MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [13]
MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [13]
PART-13Aku segera menghubungi nombor Tante Lisa, beberapa saat kemudian telephone tersambung.
“Selamat pagi Niken sayang, apa khabarmu?” Kudengar suara Tante Lisa lemah tak bersemangat.
“Baik Tante, Saya mahu mengabarkan. Lokasi penyekapan Santi sudah kami ketahui. Apakah Tante bersedia datang ke Magelang, biarlah nanti anggota Mas Alex yang mengantarkan Tante dan Om ke lokasi.”
“Hah! Apa maksudmu! Santi masih hidup? Bagaimana kondisi Santi? Bagaimana ceritanya?”
“Ceritanya panjang sekali Tante, tolong sampaikan pada Om, kami sangat terburu-buru untuk ke TKP(tempat kejadian). Semoga Santi cepat tertolong.”
“Baik-baik Niken, tolong share lokasi, alamatnya. Segera kami berangkat. Terimakasih Niken, semoga Allah Ta'ala melindungi kalian semua.”
“Aamiin. Sama-sama Tante.”
READ MORE; MYSTERY CINCIN BERLIAN BERDAR4H [12]
Telephone segera kututup, Aku segera bergegas keluar. Saat Mas Alex datang, Aku baru selesai mandi dan bersiap. Kulihat Mas Alex sedang sibuk menggali informasi Pak Karman.
Kami segera berkoordinasi, Mas Alex memerintahkan 3 anggotanya untuk membawa Pak Karman dalam mobil. Sedangkan Aku naik mobil yang dipandu Mas Alex. Dengan tergesa-gesa menghindari segala kemungkinan buruk, kami segera berangkat.
Matahari tersipu malu, dibalik Gunung Sumbing. Udara dingin terasa menembus jaket yang kukenakan, kulihat Mas Alex memakai turle neck warna hitam yang menonjolkan tubuhnya yang atletik. Kami mengikuti laju mobil Pak Karman dari belakang. Jalan berbelok-belok, sengaja kami buka sedikit jendela mobil, agar udara segar alami bisa masuk.
Aku melamun melihat bunga-bunga indah Daerah dingin, yang tumbuh liar disepanjang jalan. Kecubung kuning dan putih yang sarat bunga berbentuk lonceng terbalik. Bunga Hortensia yang warnanya berubah-rubah tergantung jenis tanah asam atau basah, terkadang biru atau pink. Bunga Dahlia aneka warna, serta aneka Bunga Mawar dipekarangan rumah penduduk.
Betapa sejuk hatiku melihat keindahan alam, namun saat ini fikiranku terbelah. Aku was-was membayangkan nasib Santi sahabatku.
“Menurut Pak Karman, bagaimana kondisi Santi? Niken?” Keheningan diantara kami terpecah suara dari Mas Alex.
“Aku tidak tahu pasti Mas, terakhir saat itu Santi pingsan, kerana Ayu terb*nuh.“
Kami berdua kembali terdiam, Mas Alex dengan lincahnya mengikuti jalan yang berkelak-kelok dan terus menanjak. Latar belakang puncak Gunung Sumbing yang membiru, laksana lukisan alam. Di kanan kiri terlihat hamparan kebun sayur yang sangat indah. Kebun kol-kubis, sawi, daun bawang, sayang nasib petani tak selalu indah seperti hasil yang terlihat. Banyak diantara mereka yang terlilit hutang, kerana hasil panen jatuh harganya hingga titik nadir.
Mobil yang di tumpangi anggota Mas Alex dan Pak Karman akhirnya tiba di jalan bebatuan. Kami terus berjalan perlahan, pohon pinus, pohon paku-paku menyambut kedatangan kami. Terus masuk agak jauh dari jalur jalan aspal utama.
Kami masuk kedalam gerbang Villa dengan hiasan pergola rangkaian Bunga Irian Flame yang merah membara, bunga yang membuatku berdecak kagum.
Pak Karman turun diikuti oleh anggota Mas Alex, kamipun segera turun. Aku tak sabar segera berlari kecil.
Kudengar Pak Karman memanggil Istrinya, namun yang keluar justru Danu sepupunya yang langsung memucat melihat rombongan aparat berseragam, juga Mas Alex dan Aku.
Mas Alex memerintahkan Pak Karman menunjukkan lokasi penyekapan Santi.
Seorang perempuan setengah baya keluar dari arah dapur, wajahnya nampak ketakutan. Sepintas Aku melihat dia perempuan baik yang kalah oleh dominansi Suaminya yaitu Pak Karman.
Rombongan kami dipimpin Pak Karman lalu menaiki tangga menuju kamar di tingkat atas. Tiba di salah satu kamar Pak Karman segera meminta kunci pada Istrinya. Pintu kamar tadi di kunci doubel, satu gembok-mangga yang besar, dan satu kunci lagi yaitu kunci otomatik di pintu. Nampaknya kamar ini dijaga ketat, penghuni rumah ini tidak boleh masuk ke dalam kamar. Ditambah peristiwa yang mengerikan akhir-akhir ini membuat Santi tidak terawasi lagi.
Kulihat banyak piring berserakan di pintu keluar masuk Jeje kucing ke dalam kamar, ada beberapa makanan yang tak disentuh sama sekali. Hanya beberapa botol Aqua yang berkurang isinya.
Pintu kemudian terbuka, Aku kaget melihat pemandangan di depanku. Itu Santi, ya, Santi sahabatku. Dia memandangku dengan tatapan kosong sambil memeluk bantal. Rambutnya acak-acakan, tubuhnya nampak kurus memakai daster yang ku pastikan milik Arwah Ayu yang ukurannya hampir sama, dan wajahnya pucat.
Aku berlari mengejar Santi, kuciumi wajah nya dengan air mata tak lagi bisa ku tahan. Kupeluk erat Santi dengan penuh perasaan, Aku tak mengira bisa bertemu dengannya lagi dalam keadaan hidup. Setelah begitu banyak peristiwa mengerikan dan rangkaian pemb*nuhan. Santi masih terdiam dalam pelukanku, Aku belum melepaskannya sambil membelai halus punggung gadis ini. Aku tahu cobaan ini begitu mengguncang jiwanya.
Kubisikkan perlahan kalimat penuh hiburan, Aku berharap ini bisa mengembalikan kesadarannya.
“Santi, ini Aku sayang. Aku Niken, bangun Santi. Ayo kita makan SGPC (sego pecel) sambil minum jus tomato. Atau kita ke pergi ke pantai Parang Tritis melihat sunset disana, sambil berkejaran diantara deburan ombak berbuih putih. Itu ada Mama dan Papa menunggumu dirumah, mereka sudah rindu padamu Santi. Juga Anto, dia segera mengajakmu pergi ke Singapura".
"Ayo Santi sadarlah, kami semua mencintaimu. Ayo Santi.”
Kugoncang lembut tubuh Santi sambil terus berbisik untuk membuka kesadarannya. Perlahan tapi pasti kurasakan tubuh Santi bergerak. Air mata hangat menetes satu persatu di punggungku. Santi menangis! Aku merasakan responnya dan itu pertanda baik, itu berarti Santi mulai mengenali ku, mengembalikan kesadarannya. Emosi negatifnya mulai dikeluarkan dan itu bagus untuk jiwanya.
Suara isak tangis halus mulai terdengar, makin lama berubah menjadi sedu sedan. Kubiarkan. Santi mengeluarkan emosinya, rasa sedih, takut, kecewa dan perasaan-perasaan lain. Aku sangat memahami goncangan jiwa yang di alami oleh Santi.
Tiba-tiba kulihat Tante Lisa masuk kamar lantas menuju Santi yang masih dalam pelukanku, Aku segera menyingkir. Tante Lisa menangis sedih, terlihat beliau sangat shock melihat Putri kesayangannya dalam kondisi seperti saat ini. Om Hanung juga turut memeluk Santi, didampingi Istrinya. Aku bisa melihat Om Hanung berusaha keras menahan kesedihan, wajah nya mengeras.
Beberapa menit suasana dikamar itu dipenuhi keharuan. Tante Lisa kemudian sadar, kehadiran Anto di sebelah mereka, dia baru datang dari Jakarta untuk mencari berita kepastian tentang tunangannya.
Sepasang suami istri itu kemudian mundur, Anto kemudian mendekat, memegang kedua tangan Santi, memandang kedua bola matanya yang dialiri air mata.
“Santi... ini Aku Anto, calon Suamimu, lihatlah Aku. Sekali lagi, Aku memohon bersediakah kau menjadi Istriku? Aku berjanji akan mencintaimu, kemarin, sekarang juga hingga esok. Hanya maut yang akan memisahkan kita.”
Bola mata Santi kemudian bergerak perlahan, dia mulai fokus menatap sosok lelaki didepannya. Perlahan Santi mengangguk dan langsung memeluk Anto, bendungan tangisnya pecah, membuat suasana di dalam ruangan itu menjadi bertambah haru.
Aku berdiri disamping Mas Alex, kurasakan tubuhnya yang besar tinggi itu memelukku dari belakang. Ada kehangatan yang berbeda kurasakan, pendar-pendar asmara menjalar memasuki relung jiwaku.[hsz]
💐 To be Continued...
Courtesy and Adaptation Novel by Rini Indardini
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by media.tumblr.com
Editor ; Romy Mantovani
Ilustrasi Image by media.tumblr.com
No comments
Post a Comment