Melayari Bahtera Cinta Prahara, Dibayangi Dendam Mistik [7]
Melayari Bahtera Cinta Prahara, Dibayangi Dendam Mistik [7]
Part-7
"Perbanyak doa dan zikir selepas sholat. Dan yang utama adalah, jangan sampai meninggalkan sholat."Itulah petua dari Uwak Haji yang diberikan kepadaku ketika Aku berkunjung kerumah nya kemarin.. Selain itu, beliau juga memberikan sebotol air mineral yang sudah diberi doa. Air tersebut untuk Patonah.
Uwak Haji berpesan supaya Suminah meminum air tersebut.
Saat Aku sedang bergelut dengan fikiranku sendiri, tampak Suminah menuntun motor memasuki halaman rumah.
Aha ... sebuah idea muncul dibenakku.
"Kenapa motornya, Dek, kok dituntun?" selidikku tatkala Suminah sudah berada di teras rumah. Keringat mengalir di dahinya, tampaknya dia kelelahan setelah menuntun motor.
"Sial benar hari ini aku Mas. Tayar motor bocor, mana bengkel tak ada yang buka lagi. Terpaksa harus dituntun pulang. Untung sudah lumayan dekat rumah," sungutnya sambil menyeka keringat yang membasahi wajahnya.
"Kasihan sekali Istri Abang ni, pasti penat dan haus. Nich, Mas ambilkan air minum," ucapku sambil menyodorkan segelas air putih kearahnya.
"Air apa ini, Mas?" selidik Suminah.
"Ya air minum lah, air putih, bukan kopi," kelakarku untuk menghilangkan kecurigaan Suminah. Tanpa menunggu lama, segelas air tersebut sudah berpindah tempat. Membasahi kerongkongan hingga akhirnya menuju ke lambung.... "Semoga ya Allah," lirih ku berdoa.
"Oh iya, Dek. Anak-anak malam ini tak pulang. Mereka bermalam di rumah Emak. Tadi siang di jemput Wawan," ucapku pada Suminah.
"Oh ... Wawan yang tinggal di sebelah rumah Emak?" tanya Suminah.
"Iya, kamu tau kan?"
"Memang ada acara apa dirumah Emak, tumben banget?" tanya Suminah penuh selidik.
"Kemarin Emak telpon, katanya rindu sama anak-anak. Kita kan jarang membawa mereka kesana. Tidak ada salahnya kan, sekali-kali tidur dirumah Neneknya," jawabku.
Aku tau, Suminah memang kurang suka jika Aku atau Anak-anak sering ke rumah Emak.. Tapi, untuk kali ini, dia tak punya alasan untuk menolak ataupun membantah ucapanku.
Entah kenapa, malam ini mataku begitu berat sekali.
Padahal baru jam sembilan malam. Dan bahkan saat Aku mengerjakan Sholat Isya' pun, mata terasa enggan untuk dibuka lebar.
Hingga akhirnya Aku tak lagi kuasa menahan rasa kantuk yang tidak biasa ini.. Hingga tiba-tiba Aku merasa leherku tercekat, seperti ada tangan yang mencekikku... Ingin sekali Aku meronta, melawan. Tapi tak mampu Aku lakukan... Dada dan perutku sesak, seperti di tindih benda yang sangat berat.
Ku coba menggapai apa saja yang bisa tanganku jangkau.
Cadar tilam, bantal, juga sesuatu yang menindih dan mencekik leherku. Kurasakan tanganku perih dan terasa lengket, airmatapun Aku rasakan mengalir dari netra yang terpejam. Entah berapa lama aku dalam kondisi seperti itu. Dengan rasa sakit di seluruh tubuh, seolah mempertahankan jiwa yang hendak pergi meninggalkan raga.
Hingga satu kesempatan, dimana Aku bisa membuka mata.
Keterkejutanku tak berhenti disitu, saat kudapati Istriku, Suminah duduk diatas tubuhku dengan tanpa sehelai benangpun.
Seolah begitu menikmati tubuhku, yang sama-sama tanpa busana.
"Tapi ... tidak, dia bukan Istriku!.. Dengan sisa-sisa kesadaranku, kudorong sekuat tenaga tubuh mahkluk yang ada di atasku.
Ngiieeekkk....! Terdengar suara aneh keluar dari mulutnya, saat Aku berhasil mendorongnya menjauh. Seolah tak terima, mahkluk itu mendekat kearahku dengan tatapan mata yang sangat menakutkan.
Kembali, mahkluk itu mendekat dan mengarahkan kedua tangannya keleherku.
"Suminah, sadar Suminah ... kuasai dirimu," teriakku tatkala sosok itu semakin mendekat.
"Kamu milikku ...." suara serak keluar dari mulut Suminah.
Dalam kepanikan, Aku teringat akan air dalam botol yang Aku dapat dari Uwak Haji tadi siang. Dengan sisa tenaga, Aku menggapai air yang berada di atas meja tersebut. Namun saat Aku hendak menyiramkan ke arah Suminah, tangannya lebih dulu menangkis hingga botol itu terlempar di sudut ruangan.
Dan lagi-lagi, kaki ku terjatuh ketika hendak mengambilnya.
Kini, sosok Suminah sudah menindih tubuhku yang berada dilantai kamar.
"Bukan, kamu bukan Suminah!" teriakku geram sambil berusaha menggapai botol yang terjatuh.
"Tidak ... tidakkk... panaaass...."! Teriak Suminah sesaat setelah air dalam botol itu kusiram ke wajahnya.
Dengan menjerit kesakitan, Suminah berusaha berlari keluar kamar.
Namun saat hendak membuka daun pintu, tubuh itu limbung, hingga akhirnya jatuh tersungkur.
"Apa sebenarnya yang kamu jalani, Suminah?" isakku setelah memindahkan tubuhnya keatas tempat tidur.
Kupandangi wajah wanita yang telah menemaniku dalam ikatan perkawinan selama bertahun-tahun dengan rasa tak percaya.
Kenapa harus dengan jalan dan cara seperti ini untuk mendapatkan cinta.
Tanpa terasa, air mata menetes membasahi wajahku.
Sebuah perasaan yang aku sendiri tidak tau apa itu.
"Semoga kamu akan baik-baik saja, Istriku," ucapku lirih.[hsz] To be Continued..
Courtesy and Adaptation by Yani Santoso
Editor ; Romy Mantovani,
Kredit Ilustrasi Image ; Doc, FortunaNetworks.com Editor ; Romy Mantovani,
No comments
Post a Comment