MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [8]
MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [8]
PART-8Rasanya berat sekali hatiku berpamitan pada Om Hanung dan Tante Lisa untuk kembali ke Kota Magelang. Aku punya tanggung jawab pada tugas yang kuemban, pada pasien-pasien yang menungguku di Desa.
Namun langkah itu harus kuambil, di hari Minggu siang, setelah 2 hari aku bersama mereka, aku mohon diri. Om dan Tante mengerti apa yang berkecamuk dalam hatiku. Dan itu juga yang sebetulnya mereka inginkan.
Kes ini belum ada perkembangan yang berarti setelah Awing terbunuh. Para anggota Polis masih terus melacak keberadaan peromp4k sadis itu. Mas Alexpun sudah aktif bertugas seperti semula, sekali-sekali dia menghubungiku.
Seminggu berlalu, aku kembali pada rutin tugasku, memeriksa pasien di Puskesmas hingga kunjungan ke Desa-desa. Menerima panggilan dimalam hari ketika salah seorang warga sakit, juga persalinan sulit yang tidak bisa dilakukan oleh Bidan Desa.
Namun peristiwa terbunuhnya Ucup salah satu warga dalam kondisi rusak berat, bekas cakaran dan usus terburai beberapa saat yang lalu. Sangat menggemparkan penduduk Desa Kaliangkrik. Terlebih ketika peristiwa ini diikuti dengan kejadian demi kejadian yang sangat mencekam. Termasuk ketika Mas Alex dan aku dihadang oleh sosok perempuan bertangan buntung yang kemudian hilang ditelan kabut.
Kuterima berita lagi pagi ini, seorang pemuda bernama Maksun diketemukan di perkebunan tembakau dalam kondisi tercabik-cabik, bekas cakaran. Mas Alex dan aku bertemu lagi di TKP, kali ini kami berdua tak lagi bisa sekedar berbagi senyum. Sudah 2 korban jatuh di Desa ini. Aku harus membuat surat kematian dengan sebab yang tidak diketahui.
Sejuta tanya hinggap di kepala ku, hingga aku tiba di rumah untuk sholat dan makan siang yang agak tertunda tadi.
Ditemani Mak Yah pembantu rumah dirumahku, aku menyendok sedikit nasi serta lauk garang asem ayam dan Trancam urap sayur mentah. Kedua menu buatan Mak Yah yang biasanya menambah semangat makanku. Namun kali ini tidak, terbunuhnya Maksun dalam kondisi tubuh penuh luka, membuat selera makanku hilang. Menguap bersama bayangan tubuh yang terkoyak-koyak cakaran tangan.
Usai beristirahat sejenak, aku kembali mengunjungi beberapa pasien yang di jadwalkan harus ku datangi kerumah-rumah. Kunjungan pasien yang sedikit memerlukan perlakuan khusus, dengan kondisi pasien sakit yang juga khusus.
Dengan sepeda motor kutelusuri jalan yang berkelok-kelok, diantara hamparan kebun sayur dan dan kebun tembakau.
Sesekali kusapa, beberapa orang yang kulewati. Ternyata aku cukup dikenal warga di lereng Gunung Sumbing ini. “Monggo pinarak Bu' dokter” Mari mampir", itulah seruan yang sering kudengar dari mereka.
Ada 2 pasien yang ku datangi, dengan jarak yang sedikit berjauhan. Yang satu adalah Ibu muda yang sudah memasuki bulan ke 8 kehamilan, dia sudah tidak memungkinkan bepergian jauh dengan motor. Bu' Nani namanya, menunjukkan perkembangan kesehatan yang baik. Sudah kuberikan vitamin tambahan, serta beberapa pesan agar dia bisa menjaga kesehatan nya. Seorang pasienku yang lain bocah lelaki berusia 9 th yang mengalami lumpuh layu dan harus diberi perawatan khusus.
Perjalanan membawa ku kembali melewati sebuah hamparan sawah. Jalan mulai meremang, sebentar lagi kegelapan segera tiba. Aku makin mempercepat laju motor yang ku kendarai.
Namun tiba-tiba Indra penciumanku mengendus bau yang sangat harum. Aroma bunga kantil yang menusuk hidung. Bulu kudukku meremang.
Aku terhenyak, ketika sesosok perempuan cantik perlahan-lahan muncul. Sama seperti kehadiran nya beberapa saat yang lalu, ketika dia menghadang laju kendaraan yang ku tumpangi bersama Mas Alex. Perempuan berwajah sayu dengan tatapan sedih, sepertinya aku tidak mengenalnya, wajahnya asing. Tapi dia seolah-olah, meminta tolong dan ingin menyampaikan sesuatu.
Aku hanya melihat-lihatnya sekejap. Kemudian dia menghilang kembali dia menghilang di balik kabut malam.
Ada satu hal yang jadi perhatian ku tadi, perempuan ini nampak mengulurkan tangan kanannya yang sudah dalam kondisi buntung ditebas senjata tajam. Nampak jelas dia menunjukkan dengan tangan kirinya bagian tangan kanan yang putus itu. Seolah-olah dia berkata, ada rangkaian peristiwa yang akan kualami.
Sebagai perempuan bujang, sesungguhnya aku bukankan seorang penakut. Tapi penampakan perempuan cantik ini tadi, tak pelak membuat hatiku dialiri hawa dingin yang seakan menembus jaket kulit yang ku kenakan.
Ketika perempuan itu menghilang bersama aroma bunga kantil. Aku kembali bergegas melanjutkan roda kendaraan hingga tiba di rumah.
READ MORE
MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [7]
Belum lagi aku melepaskan jaket yang kukenakan. Ketika kulihat Mas Alex menungguku di teras rumah. Mas Alex menyambutku dengan senyum.
“Selamat sore Niken, Capek ya, ?”
“Biasa Mas, tugas rutin. Sudah tanggung jawabku.”
“Kita cari makan malam Yook.” Mas Alex mengajakku keluar.
Aku menyeret kursi berbahan bambu yang ada di teras rumahku, kemudian duduk..Sebetulnya aku malas, udara malam di gunung ini membuatku makin merasa dingin. Ditambah peristiwa yang baru saja kualami.
“Aku bertemu lagi dengan perempuan itu Mas.”
“Perempuan yang mana?”
“ Yang kita lihat. Perempuan bertangan buntung.”
Mas Alex kulihat mengusap wajahnya yang tampan.
“Syukurlah kau tidak apa-apa Niken”.
“Nampaknya dia ingin menyampaikan sesuatu Mas. Apa hubungan tangannya yang putus dengan kes Santi, aku bertanya sambil menggumam. “
“Kita cari makan dulu yook, nanti kita ngobrol. Perut ku sudah lapar. Ada idea makan dimana?”
Aku berfikir sejenak, ada sebuah rumah makan langgananku di Magelang. Dekat alun-alun, semua masakannya enak, banyak pilihan. Restoran itu AA namanya. Dikenal sebagai restoran seribu cermin, kerana temboknya yang kuno banyak dihiasi ratusan cermin antik. Pemilik resto itu Koh Tio cukup kenal dekat denganku. Tapi... lumayan jauh.”
“Tak masalah, semakin jauh kita makan. Asal bersamamu, akan Kuturuti”
Kembali Mas Alex menggoda ku. Mengurangi ketegangan akibat masalah berat yang kami hadapi akhir-akhir ini.
“Tunggu sebentar Mas, aku bersiap-siap. Aku kan masih bau, belum mandi.” Aku tersenyum, seraya beranjak kedalam.
“Untuk dokter Niken, walau belum mandi masih terlihat cantik.” Mas Alex membalas senyumku dengan pujiannya. Yang membuatku makin tersipu malu seolah gadis remaja..💐[hsz]
To be Continued...
Courtesy and Adaptation Novel by Rini Indardini
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by media.tumblr.com
No comments
Post a Comment