MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 4 Part 49]
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 4 Part 49]
Cerbung (Cerita Bersambung) Horor, Humor, Komedi, Lucu, untuk hiburan para SahabatWAITING FOR GAMA
LANJUTAN CERBUNG KUNCEN
[Chapter 4 Part 49]
NAPAK TILAS (Trace Back/Melacak Kembali)FORTUNA MEDIA - Rutin kuliah S2 ya cuma gitu itu. Banyak KULI-nernya daripada ilmi-AH-nya. Porsi tatap piring lebih besar daripada tatap muka. Hasilnya, pintar belum tentu, gendut sudah pasti!
Asal jam kuliah kosong, acaranya mesthi golek-cari kemek-kemek. Entah itu di warung templek, depot, resto, pujasera atau kantin. Yang paling sering ya di kantin FISIP. Sampai-sampai Mak Kantin nanya, "Mas, perasaan rombongan sampean kok akeh-banyak mangane-makannya timbang kuliahe?"
"Observasi sampean-kamu valid dan reliabel, Bu. Tapi sampean senang, kan?" kejarku.
"Woh, ya tentu! Makin sering kosong, makin laris warung saya. Semoga kosongnya diperbanyak," kata Bu Eko, pemilik kantin langganan kami.
"Wah, doa sampean mambu-bau krengsengan, Bu!" celetukku.
Bu Eko ngakak. Saya sebaliknya, senyum kecut.
Sebenarnya gak kosong sih. Cuma dosennya (lecture) sedang ngajar di jadwalnya masing-masing. Lho iya, kerana program MPPL itu setengah extention, maka Pak dan Bu lecture ngajarnya juga disambi baca Tempo. Tempo-tempo hadir, tempo-tempo diwakilkan asdos (asisten dosen), tempo-tempo lupa, atau nglupa, mbuh ah.😀.(Entahlah..)
Ya wis bejane awak! Dinikmati saja kekosongan itu secara khidmat. Jam kosong berbunyi nyaring, perut kosong perlu di-refuelling. Maka cara mengatasi sekaligus membawahinya ya dengan itu tadi.. berburu kuliner.
Kadang kami jalan kaki bersama bersepuluh atau berduapuluh, keliling UNAIR mengumbar selera. Apapun kuliner yang tersedia, asal cocok dan ramah di kantong, ya disikat sak odolnya!
Kadang untuk urusan lidah ini, sampai dibela-belain nyewa angkot Line C atau RT. Sekadar cari warung yang katanya jos gandos... padahal letaknya nun jauh di jabalkat antah-berantah!
"Jampuut.. gendheng badh*gan temen kok arek-arek! Mandor kawat, -masuknya kendor makannya kuat!" keluh Tambeng Balitbang. Tapi ya gak kacek, wong dia ngeluhnya juga sambil ngelus-elus perut yang kekenyangan!
Tapi yang masa kecilnya kurang bahagia justru senang. Kegiatan ngawula perut itu dianggap bisa menggantikan masa pertumbuhan yang tertunda.
"Tahu full cangkeremis begini, aku ambil S2 sejak bayi," kata Hartono, ketua kelas asal Banyuwangi, yang memang berbadan cungkring.
"Naah.. konangan! Dulu pasti gak dikasih S2 eksklusif sama emakmu. Buktinya gering begitu!" ujar Giatno Metrologi.
"Iya tuh. Makanya sekarang yang dikejar PMT (Pemberian Makanan Tambahan) melulu!" imbuh Budi Akademi Gizi.
"Ya gimana lagi, mau cari S2 yang eksklusif sekarang belum ada yang mau je!" kata Hartono sambil nyengir.
Kami yang cowok terkikik-kikik. Sementara yang cewek pura-pura setengah tuli, sambil terus mengudap tentu saja.
Saking doyannya makan, MPPL singkatannya sampai diplesetkan dhewek oleh arek-arek menjadi Mahasiswa Pisip Paling Laperan. Jan, gak wangun tenan kok, ndes! Tapi ya tepat ding!
Dampak dari kebiasaan cikuna-cikuni, cicip kuliner sana cicip kuliner sini, luas penampang tubuh saya langsung berubah. Menggembul dengan sukses. Enam bulan, berat badan saya bertambah 5 kg!
"Koen sekarang jadi tukang kayu tah?" tanya Silikon.
"Kok tukang kayu?"
"Iya. Soale badanmu kayak lemari!"
"Jiambuu ik, ini namanya semok sak belukare!"
"Dah gemuk. Berarti besok Idul Adha bisa diantar ke modin."
"Mau dikawinkan tah?"
"Gak! Disembelih!"
"Hancurit.. Padhakna wedhus gibas ae!" sungutku.
Untunglah, semester berikutnya kuliah full. Gak ada lagi jam kosong. Gara-garanya, konon ada oknum kawan yang lapor ke bosnya BPSDM, sehingga pihak UNAIR ditegur. Tapi, sumpah, bukan saya oknumnya, karena saya termasuk pro-kos alias pro kosong, he he..😂
Praktis kegiatan kulineran pun susut drastis, diikuti susutnya lemak arek-arek sak MPPL. Semboyan "perut maju pantat mundur" pun tak terdengar lagi. Saya bernafas lega. Tapi Bu Eko justru bernafas gela, karena income-nya ikut susut!
"Wah, kok kuliahnya full. Gak mendukung pemberdayaan industri kecil ini!" keluh Bu Eko.
Jreeng... Hidup ternyata cuma sawang-sinawang, ndes!. Yang dianggap baik dan berkah bagi kita, pada saat yang sama ternyata bisa dianggap petaka oleh orang lain. Maka waspadalah! Waspadalah!
Siang itu, Pak Basis Susilo mengumumkan bahwa MPPL akan mengadakan kunker-kunjungan kerja ke UGM. Wuuaahh... hati saya langsung berbunga-bunga sak buahnya!
"Kesempatan untuk nengok almamater!" sorakku.
"Lhaah.. katanya S1-mu di UNS?" tanya Pungky Bappeda.
"Memange gak boleh cah UNS nganggep UGM sebagai almamater? Bagiku, UGM itu ibuku. Walau bukan ibu kandung, ibu tiri kan gak papa!" ujarku ngglewes.
"Koen ancene gendheng UGM kawit jaman Majapahit gak waras-waras!"
"Itu passion seumur hidup, Pung! Baru sembuh kalau aku bisa kuliah di sana!" potongku sengit.
Pungki pergi sambil geleng-geleng kepala. Saya gak peduli, dianggap sempel ya karepmu! Yang penting besok ke Jogja, saya mau napak tilas: Tour de UGM, syukur-syukur sak Kuncene!
Maka setelah studi banding ke MM UGM, yang sejatinya gak terlalu penting itu, saya memilih memisahkan diri dari rombongan. Nylingker bentar ke Gedung Pusat.
Di bawah rindang cemara saya duduk selonjor sambil mendaras nasib. Duh GAMA, fisikmu gedung tua. Wajahmu tak secantik Paramitha. Tapi mengapa begitu sulit ditaklukkan?
Masak aku cuma diberi kesempatan singgah di emperanmu? Apa kapasitas dan kapabilitasku gak cukup untuk menjadi satu di antara penghuni ruangmu?
Wis, segitu aja mellow-nya. Nanti malah masuk ke ranah genrenya orang lain. Hi hi hi..
Dari Gedung Pusat, mampir bentar ke Lapangan Pancasila, lanjut menemui kolega di bunderan UGM: Pak Hasto, sopir becak kenalan saya. Kok kebetulan beliaunya sedang mangkal.
"Lhaah.. mase. Sudah besar sekarang!" sapanya ramah.
Wah, jindul ik! Wis tuwek-tua ngene-gini dibilang sudah besar!
"Nggih pak. Sudah semega dan mulai bisa jalan ini," jawabku sambil ngikik. Pak Hasto ikut terkekeh.
Langsung saja Pak Becak yang lucu itu saya minta mengantarkan ke Sekip, tempat tes Sipenmaru dulu, lanjut ke Kuncen.
"Ada yang dikubur di sana, Mas?" tanyanya.
"Ada. Kenangan pahit saya!"
Pak Hasto tergelak.
BACA JUGA
MISTERI KUNCEN Kisah Perjalanan Menggapai Menara Gading [Chapter 4 Part 48]
Sampai di TKP saya tertegun. Ternyata rumah yang dulu pernah saya tempati sudah kosong. Terlihat sangat rusak, dhoyong, gentengnya berlubang di sana-sini, pintunya bubrah dhowah-dhowah. Tampaknya sudah lama tidak dihuni.
Saya gak berani nanya ke tetangga sebelah, karena semua sudah bertitel almarhum. He he.. namanya saja rumah di tengah makam. Saya juga gak berani uluk salam, takut dijawab oleh yang bersuara berat!
"Dulu, kalau mau ke UGM, naik becaknya bertiga. Yang genjot kalau bukan njenengan ya Mas Tarso. Saya naik di depan, ha ha ha!" ujar Pak Hasto mendudah kenangan lama.
Saya ngakak sak adiknya. Ingat becaknya numplek di bunderan, gara-gara saya yang nggenjot turun duluan. Pak Hasto, Aris, Tarso, jatuh bertindihan seperti pindang! Ah, benar-benar memori indah yang.. menyakitkan!
Dari Kuncen saya ajak Pak Hasto makmal dulu ke Gudeg bu Sri. Masih ramai dan enak seperti dulu. Hanya penjualnya sudah ganti Sri Yunior, yang senyum secuilpun tidak saat melayani saya. Lha gak kenal owg!
Napak tilasku ke UGM pun berakhir sedih. Sedih karena, lagi-lagi, saya hanya bisa wira-wiri di emperan. Kapan bisa kuliah beneran?
"Yakinlah, cinta Mas ke UGM gak akan bertepuk sebelah tangan. Suatu ketika pasti njenengan akan kuliah di sini!" kata Pak Hasto saat menurunkanku di lobi hotel Garuda, tempat rombongan MPPL menginap.
Saya mengangguk. Ya, kesempatan itu masih ada. Cepat atau lambat. Makasih doanya, Pak..
"Koen teka endi ki maeng? Digoleki wong sak RT arep dijak mangan kok ngilang!" semprot Giatno, teman sekamar, begitu saya nongol di depan pintu.
"Aku habis daftar kuliah!" jawabku sekenanya.
"Ha.. di UGM? Jurusan apa?"
"Komunikasi!"
"Wooh.. kapan mulai masuk?"
"Tergantung. Kalau kamu nanya terus ya gak masuk-masuk! Mandi aja belum, kok mau berangkat kuliah!" semprotku.
Giatno cuma mrenges sambil mengacungkan jempol ke arah pintu.
"Monggo Pakdheee!" [hsz]
To be Continued...
Untuk Anda yang belum baca siri cerbung yang sebelumnya,
Anda boleh lihat disini linknya; Misteri Nusantara
Courtesy and Adaptation of Novels by, Nursodik Gunarjo
Editor; Romy Mantovani
Ilustrasi Image; Doc, Romy Mantovani #indonesia, #kuncen, #misterinusantara, #misterikuncen,
VIDEO;
No comments
Post a Comment