Penentuan 'AidulAdha Berdasarkan Rukyatulhilal Penduduk Makkah

<img src=https://fazryan87.blogspot.com".jpg" alt="Penentuan 'AidulAdha Berdasarkan Rukyatulhilal Penduduk Makkah">

Penentuan 'AidulAdha Berdasarkan Rukyatulhilal Penduduk Makkah

FORTUNA MEDIA - Fiqh Para Ulama Mujtahidin telah berbeza pendapat dalam hal mengamalkan satu rukyah yang sama untuk 'Aidulfitri. Mazhab Syafi’i menganut rukyah tempatan, yaitu mereka mengamalkan rukyah masing-masing Negeri. Sementara Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali menganut rukyah global, yakni mengamalkan rukyah yang sama untuk seluruh kaum Muslimin. Artinya, jika rukyah telah terjadi di suatu bagian bumi, Maka rukyah itu berlaku untuk seluruh kaum muslimin sedunia, meskipun mereka sendiri tidak dapat merukyah.

Namun, khilafiyah semacam itu tidak ada dalam penentuan "AidulAdha. Sesungguhnya Ulama seluruh mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) telah sepakat mengamalkan rukyah yang sama untuk "AidulAdha. Rukyah yang dimaksud adalah rukyatulhilal (pengamatan bulan sabit) untuk menetapkan awal Zulhijah yang dilakukan oleh penduduk Makkah. Rukyah ini berlaku untuk seluruh dunia.

Kerana itu, kaum Muslimin dalam sejarahnya senantiasa ber-'Aiduladha pada hari yang sama. Fakta ini diriwayatkan secara mutawatir (oleh orang banyak pihak yang mustahil sepakat bohong) bahkan sejak masa kenabian, dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin, Umawiyin, Abbasiyin, Utsmaniyin hingga masa kita sekarang. Namun, meskipun penetapan 'Aiduladha ini sudah ma’luumun minad diini bidh dharuurah (telah diketahui secara pasti sebagai bagian integral ajaran Islam), Anehnya pemerintah Indonesia dengan mengikuti fatwa sebagian ulama telah berani membolehkan perbezaan 'Aiduladha di Indonesia.

Jadilah Indonesia sebagai satu-satunya negara di muka bumi yang tidak mengikuti Hijaz dalam ber-'Aiduladha. Sebab, 'Aiduladha di Indonesia sering kali jatuh pada hari pertama dari Hari Tasyrik (11 Zulhijah), dan bukannya pada yaumun-nahr atau hari penyembelihan qurban (10 Zulhijah).  
   RELATED POST 

Historical Islam, Syeikh Ahmad Izzah Al-Andalusy, Kisah 'Sang Algojo' Yang Jadi Ulama Besar
Terkini Kes Holywings, Izin Usaha Selurut Outlet di Jakarta Dicabut

Kewajiban kaum muslimin untuk ber-'Aiduladha (dan ber-Idulfitri) pada hari yang sama, telah ditunjukkan oleh banyak nash-nash syarak. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Hujah ke-1:

“Aidulfitri adalah hari saat umat manusia berbuka, dan 'Aiduladha adalah hari ketika umat manusia menyembelih qorbannya.” (HR Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiallaha 'Anha.). Selain itu, Imam Tirmidzi juga meriwayatkan Hadis Nabi Muhammad SAW. dengan lafaz berbeza: “Berpuasa (Ramadan) adalah saat mereka berpuasa, 'Aidulfitri adalah saat mereka berbuka dan 'Aiduladha adalah masa mereka menyembelih (haiwan korban).” (HR Tirmidzi dari Abu Hurairah ra.)

Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa perayaan 'Aiduladha dilakukan pada saat (jemaah haji) melakukan penyembelihan haiwan qurban (berqurban), yaitu pada 10 Zulhijah, bukan hari yang lain.

Dalam hal ini Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiallaha 'Anha. mengatakan, “Bahwa hari Arafah (yaitu 9 Zulhijah) itu adalah hari yang telah ditetapkan oleh Imam (Khalifah), dan hari berqurban itu adalah masa Imam (Khalifah) menyembelih qurban.” (Hadits Riwayat-HR Thabrani dalam kitab Al-Ausath, dengan sanad hasan)

Ini lebih menegaskan lagi bahwasanya penetapan hari (wukuf) di Arafah dan 'Aiduladha (yaumul hadyi) diputuskan oleh Imam (Khalifah) kaum Muslimin yang berlaku serentak untuk seluruh kaum muslimin di Negeri mana pun, baik mereka tinggal di Negeri Hijaz, Mesir, Syria, Yaman, UAE, Kuwait, Turki, Irak, Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Indonesia, Myanmar, Cambodia, Vietnam, Laos, Uzbekistan, ataupun di Thailand.

Hujah ke-2:

Hadis yang berasal dari Husain bin Harits al-Jadali, yang menyampaikan, “Bahwasanya Amir Makkah (Wali Makkah) berkhotbah dan menyatakan, ‘Rasulullah SAW. memerintahkan kita agar memulai manasik (haji) berdasarkan rukyah. Apabila kita tidak melihat (rukyah)nya, sementara dua orang yang adil menyaksikan (munculnya hilal), maka kita harus memulai manasik dengan kesaksian dua orang tersebut.’.” (HR Abu Daud)

Hadis ini menunjukkan bahwa pada masa itu Amir Makkahlah yang menetapkan pelaksanaan manasik haji, mulai dari wukuf di Arafah, thawâf ifâdhah, bermalam di Muzdalifah, melempar jamrah, dan seterusnya. Dengan kata lain, penguasa yang menguasai Kota Makkah saat ini yang berhak menentukan wukuf di Arafah (9 Zulhijah), pelaksanaan penyembelihan haiwan kurban (10 Zulhijah), dan rangkaian manasik haji lainnya.

Hal itu berarti Negeri-Negeri Islam lainnya harus mengikuti penetapan hari wukuf di Arafah, yaumun-nahr (hari penyembelihan haiwan qurban pada 10 Zulhijah) berdasarkan keputusan Amir Makkah atau penguasa yang saat ini mengelola Kota Makkah.

Oleh kerana itu, kaum Muslimin di seluruh dunia wajib merayakan 'Aiduladha secara serentak pada hari yang sama, yaitu pada saat ketika jemaah haji tengah melakukan penyembelihan qurban –pada hari ke-10 Zulhijah– dan bukan pada awal Hari Tasyrik.

Hujah ke-3:

Hadits Rasulullah SAW. melalui Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, “Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang berpuasa pada hari Arafah (bagi jemaah haji yang ada) di padang Arafah.” (HR Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah).

Disunnahkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji untuk berpuasa pada hari (wukuf) di Arafah atau pada hari ke-9 Zulhijah. Hari Arafah adalah hari itu jemaah haji melakukan wukuf di Padang Arafah. Ini menunjukkan pula bahwa hari Arafah itu satu, tidak berbilang dan tidak boleh berbilang.

Jadi, bagaimana mungkin kaum Muslimin di Indonesia berpuasa Arafah pada hari penyembelihan haiwan qurban, yaitu saat jemaah haji tengah menjalankan 'Aiduladha? Bagaimana mungkin juga mereka merayakan 'Aiduladha sekaligus melakukan Shalat 'Aid (shalat hari raya) pada hari sewaktu jemaah haji sudah memasuki awal Hari Tasyrik (11 Zulhijah)?

Hujah ke-4:

Hadits Rasulullah SAW. melalui Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, “Sesungguhnya Rasulullah SAW. melarang berpuasa pada dua hari, yaitu 'Aidulfitri dan 'Aiduladha.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, kita diharamkan berpuasa pada Hari Tasyrik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW., “Hari-hari di Mina (hari-hari Tasyrik) adalah hari-hari untuk makan dan minum serta mengingat Allah Ta'ala.” (HR Muslim)

Oleh kerananya, tidak diperbolehkan bagi kaum Muslimin menjalankan puasa Sunnah pada hari tatkala jemaah haji tengah merayakan 'Aiduladha (10 Zulhijah). [HSZ] Author ; K.H. Muhammad Shiddiq al-Jawi

Editor; Romy Mantovani

VIDEO :

APAKAH IJTIHAD 'ULAMA BISA DIKLAIM BID'AH !? || BUYA DR ARRAZY HASYIM, MA

No comments