Melayari Bahtera Cinta Prahara, Dibayangi Dendam Mistik [4]
Melayari Bahtera Cinta Prahara, Dibayangi Dendam Mistik [4]
Part-4
"Jadi gimana, Le, sudah kamu temukan apa belum, benda yang harus kamu bakar?" tanya Emak dengan wajah khawatir.
"Sudah Mak. Dan sudah Aku bakar sesuai pesan Wak Haji," jawab Wagiman lirih.
"Aku benar-benar tidak menyangka Mak, jika Suminah tega berbuat keji seperti itu. Main guna-guna untuk membuatku tunduk padanya," ucap Wagiman sambil mengusap wajahnya kasar.
"Itulah kenapa, dulu Emak tidak setuju kamu menikahinya. Emak punya firasat tidak baik akan hal ini," lirih, Emak berucap.
Wanita yang sudah melahirkannya itu menatap Wagiman tajam, ada rasa lega tersirat di wajah senjanya..Ada sedikit beban yang terangkat dari hatinya.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya, Le?" tanya Emak.
"Entahlah Mak, mungkin Aku akan menceraikannya," jawab Wagiman tegas.
"Fikirkan lagi Le. Kalian sudah punya dua orang anak, apa tidak kasihan Kamu sama Dion dan Amira,"
"Terus aku harus bagaimana Mak? Tiap kali Aku ingat perlakuan Suminah padaku, itu benar-benar membuatku marah," dengus Wagiman.
"Jangan terburu-buru membuat keputusan. Kalian sudah menikah lama. Sebagai Suami, tugas kamu untuk membimbing Istrimu menjadi lebih baik. Tapi, jika sudah tidak bisa dipertahankan, Emak tidak bisa berbuat apa-apa. Selain mendoakan yang terbaik untukmu," jawab Emak panjang lebar.
Emak memang benar...Selama ini memang Aku yang bersalah, kerana gagal membawa Suminah ke jalan yang lebih baik. Kerana Aku berada dibawah pengaruh ilmu guna-gunanya. Namun kini, Aku harus bisa membawa Suminah kejalan yang benar.
"Mak, Aku pulang dulu ya ... mungkin Suminah sudah pulang," pamit Wagiman.
"Jangan lupa sholatnya ya Le, juga perbanyak berzikir. Nanti Emak akan kerumah Wak Haji buat minta doa," ucap Emak sambil mengantarku ke luar.
"Siapa sebenarnya wanita tadi, kemana dia pergi? Tak mungkin dia secepat itu pergi" gumam Suminah, saat tak menemukan keberadaan wanita yang baru saja dilihatnya.
Gubbhaakk,..! Suara benda jatuh terdengar dari dalam kamar. Memeranjatkan Suminah yang masih mencari keberadaan wanita berambut panjang tadi.
"Mas,.. kamu ngapain sich, gedubhrakan di kamar?" teriak Suminah.
Namun, tak ada jawaban seperti yang diharapkan. Senyap..Mendadak, Suminah merasa bulu-bulu di tangan dan tengkuknya meremang.
Dan ... bau bunga kantil kembali tercium, menguap di seluruh ruangan.
"Mas,... jangan bercanda ya, tak lucu tau. Kamu dari tadi di panggil tak menyahut," ucap Suminah sambil berjalan perlahan menuju kamarnya.
Hati kecilnya berharap, bahwa yang membuat gaduh suara tersebut adalah Suaminya, Wagiman.
"Kok tak ada orang, kemana Mas Wagiman pergi? Apa kerumah Emak lagi?" kecamuk hati Suminah, setelah tak didapatinya Wagiman di kamar.
"Ah, bodoh amat. Nanti juga pulang sendiri," ucap Suminah sambil menuju meja rias.
Ditariknya kerusi meja rias mendekat kearah cermin, namun saat mata Suminah menatap bayangan yang ada di cermin, Seketika dia berteriak... "Aaaaahh,.. kenapa wajahku jadi begini? Apa yang terjadi denganku. Ini tidak mungkin, ini tidak mungkin!" jerit Suminah sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
Masih dengan rasa tak percayanya, Sumnah mendekatkan wajahnya ke depan cermin.
"Kenapa wajahku jadi kusut dan kusam begini? Bukankah minggu lalu Aku baru dari rumah Mbah Dukun Wongso? Jangan-jangan...."
Suminah menghentikan ucapannya, lalu buru-buru memoleskan make-up ke atas kulit keriputnya..Dengan menutup wajahnya menggunakan selendang, buru-buru dia men-stat motornya. Tak perlu waktu lama, motor Suminah sudah melaju kencang di atas jalan berdebu menuju ke kampung dekat hutan, rumah Mbah DukunWongso.
🍁🍁🍁
"Ibu kalian kemana?" tanya Wagiman kepada Dion, Anaknya, saat tak didapati Istrinya dirumah.
"Mana Aku tahu Pak, Ibu kan memang tidak pernah di rumah," jawab Dion ketus.
"Husttt,.. tidak boleh begitu. Walau bagaimanapun, dia Ibumu."
"Pak, kata Teguh, temanku, dia sering melihat Ibu kerumah Mbah Dukun Wongso," ucap Amira, anak perempuannya.
"Masa' sich, salah orang mungkin. Siapa tahu yang dilihat temanmu itu kebetulan mirip Ibu saja," jawab Wagiman, berusaha meyakinkan anaknya bahwa itu bukan Ibu mereka..Walau hatinya sendiri yakin, apa yang dilihat teman putrinya itu adalah Istrinya.
"Awalnya Amira tidak percaya Pak, tapi yang bilang bukan cuma Teguh, Pak Slamet juga bilang, pernah ketemu Ibu di rumah Mbah Dukun Wongso ketika ngantar punjungan," jawab Amira lagi.
"Kira-kira Ibu mahu apa ya, kerumah Mbah Dukun Wongso? Hhiiiii ... seram,.." ucap Amira sambil menggidikkan bahunya.
Wagiman hanya tertegun mendengar penuturan anaknya. Kepalanya kembali dipenuhi berbagai fikiran tentang Istrinya, juga Anak-anaknya...Ucapan Emak kembali terngiang ditelinganya,
"Baik buruknya seorang Istri, tergantung cara Suami membimbingnya. Jika masih bisa dibimbing, bimbinglah" [hsz] To be Continued..
Courtesy and Adaptation by Yani Santoso
Editor ; Romy Mantovani,
Editor ; Romy Mantovani,
No comments
Post a Comment