MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2, Part 8]
MISTERI KUNCEN, Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 2, Part 8]
Cerita kehidupan di KUNCEN Yogyakarta, Jawa Tengah selesai, selanjutnya bersambung di siri Chapter 2, Part 8 Ini, tentang kisahnya di UGM SOLO, dengan judul "W 4 G" singkatan "WAITING FOR GAMA".
Akhirnya masuk juga saya ke UGM. Tapi yang ini kependekan dari University Gebelas Maret. Saya tetap menamai kampus di Kentingan Solo, Provinsi Jawa Tengah, itu dengan nama UGM. Tidak matching yo bhai! Kerana di hati saya, kuliah itu ya UGM, (University Gadjah Mada) Yogyakarta,..Liyane mung, (Others only) "seperti kuliah"...bukan kuliah beneran.
Sumpah, susah benar move-on dari Gama yang di Bulaksumur.
Padahal Saya baru nambah Sekipnya doang! Gimana yang sudah mengalami kuliah di sana, pasti 'kethel cintrongnya' kayak kerak di silit wajan (bontot periuk).
Wajar lah kalau pada tak lulus-lulus. Lha, wong masuknya saja susah kok, dicepatkan keluarnya..Rugi dan Mendho, kan?
Awalnya Saya kehilangan semua. Terutama gerombolan teman-teman @ si Berat, Aris, Unang dan Tarso yang asyik-asyik menggathelkan.
Canda dan gurauannya itu lho, yang susah dicari benchmark-nya. Juga segala jenis gangguan di rumah Kuncen yang bikin kecanduan. You will never scare me anymore, Kids!
Dan tanpa kalian hidup terasa terlalu normal belaka, tidak ada prindang prindingnya! Tapi, urip (kehidupan) kibmung mampir ngombe (sekadar numpang minum).
Bagi Saya "seperti kuliah" di UNS hanyalah spasi, sebelum ketemu titik di UGM. Entah berapa panjang spasi itu, tergantung yang punya mesin ketik nasib.
Hari pertama yang Saya lakukan tentu cari kos (rumah sewa).
Sengaja Saya cari yang mirip-mirip Kuncen: 'dekat kuburan'.
Bukan soal sok berani, tapi ini soal ideologi pengiritan (penjimatan). Makin dekat kuburan, biasanya harga kos makin jatuh. Bahkan yang masuk wilayah kuburan, bisa gratis, seperti rumah Kuncen dulu.
Akhirnya Saya dapat juga kos di pinggir Bongpai (kuburan Cina) Tegalkuniran, masuk wilayah Kecamatan. Jebres, Solo Kota.
Soal tarif y, murah betul. Jika tarif kos yang lain sebulan Rp7.500 - 10.000 for free (artinya tak untuk mangan-ngombe-makan,minum), di sini cukup ngrogoh kocek Rp5.000 sudah include sarapan dan minuman gratis wedang-putih (minuman air suam) sepanjang hari.
Yang Saya suka, aura mistiknya sangat mirip dengan rumah Kuncen. Sama-sama kuno, bahkan lay-outnya pun mirip. Ada nisan (meski yang ini jenis bongpai), di depan rumah, ada sumur (tapi jenis timba kerekan-terik pakai roda kecil), dan ruangannya besar-besar. Yang beda, di sini tidak dipakai untuk mengaji. Selain itu, ada dua kucing hitam candramawa yang jika malam matanya berkilat-kilat seperti senter (torchlight)
Daann... letaknya hanya beberapa meter dari tungku krematorium (tempat pembakaran mayat) Jebres.
Jika ada mayat dikremasi, suara plethus-plethusnya kedengaran sampai kamar. Bau hangitnya juga.
Soal cari kawan, Saya termasuk supel. Hanya dalam dua hari promosi, Saya sudah punya gerombolan baru penghuni kos Tegalkuniran.
Anggotanya Teguh, Hari, Maryono, dan Jayus. Mereka berempat (lima dengan saya) adalah para Gondes yang semua telah menjadi mantan sebelum sempat jadian dengan UGM. Sama-sama korban pilihan pertama yang tak tergapai.
Hiks..Untunglah kami semua tergolong anggota partai Kai Pang (sebutan kami untuk mengganti kata melarat). Jadi soal selera yang murah-murah ya, satu jiwa.
Untungnya lagi, "preambule konstitusi"(Preamble the Constitution) yang kami anut sama: “Bahwa ngekek (ketawa) adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu segala bentuk keterlalu - seriusan harus dihapuskan kerana tidak sesuai dengan peri-kelucuan dan peringisan!”
(Ini adalah thriller an extended version of Kuncen).
NYAH REWEL
Kota Solo terbuat dari kenangan, angkringan dan insomnia.Jarene (That's it), Tapi khusus wilayah Kentingan, tempat kampus UNS berada, definisi itu harus ditambah dengan kalimat: plus merinding ala kadarnya.
Bagaimana tidak? Tiga perempat wilayah Kentingan yang luasnya sekitar 100 hektare dulunya adalah makam-perkuburan. Campuran makam Islam, Kristian, dan Cina.
Tak hairan berbagai cerita horor terkait tempat itu sudah berseliweran sejak hari pertama Saya kuliah.
Yang paling legendaris tentu kisah Nyah Rewel, arwah Noni cantik yang makamnya tak mau dipindah dari bumi Kentingan.
"Waktu makamnya digusur dulu, mesin buldozer7 langsung mati. Ganti buldozer lain, operatornya yang nggeblak kesurupan. Ganti operator, mandornya yang pingsan Begitu berulang-ulang," menurut Kang Trisno, pengayuh becak Tugu Cembengan Jebres yang mengaku saksi mata kejadian itu.
"Akhirnya makamnya tidak jadi dipindah, malah dibangun bagus, di dekat Fakulty Sastra sana."
Menurut cerita para mahasiswa senior, wilayah kerewelan Nyah Rewel memang sangat luas, meliputi KKS (Kampus Kentingan dan Sekitarnya).
Kadang ia menakuti orang yang sedang berkaca di Fakulty. Sastra dan Fisip. Suka ikut tampil di bayangan cermin. Ya, kerana itulah cewek-cewek pada tak berani ngaca-bercermin sendirian di kampus kerana takut bayangan.
Selain bayangan mantan tentu saja. Yang cowok juga, takut ngaca, kalau ini alasannya kerana khawatir kelihatan jeleknya.
Lain waktu dianya dilaporkan tampak bergelayut dari pohon ke pohon sekitar Fakulty Hukum dengan jubah putihnya yang nglembreh ke mana-mana. Atau berayun-ayun santai dipohon beringin dekat FKIP.
Hadeehh...Jindul ik! Kok mak merinding ya Aku nulis ini... Tidak cuma itu, ia juga dikhabarkan suka iseng nyasar ke tukang becak ke tengah makam dekat kampus. Pura-pura suruh ngantarkan, tapi becaknya diarahkan ke jalan mokal gang mustahal sampai terjebak nisan tak bisa keluar.
Tapi yang bikin giris, suara ketawanya sering nyekikik kedengaran sampai di Gedung Pusat. Konon Pak PR III saat itu pun pamit kalau diminta stay sendirian di Gedung Pusat.
Weh, bila tak pikir-pikir, energik, multi-talenta, dan kuat banget ya, Nyonyahe Ini... Mungkin dulunya dia Nyonya Meneer yang kuat berdiri sejak 1918?
Tapi itu kan baru sebatas cerita. Biasa lah...orang kalau cerita Lelembut itu "gegedhen empyak kurang cagak"(kebesaran empaty kurang poles). Lebih besar bohongnya daripada nyatanya. Jadi ya, Saya santai menanggapinya...
Sampai suatu siang sehabis kuliah, Saya mengalami kejadian tak terduga. Saat menyeberangi koridor ruang kuliah di tengah gerimis, tiba-tiba Saya melihat sosok perempuan berbaju putih duduk di pojok depan Sekretariat Mahafisippa (Mahasiswa Fisip Pecinta Alam).
Awalnya saya kira mahasiswi yang lagi menunggu gebetannya. Sepintas terlihat sangat cantik.
Seperti kacukan Pan-Indo campur Cina gitu. Rambutnya panjang berdandhan-andhan. Tapi setelah Saya amati dari samping, wajahnya yang tertunduk terlihat sangat pucat bahkan hampir seputih kapas.
Baru saja Saya dekati, tiba-tiba plas..hilang..menyisakan bau wangi yang menyengat. Dheg! Sadarlah Saya bahwa Saya baru saja ketemu dengan legenda kampus ini.
Sungguh beruntung! Tidak semua orang lho diberi kesempatan jumpa dengan beliaunya. Di siang bolong, lagi!
Sejak itu Saya percaya seratus persen bahwa Nyah Rewel memang eksis adanya. Soal mengapa berkenan menemui Saya, Wallahu a'lam. Sekadar say hallo, atau ada maksud lain?
HIK MBAH MAIDO
Kota Solo tanpa 'hik' (angkringan-tempat lepak-lepak minum) bagai sayur tanpa sayuran. Artinya, tak eksis blas!Sepertinya, malam Solo memang diciptakan untuk penggemar kulinernya para kuli ini. Tak heran, begitu matahari surup, ratusan angkringan sudah tergelar di seantero Solo Raya. Tapi hik tanpa mahasiswa, jelas iseng belaka. Kerana para-mahasiswa lah para hikers sesungguhnya, yang dihidupi dan menghidupi hik.
Merekalah yang membuat Solo dilanda insomnia. Meski cagak meleknya (lepak begadang) sekadar segelas kopi yang pesannya jam 21.00 habisnya jam 03.30, dinihari, Hahaha...
Di antara angkringan di KKS, yang paling sohor tentu hiknya Mbah Maido. Kerana cuma di hik inilah pembeli bisa menikmati nasi kucing (nasi dibungkus kecil-kecil) sambel ikan teri-ikan bilis, ndhog(tekur) sambal, gorengan, sate telur plus wedang-minuman kopi jos, ais teh, kopi, susu atau jahe-halia dengan bonus..grundelan dan pisuhan! Yup.
Tak seorang pun tahu siapa nama tukang hik yang mangkal di depan pabrik Indo Moto Jalan, Kolonel Sutarto itu. Nama Maido muncul kerana tabiatnya yang suka maido (mengomeli-merungut) pelanggannya. Bahkan kalau sedang PMS (Pas Moodnya Sensi), ia juga suka misuhi siapa pun yang datang dengan pisuhan khas Solo yang halus bak jelly tapi menusuk dalam hingga ke tulang.
Contohnya kalau dia sedang merokok. Ada pelanggan datang bukannya disambut, tapi malah dicuekin secuek cueknya.
Kalau ada yang order, "Mbah, obongke (bakarkan) tahu dong!", langsung disambar, "Siiik-(Sebentar)! Matamu picek (buta) ya, kan aku sedang udut-(merokok)!" Tidak cuma itu, masih disambung, "Kalau tak sabar, cari hik lain sana! Aku tak patheken kok kalian tak jajan di sini!"
Hahaha, tooop!! Pesan minuman juga harus satu-satu. Tartil kayak baca huruf hijaiyyah. Tidak bisa: "kopi 1, susu 3, teh 2, jahe 4, ais teh 3."
Akhirnya dapat jawaban order, "Nih, tak gawekke es teh kabeh!"
('Nih, Saya bikinin teh ais semua') Sudah gitu masih diancam, Hahaha. mati kok buat pengalaman!
Tapi sumpah, kami sama sekali tidak marah atau sakit hati dipisuhi-diancam, disumpahi begitu. Hanya ketawa tak berkesudahan.
Bahkan ironisnya ada rasa kangen-rindu jika sehari saja tidak di-paido. Seperti ada yang hilang dari episode hidup hari itu. Maka kalau sudah jam 23.00 , sudah pasti ada saja yang ngajak, "Maido dulu, yuk!"
Malam itu sepulang dari 'Hik Maido' pukul 01;15, Saya langsung kembali ke kamar. Saat mau buka pintu, kucing hitam candramawa piaraan Ibu pemilik rumah kos yang nongkrong di depan kamar Saya tiba-tiba menggeram. Matanya tajam menatap Saya. Mulutnya terbuka memperlihatkan taringnya. Cakarnya keluar siap menerkam. Ekornya mencuat ke atas, sementara tubuhnya ditekuk meninggi seperti huruf "n" dan bulu-bulunya berdiri.
Ada apa gerangan kucing itu seperti marah kepada Saya..Esok saja ya dibaca di nombor berikut ya, To be Continued...
Courtesy and Adaptation of articles by Nursodik Gunarjo
Editor; Romy Mantovani
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com
Kredit Ilustrasi Image; pinterest.com
No comments
Post a Comment