan, kenapa justru tak dikasih saja,"

"Mereka tidak layak menerima zakat, motornya saja tiga di situ, handphone-nya mahal, Abang kasihan lihat Suaminya dalam tekanan batin."  Kata Suami lagi. 

"Abang tak tertekan kan?"  Tanyaku sambil melirik suami.

 "Entahnya pula Abang tertekan batin kerana ulahku,"  Sambungku lagi. 

"Tertekan batin sih tidak, Dek, cuma tertekan badan,"  Kata Suami seraya mengerling nakal. 

"Apa maksud Abang tertekan badan?"

"Badanmu besar, Dek, Abang tertekan jika di bawah, Adek pula suka di atas."

"Ish, Abang, otak mesum."  Kataku seraya menjitak kepalanya.😁😉  [hsz] 

To be Continued...

Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh baca disini ; Novel Collection

Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani 

#indonesia, #Novel, #NovelKomedi, #CeritaBersambung, #Cerbung,  #SuamikuJadul, 

VIDEO :

@brigadeindependent DO'A UNTUK DSNAJIB RAZAK & NEGARA MALAYSIA 🤲🌹| Lanjut tonton Video² lain disini ;,https://youtube.com/c/HELMYNETWORK#helmynetwork #tiktokmalaysia🇲🇾 #fortunamediablogspotcom #tiktokmalaysia🇲🇾 #fyptiktok #DSNajibRazak ♬ original sound - BrigadeIndependentOfficial

No comments