MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [15]
MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [15]
PART-15Kulirik wajah Mas Alex yang menatap lurus kedepan, sambil mengemudikan mobil dengan tenang. Dia memakai kaca mata Oakley yang melekat erat di hidungnya yang mancung. Aku tak menyangka sosok lelaki yang duduk disebelahku kini, sudah resmi menjadi pacarku. Sehingga kami siap merenda impian menuju masa depan.
Mas Alex menoleh kearahku, dia tersenyum sambil mempamerkan giginya yang rapi. Tangannya meremas jemariku, kemudian mengusap kepalaku dengan lembut. Sebuah kebiasaan yang membuatku merasa nyaman.
Mobil yang kami tumpangi melewati jalan Gatot Subroto, perlahan terlihat Gedung Pertemuan AH.Nasution, lanjut lagi hingga kami sampai di depan di main hall Akademi Militer (AKMIL), kulihat patung Jendral Sudirman yang menaiki kuda.
Aku suka sekali melihat Komplex AKMIL dengan latar belakang Gunung Tidar yang merupakan Pakuning Tanah Jawa. Ditempat ini dulu Bapakku digembleng menjadi seorang Perwira TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Diujung Jalan Pakelan, kami berbelok kearah kiri. Tiba-tiba handphoneku bergetar.
“Ya, Hallo Tante,” ..Ku buka saluran loud-speaker
“Apakah Niken jadi menjemput Santi ke hospital?” Kudengar suara Tante Lisa
“Benar Tante, ini saya sudah di jalan bersama Mas Alex.”
“Oh baiklah, kalau begitu Om dan Tante tunggu dirumah saja ya. Tante mahu menyiapkan hidangan istimewa makan siang untuk Anak-anak Tante semua.”
“Anak-anak Tante? Maksudnya Santi? Aku bertanya dengan hairan.
“Iya kalian berempat, Santi, Anto, Niken juga Alex adalah anak-anak Om dan Tante. Kami sangat bersyukur kita bisa berkumpul lagi dalam keadaan selamat.”
“Oh ya.. ya, terimakasih Tante sayang“ Aku tertawa “Berarti kami langsung ke Hospital. kemudian segera pulang. Tidak perlu menunggu kedatangan Om dan Tante Lagi.”
“Benar, Titi DJ Niken, tolong sampaikan salam pada pak polisi ganteng.”
Mas Alex segera menyahut, “Terimakasih Tante, kami sudah resmi jadian lho.”
Aku menjerit kencang, "Mas jangan buka kartu, malu tahu.” Kudengar Mas Alex tertawa terbahak-bahak, demikian juga Tante Lisa tertawa renyah di ujung telephone.
“Selamat ya Niken, selamat ya Alex. Hati-hati jangan bercanda di jalan, bahaya.”
“Siap Tante.” Mas Alex menyahut. Sebelum telephone ditutup oleh Tante Lisa.
Ku cubit perut Mas Alex, yang kemudian mengaduh perlahan. Kami kembali tertawa, dikepung rasa bahagia yang baru kami miliki.
READ MORE; MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [14]
Aku mengintip dari balik pintu Paviliun Ayodya ruang VVIP Hospital Sarjito, mengetuk perlahan kemudian segera masuk. Kulihat Santi menjerit melihatku, senyumnya merekah. Rambutnya kini sudah rapi dipotong pendek, seperti Demi Moore dalam film Ghost, pipinya memerah. Aku segera berlari melepas kerinduan. Alangkah bahagianya Aku melihat sahabat ku mulai berangsur pulih.
Kami berdua saling berpandangan, tersenyum melepas expresi suka cita. Kulihat Mas Alex asyik ngobrol dengan Anto. Santi melirik kearah Mas Alex, seolah bertanya.
“Mas Alex, sini dulu. Kenalkan ini Santi sahabat karibku. Kan, kemarin belum sempat ngobrol.”
Mas Alex mendekat, sambil tersenyum, kemudian mereka bersalaman. “Kenalkan Santi, saya Alex calon Suami Niken.”
Aku menjerit, “Masssss, ihh, norak. Malu sama Anto dan Santi.”
Santi sempat merasa kaget, namun segera tertawa. Dia tahu Mas Alex sengaja menggoda ku.
“Selamat Mas Alex, selamat ya Niken. Titip sahabat cantikku ini ya Mas, jangan sampai di ditangkap kadal buntung lagi.”
“Maksudnya?” Mas Alex bertanya.
“Adaaaa aja.” Kami berdua tertawa gembira sambil kembali berpelukan.
Anto yang sedikit pendiam, nampak tersenyum-senyum simpul. Melihat kekasihnya sudah mulai pulih lagi...Ini merupakan trauma healing yang paling pas untuk mengembalikan kondisi kejiwaan Santi.
Usai mengurus administrasi dan obat-obatan, kami segera meninggalkan Paviliun Ayodya, untuk kembali kerumah Santi. Tante Lisa menyambut kedatangan kami dengan penuh sukacita, demikian juga Om Hanung.
Kami makan bersama di ruang makan, Aku duduk disamping Mas Alex, Anto disamping Santi, Om Hanung dan Tante Lisa diujung meja, apalagi Tante Lisa bersama Sumi sibuk melayani kami semua.
Kali ini Tante Lisa membuat soto bening yang komplit dengan aneka lauk pauknya, seperti empal, sate jeroan (sate perut), sate kerang, pergedel jagung, bakwan, sate telur puyuh dan lainnya. Dengan minuman setup sirsak selasih, dan puding mangga. Aku yang biasanya cuma makan sedikit, kali ini sempat tambah, kerana kelezatan masakan Tante Lisa.
Suasana makan penuh keakraban, kami saling bertukar cerita. Sengaja kami menghindari topik yang berkaitan dengan per0mpok4n dan pemb*nuhan. Agar Santi tidak makin trauma menghadapi kenyataan.
“Ayo Nak Alex, dicicipi puding buatan Tante.” ..Tante Lisa mengambil piring dan mengisi dengan puding serta mengulurkan kembali pada Mas Alex.
“Terimakasih Tante.”
“Ngomong-ngomong, bila nih, penetapan tanggal perkawinan kalian. Om dan Tante sudah tidak sabar lagi dapat cucu dari dua pasangan ini.” Tante Lisa tersenyum manis.
Mas Alex melirik kearahku. “Isnin, saya segera mengurus administrasi Tante.”
Aku kaget dan segera mencubit lengan Mas Alex. “Mas nanti dulu, Mas kan belum kenal keluargaku.” Aku sedikit cemberut.
“Tidak apa-apa, Aku akan berkenalan pada keluargamu sambil membawa syarat administrasi yang sudah lengkap.”
Aku tersipu malu.
“Sudah, sudah. Mama jangan terus menggoda. Papa mahu menawarkan hadiah honeymoon untuk pasangan kalian berdua. Mahu ke Maldive, atau ke Eropah.”
Aku dan Santi berteriak bersamaan. Kami pernah bercita-cita untuk honeymoon bersama, tapi saat itu Aku belum punya pasangan. Semua masih dalam angan-angan, dan Aku jadi korban bulan-bulanan kerana pasanganku digambarkan sebagai kadal buntung, buaya darat.
Meski sesungguhnya ada suatu tempat yang begitu ingin didatangi sebagai tempat berpetualang.
“Papa, boleh tidak hadiah itu kami tukar? Bukan ke Maldive atau Eropah. Lagipula Mas Alex sebagai anggota Polri kan tidak bebas bepergian keluar Negeri. Sejak dulu Niken dan Aku ingin sekali andai suatu saat bisa honeymoon bersama, kami ingin traveling ke Labuan Bajo, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar melihat keindahan alam daerah NTT.(Nusa Tenggara Timur)”
“Boleh sayang, apapun yang kau minta. Akan Papa hubungi Om Gun pemilik travel biro kenalan Papa, agar dia menyiapkan spot-spot menarik dan akomodasi selama disana.”
Santi berdiri dari kursi, segera memeluk Om Hanung, mencium pipinya. “Terimakasih ya Papa.” Kemudian dia berlari kearahku sambil tertawa gembira seperti anak-anak.
Aku sendiri terpaku, dulu angan-angan kami untuk honeymoon hanyalah candaan untuk saling menggoda. Namun kini hampir menjadi nyata.
“Papa dan Mama boleh ikut nggak?” Kudengar Tante Lisa menggoda.
“Ayo Silahkan, kalau Mama Papa masih kuat mendaki ke Bukit Padar.” Santi menggoda.
“Ah, ada-ada saja Mama ini, kita cukup liburan ke Monjali (Monumen Yogya Kembali) saja, lihat lampu-lampu di taman lampion.“ Om Hanung ketawa terkekeh.
“Ayo Ma, temani Papa istirahat dulu. Biarlah yang muda-muda ini merenda impian dan masa depannya.” Om Hanung bangkit sambil bergandengan tangan mesra.
READ MORE; Hikayat Kyai Lentik Penguasa Gunung Putri [1] Didatangi Bayangan Hitam Yang Terbang,Rambutnya Semua Memutih,Terbang Menggunakan Sajadah
Hari beranjak sore, kami pindah ngobrol keruang keluarga. Mendung menggantung makin tebal, awan hitam berarak membawa kelembaban udara.
Aku mengintip dari balik jendela. Hujan rintik-rintik mulai turun. Perlahan, sedikit makin sedikit, hingga banyak. Petir menggelegar menyambar-nyambar. Aku tengah ngobrol dengan Mas Alex, Santi dengan Anto pun terlibat perbincangan serius.
Deru angin dan hujan kencang membawa sebagian air masuk melalui jendela yang terbuka. Aku segera menutup jendela-jendela, lampu-lampu di ruang keluarga belum sempat dinyalakan.
Tiba-tiba kulihat sebuah benda bergerak di dekat jendela. Benda yang tak asing itu perlahan-lahan mengarah ke bufet hias. Aku ingat benda yang sudah beberapa kali bertemu dengan kami. Diatasnya kulihat sebuah buku dan pulpen yang tadi dipakai Tante Lisa untuk mencatat belanja.
Mulutku terbuka, kesenggol Mas Alex. Juga Santi yang kembali menunjukkan ekspresi ketakutan.
Deru angin di luar makin kencang, jemari tangan berhias cincin berlian itu terlihat jelas. Mulai busuk, dan lepas-lepas, sebagian tak berbentuk, darah mulai mengering dan berbau luar biasa.
Tangan itu mencoba melepaskan cincin di jari manisnya. Jempol itu terus berusaha, lagi dan lagi. Kemudian dia bergerak dengan susah payah, menggunakan pulpen untuk menulis.
“Aku ingin mengembalikan cincin ini pada Santi.” Tulisan tak beraturan itu ditunjukkan pada kami semua.
Santi menutup mulut, nampak jelas dia sangat shock. Ku dekati sahabatku sambil berkata. “Santi, katakan pada Ayu, apa mahumu. Katakan, dia anak baik. Ingin mengembalikan cincin yang bukan miliknya.”
Kubelai punggung Santi perlahan dari belakang. Kemudian Santi berkata,” Ayu, Aku sudah rela. Cincin itu boleh kau miliki, Aku tak menginginkannya lagi. Sudah banyak darah dan nyawa yang melayang kerana mempertahankan nya. Aku rela Ayu.”
Jemari tangan Ayu terdiam sesaat, kemudian menulis lagi. “Aku tidak ingin, ini milikmu. Akan ku kembalikan.”
Lagi-lagi jempol itu berusaha melepaskannya. Kulihat Santi berlari kedepan, kemudian kedua tangannya menggenggam tangan Ayu. Yang mulai berbau busuk. “Jangan Ayu, cincin itu memang milikmu, Aku rela.” Santi berkata lirih.
Air mata mengalir deras dari pipi Santi, perlahan tapi pasti terlihat, tangan Ayu berubah jadi debu, seperti di kremasi. Dan cincin itu terlepas dengan sendirinya.
Aku bergegas lari membantu Santi yang sedang menangis tersedu-sedu. Debu tangan Ayu segera ku tampung di sehelai sapu tangan milikku.
“Niken, tolong bantu Aku, mari kita kumpulkan debu tangan Ayu dan cincin ini. Biarlah Ayu ikut kita berbahagia menuju perairan Pulau Komodo. Akan ku taburkan debu serta cincin ini, disana.”
Aku mengangguk, langkah yang diambil Santi sudah tepat. Cincin berlian cantik ini bukan lagi miliknya, tapi milik seorang gadis cantik yang rela mempertahankan demi kesetiaannya pada Santi. Biarlah cincin indah ini kembali kelautan dan jadi pemilik ratu buih di laut.
****
Enam bulan kemudian, resepsi perhelatan besar diadakan di Graha Sabha Pramana UGM (University Gajah Mada). Dengan sepasang pengantin Anto dan Santi, dengan pakaian Adat Jawa paes Agung di kota Yogyakarta. Acara yang sangat meriah dan dihadiri sekitar 1.500 tetamu, dengan panitia yang menggunakan pakaian tradisionil Jawa.
Sementara satu minggu kemudian, usai perhelatan di Yogya, di ibukota Jakarta, sepasang pengantin tampan dan cantik. Alex dan Niken, menggelar pesta pernikahan di Panti Prajurit Balai Sudirman, acara yang menggunakan tradisi Pedang Pora yang biasa digunakan untuk pesta perkawinan TNI & Polri.
Kedua pesta yang digelar di dua kota ini berlangsung meriah. Hingga kemudian mereka melanjutkan acara honeymoon yang direncanakan.
Dari Labuan Bajo, Niken dan rombongan, naik keatas sebuah speed boat. Menuju sebuah perairan Pulau Rinca, tempat konservasi haiwan Komodo.
Speed boat melaju dengan kecepatan sedang, ombak yang putih serta air yang membiru bersatu dengan cakrawala. Perlahan-lahan speed boat itu mengurangi kecepatan, hingga akhirnya benar-benar berhenti.
Santi mengeluarkan sebuah bungkusan dari benya. Sebuah kain putih dengan ikatan, berisi debu kremasi tangan Ayu dan cincin berlian yang semula adalah cincin pertunangan Santi dan Anto.
Perlahan Santi mulai berdo’a kemudian dia berkata dengan penuh perasaan.
“Ayu, hari ini Aku kembali mengenang mu. Sebagai seorang gadis yang baik. Gadis yang sungguh bisa dipercaya untuk memegang amanah. Aku tidak mengenalmu Ayu. Tapi kau rela menukar cincin ini dengan nyawamu. Sekali lagi Aku berterima kasih, atas semua budi baikmu.
Maafkan Aku Ayu, semoga Allah Yang Maha Esa mengampuni semua dosa-dosamu. Dan menerima amal kebaikanmu.“
Aku berdiri di belakang Santi, yang dengan perlahan-lahan mulai menuangkan abu tangan Ayu ke laut. Wajah Santi bertabir air mata, yang turun satu persatu.
Hingga akhirnya, Santi menatap cincin berlian miliknya. Dipegang cincin itu dengan kedua tangan, sekali lagi tanpa ragu-ragu. Cincin itu dijatuhkan kedalam laut.
Kulihat buih bermunculan seperti air soda, ketika cincin itu mulai tenggelam dan hilang dari pandangan kami.
“Selamat jalan Ayu.” Kuucapkan kata perpisahan.
Kami segera ber balik ke dalam speed boat wisata. Yang segera berlalu menuju Pulau Rinca, pulau konservasi Komodo.
***
“Anto, ayo senyum. Santi Ayo merapat sedikit, kenapa sih kalian ini? Seperti sakit gigi dan musuhan. Ini mahu photo bukan mahu ujian di kampus“ Aku mengomel melihat gaya Anto yang malu-malu.
Dari belakang seseorang memeluk kemudian mencium pipiku, lantas berlari kencang...Aku terkejut kemudian segera mengejar Suamiku, yang berlari dengan telanjang dada. Hingga akhirnya dia tertangkap olehku. Dan kamipun berpelukan, bibir Suamiku Alex perlahan dengan lembut mengecup bibirku. Mataku tertutup, menikmati syukur yang tak terhingga atas semua kebahagiaan yang kami rasakan. Wajah kami tertutup topi pantai yang kupakai lebar dari belakang, menghalangi pandangan.
Air laut dipantai berpasir putih, desir angin. Jejak kaki kami tertinggal diantara pasir lembut, akan terhapus deburan ombak yang datang. Itulah kehidupan, selalu ada harapan dan impian...
Senja memerah, bola api perlahan tenggelam. Cicit burung camar terbang pulang ke kandang. Dan mentari pun berjanji esok pagi kan hadir kembali.[hsz] The End 🎂🎂🎂
Courtesy and Adaptation Novel by Rini Indardini
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by media.tumblr.com
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by media.tumblr.com
No comments
Post a Comment